Setiap Momen adalah Kamu

Jane Lestari
Chapter #16

16

Dona tiba di rumah sakit. Ditemuinya sahabat-sahabat Rakha. Ade, Desta dan Beny. “Bagaimana kondisi Rakha?” tanya Dona.

“Masih di ICU, Kak.”

“Kenapa Rakha bisa kecelakaan seperti ini?”

“Dia mabuk, Kak.”

Dona menghela napas. Dia kehabisan kata, mewakili kesedihannya mendengar kondisi Rakha. Pria yang dikenalnya, hampir tak pernah bahagia.

“Keluarga Rakha belum dikabari?”

“Belum, Kak,” sahut Desta. “Kenapa?” tanya Dona. Ke tiga pria itu tampak saling berpandangan. Dona pun paham dengan respons itu.

“Kenapa semua tampak panik?” tanya Dona, mendapati beberapa perawat keluar masuk ruangan Rakha dirawat.

“Rakha butuh donor Kak. Stok darah yang sesuai kebutuhan Rakha, belum ditemukan Kak.”

“Golongan darah Rakha?”

“A-, Kak.”

Dona terdiam. Dia tampak berpikir. “Syifa, golongan darahnya sama,” sebutnya. “Syifa? Siapa Kak?”

“Putriku.”

“Apakah memungkinkan bisa jadi pendonor untuk Rakha?” tanya Ade. “Bisa dicoba,” ujar Dona, berusaha yakin.

Dona lantas menghubungi seseorang melalui telepon. Tak lama, dia kembali ke depan ICU.

Beberapa menit berlalu, Syifa tampak sudah tiba di rumah sakit bersama Indah.

“Mbak Indah?” ujar Desta, terkejut. Indah hanya tersenyum.

Syifa segera dibawa oleh Dona, menemui perawat. Tak butuh waktu lama, Syifa memasuki ruangan, untuk mengecek kelayakannya menjadi pendonor.

Indah berdiri terpaku menatap masuk ke ICU melalui kaca.

Kondisi Rakha yang terbaring dalam kondisi kritis, sejenak menghadirkan pilu dalam hatinya. Seluruh rasa sakit hati yang pernah hadir karena perlakuan pria itu, seketika menghilang tanpa sisa.

Beberapa saat kemudian, Dona sudah keluar bersama Syifa.

“Bagaimana, Kak?” tanya Ade. “Kondisinya tidak memungkinkan,” sahut Dona, kecewa.

Semuanya kembali diselimuti kesedihan. Menemukan golongan darah A- merupakan hal yang sulit. Mengingat golongan darah ini termasuk golongan darah yang sangat langka.

Dokter berjalan mendekat.

“Mohon maaf, waktu kita tidak banyak. Pasien harus mendapatkan segera donor darah. Beliau kehilangan banyak darah dalam kecelakaan tadi. Kami tidak bisa berbuat banyak, jika pendonor A- tidak ditemukan,” jelas dokter.

Hening.

“Don, Dokter bilang A-?” tanya Indah. “Iya.”

“Aku, A-,” sebut Indah. Semuanya tersentak. “Serius?” ucap Dona, memastikan. “Iya.”

Alhamdulillah.” Suasana yang sempat mencekam, seketika berubah penuh harapan. Dona langsung menemani Indah menghadap Dokter.

Tak lama, pemeriksaan selesai dan Indah diyakinkan bisa mendonorkan darahnya. Proses transfusi pun dilanjutkan.

Tampak, ibunda Rakha bersama Aditya, juga Alexa, sudah terlihat di ruang tunggu. Semua tenggelam dalam kekhawatiran yang sama.

Rekan-rekan Rakha memutuskan menghubungi keluarganya, setelah memastikan Rakha punya harapan.

Dona dan Indah akhirnya keluar dari ruangan transfusi.

“Kak, ibunya Rakha,” bisik Ade pada Dona.

“Saya Dona, Tante. Senior Rakha saat di New Zealand,” ucap Dona memperkenalkan diri.

“Terima kasih ya, sudah membantu Rakha.”

“Bukan saya Tante. Sahabat saya ini, yang mendonorkan darahnya untuk Rakha,” sebut Dona, menunjuk Indah.

“Oh iya, terima kasih ya, Nak. Namanya siapa?” tanya Rosa. “Indah, Tante,” jawab Indah.     

“Indah?” Rosa terkejut. Dia lantas menatap Alexa.

Dona dan Indah, saling berpandangan, melihat sikap Ibunda Rakha yang seketika diam.

Suasana kembali hening.

Tampak wajah-wajah penuh harapan, menanti perkembangan kondisi Rakha. Ke tiga sahabat Rakha, sudah pamit beberapa saat yang lalu. Malam sudah menunjukkan pukul dua belas malam.

---

Pagi menyambut.

Kondisi Rakha lebih stabil. Tampak ibundanya masih duduk bersandar di ruang tunggu. Indah berbisik pada Dona. “Don, apa sebaiknya kamu minta tante Rosa balik aja. Kasihan dia kalau nunggu di sini. Kan, kita masih di sini juga.”

“Iya juga. Aku coba sampaikan.” Dona berdiri dan melangkah mendekat pada Rosa.

Lihat selengkapnya