Setiap Momen adalah Kamu

Jane Lestari
Chapter #18

18

“Kak Rizal sebelumnya sudah pernah dekat dengan seseorang?”

Rizal kaget mendengar pertanyaan Indah. Pertanyaan yang tidak disangkanya, akan terucap dari Indah, di awal pertemuan mereka.

Rizal tampak malu. “Ehm, kalau untuk serius, belum pernah.”

Giliran Indah yang terkesiap. “Maksudnya, Kak?”

“Kalau untuk sekadar dekat, jalan bareng, sudah sering sih. Tetapi kalau untuk serius, baru kali ini.”

Indah terdiam. Dia berusaha menjaga respons wajahnya.

“Tetapi, kali ini, saya betul-betul serius ingin menuju pernikahan. Bukan main-main lagi,” sambung Rizal.

Bayangan yang sejak lama dihapusnya dari ingatan, seketika kembali mengucap selamat datang.

“Indah?” Rizal mencoba menyadarkan Indah dari lamunannya. “Indah, kamu baik-baik saja?”

“Iya, Kak,” sahut Indah, akhirnya terjaga. “Aku senang sekali bisa bertemu kamu lagi,” sambung Rizal.

Indah kembali terpaku.

“Kamu apa kabar?” Lagi, Rizal mengutarakan pertanyaan yang sama. Tapi, Indah masih bertahan dalam diamnya.

Rizal tersenyum. Dia paham kondisi Indah.

“Jadi, bagaimana? Apa yang harus kita bicarakan tentang kasus pak Rakha?” Rizal mencoba kembali ke jalur sebenarnya. Mencoba menarik Indah dari dialog yang kurang mengenakkan.        

“Iya, Pak. Apakah pak Hendra sudah menyampaikan permintaan beliau pada pak Rakha?”

Pak? pikir Rizal. Pria itu tersenyum, berusaha kembali tampak biasa. “Iya, beliau sudah menyampaikan segalanya.”

“Seperti yang saya sampaikan pada beliau, kondisi pak Rakha tidak memungkinkan Pak. Jika ET berkenan, saya yang menggantikan pak Rakha di Press Conference nanti?” jelas Indah.

“Mengapa harus kamu? Bukankah dia yang berbuat salah? Sepatutnya dia juga yang harus bertanggung jawab?” lanjut Rizal.

“Pak Rakha, belum sadarkan diri sampai sekarang.” Indah kehilangan harapan.

Mendengar respons Rizal yang kurang bersahabat, dia meyakini kondisinya akan makin sulit.

Ehm, kita tunggu sampai besok siang. Jika beliau belum sadarkan diri, kamu hubungi saya. Gimana?”

“Baik, Pak.”

Indah menghela napas panjang.

“Kamu masih simpan nomor saya, kan?” tanya Rizal. “Iya, Pak,” sahut Indah, berusaha tersenyum.

Obrolan berlangsung singkat. Indah meninggalkan kantor ET.

Sepanjang jalan, Indah terus dibayangi pertemuan dengan Rizal. Pertemuan yang benar-benar tidak disangka, pun tidak diinginkannya.

“Dia sudah pindah kerja? Mbak Desi kenapa enggak penah cerita? Ya, untuk apa juga aku harus tahu?” gumamnya.

Wanita itu menghela napas panjang, dan memacu kembali kendaraannya mengarah ke apartemennya. Berturut-turut berbagai peristiwa yang mencengangkan terjadi padanya akhir-akhir ini. Perjalanan hidupnya yang tak pernah berhenti memberikan kejutan.

---

Malam tiba. Dari kantor, Indah menyempatkan ke rumah sakit. Dia ingin mengetahui perkembangan Rakha.

Tampak, hanya Aditya yang setia menemani sahabatnya. Beberapa menit setelah kedatangan Indah, sebuah kejutan kembali hadir.

Rakha akhirnya membuka mata.

Dia menatap samar, dua sosok yang berdiri tidak jauh darinya.

“Aditya,” ucapnya, lemah. Dia lantas menoleh pada sosok yang berdiri, sedikit berjarak dari posisi Aditya. “Indah?”

Aditya dan Indah terlihat tersenyum dengan perkembangan kondisi Rakha. Aditya mendekat. “Alhamdulillah kamu sudah sadar,” ujarnya.

“Ada keperluan apa, dia di sini?” tanya Rakha, atas kehadiran Indah di ruangan itu.

“Indah?” Aditya memperjelas.

“Aku terganggu dia ada di sini. Bawa dia keluar dari sini!” ucap Rakha, menekan suaranya.

“Apa?” Aditya tersentak. “Please,” pinta Rakha.

Aditya menghela napas. Dia seperti tidak percaya, pada apa yang didengarnya.

Lihat selengkapnya