Setiap Momen adalah Kamu

Jane Lestari
Chapter #33

33

Indah berdiri di lobby apartemen Aditya. Dia terus mengecek jam tangannya. Menunggu kedatangan Rakha, mulai dirasanya menjemukan.

Sosok pria berkaos oblong hitam, terlihat berlari dari parkiran.

“Maaf.” Rakha terengah-engah. “Aku pikir kuncinya tadi udah aku serahkan, ternyata masih tersimpan di sakuku,” ucapnya, sambil mengarahkan petugas menuju lantai apartemen Aditya.

Indah hanya tersenyum. Akhir-akhir ini, dia memang sedikit bicara.

Dia mengikuti langkah Rakha berjalan beriringan dengan dua petugas apartemen yang membantu mengangkut barang-barang Asti.

“Terima kasih, Pak,” ucap Rakha, setelah ke dua pria itu meletakkan barang-barang di ruang tamu apartemen Aditya.

“Makasih, Pak,” sambung Indah, dengan senyuman hangat.

Beberapa detik terpaku. Indah baru menyadari tujuannya ikut ke apartemen Aditya.

Aku mau ngapain di sini. Gak mungkin masuk ke kamar Aditya juga, kan? pikirnya.

“Indah?”

“Iya?”

“Pakaian Asti, gimana?” tanya Rakha.

“Kurang sopan deh kayaknya, kalau aku masuk ke kamar pribadi Aditya. Nanti aja, mereka masukkan sendiri kalau sudah balik dari rumah sakit,” jelas Indah. Baru sadar, dia sebenarnya tidak perlu ikut masuk ke apartemen itu.

Rakha berlalu dari hadapan Indah. Indah menoleh mengamati seluruh ruangan di hadapannya. Tapi, tidak menemukan keberadaan Rakha.

“Rakha?” panggil Indah, melangkah menuju area dapur. “Iya?”

Indah tersentak.

“Ada apa Indah?” tanya Rakha, tersenyum, melihat sikap kaget Indah.

“Aku dari dapur buat ini,” sambung Rakha.

“Kita ke balkon. Pemandangan, indah banget dari sana.” Rakha menunjukkan balkon. Spot kesukannya jika berkunjung ke apartemen sahabatnya.

Tampak segelas kopi dan segelas teh. Rakha mengecap teh.

“Kopi ini untuk aku?” tanya Indah. “Iya, tentu saja.”

“Kamu tahu aku minum kopi?”

“Iya. Walaupun hubungan kita tidak begitu baik beberapa waktu lalu, setidaknya aku memperhatikan kebiasaanmu di Big Land.”

Indah tersenyum dan mencicipi kopi hitam yang telah disajikan Rakha. Pemandangan Jakarta di malam hari, benar-benar sempurna dari lantai dua puluh.

Kebersamaan keduanya berlanjut hening. Keduanya fokus pada minuman hangat yang masing-masing ada di genggamannya.

“Kamu gak aktif lagi di perusahaan?” Indah memulai kalimatnya.

Tampak Rakha sedikit kaget dengan sikap tak biasa Indah.

“Iya saat ini, ingin fokus membangun bisnis sendiri.”

Kembali, obrolan terhenti.

Giliran Rakha melanjutkan, “Kamu sendiri? Jadi, pindah ke ET?”

“Kok bisa tahu?”

Rakha tergelak. “Kamu sudah jadi artis sekarang, Indah. Kamu satu-satunya eksekutif wanita yang paling dicari tahun ini. Siapa di industri ini yang tidak kenal dengan seorang Indah Efrina?”

“Ya, apalagi saat ini, aku kehilangan saingan berat. Pemenang Best Young Executive, Rakha Langit Ahmad,” sambung Indah, dengan senyuman.

Rakha kembali tertawa. Kalimat Indah terasa menggelitik jika dibandingkan dengan pilihan hidupnya saat ini.

Aneh, unik, tak biasa.

Dua orang yang terbiasa bersikap serius, dingin, tiba-tiba larut dalam obrolan santai yang membuat nyaman. Suasana dingin berubah menjadi kehangatan antara dua orang asing, yang kini tampak begitu bersahabat.

“Ada apa dengan teh peppermint?” lanjut Indah. Penasaran dengan kesukaan Rakha pada minuman itu.

Lihat selengkapnya