Rumah Sakit
Pagi-pagi sekali, Indah sudah melangkah memasuki lobby rumah sakit. “Indah?” terdengar suara memanggil dari jarak yang tidak begitu jauh.
Indah menoleh ke sumber suara. “Rakha,” ujarnya, tersenyum menyambut langkah pria itu mendekat.
Senyumannya, guman Rakha.
“Kita ketemu lagi. Ada yang penting banget kayaknya, ya?” sambung Rakha, berjalan di samping Indah.
“Iya, hari ini saya ada meeting di ET. Tapi sebelumnya, aku pamit ke Asti.”
“Pamit?” ujar Rakha, tidak mengerti. “Aku belum menyampaikan padanya tentang pengunduran diriku dari Big Land. Bagaimanapun, Asti adalah orang yang paling dekat denganku di perusahaan.”
Rakha menggangguk, paham. “Apakah Big Land, akan baik-baik saja?” tanya Rakha.
“Big Land selalu lebih besar dari seluruh karyawannya. Setiap saat, karyawannya akan berganti, tapi Big Land akan selalu menjadi perusahaan besar yang tepercaya,” jawab Indah, mencoba baik-baik saja. Namun, segalanya tampak jelas dalam tatapan matanya, pilu.
Tiba di ruang perawatan Aditya.
Asti terdiam. Matanya berkaca-kaca, menatap Indah.
Mendapati kondisi Asti, Indah lebih dekat dan menggenggam tangannya. Indah menceritakan segalanya. Berusaha agar Asti tetap bersama semangat dan pikiran positifnya untuk Big Land.
Belum terucap satu kalimat pun, tangis Asti pecah. Lidahnya, kaku. Begitu banyak hal yang ingin diucapkannya, namun segalanya tampak sangat berat.
Indah mendekapnya. Berusaha menenangkan. “Asti, semua akan baik-baik saja. Walaupun saya tidak lagi di Big Land, kita masih tetap saudara, kan?”
Asti menggangguk. Aditya pun tidak bisa menyembunyikan kesedihannya, menyaksikan kondisi sang istri.
Pun, Rakha, terpaku dengan tatapan kosong. Keakraban ke dua wanita di hadapannya, seperti kenyataan yang hadir di depan matanya. Tentang kasih sayang tanpa syarat.
Tidak banyak percakapan. Indah pamit dan menyisakan Rakha bersama Asti dan Aditya.
Suasana masih diselimuti duka.
Aditya berusaha bangkit dari tidurnya, namun dengan kondisi kaki yang belum cukup kuat, membuatnya tidak bisa meraih tangan istrinya. Dia ingin lebih dekat dan menenangkan istrinya.
Asti yang menyadari, mendekat. Aditya menarik Asti dalam pelukannya.
“Semua akan baik-baik, Sayang. Mbak Indah akan tetap menjadi sosok yang sama. Semoga ET menjadi tempat terbaik untuknya, menggapai semua impian dan mendukung rencana hidupnya.”
“Tapi, yang aku pahami, Mas. Mbak Indah sangat mencintai Big Land. Aku menyaksikannya kembali dalam tatapan kesedihannya menceritakan perpisahan ini.
“Aku sedih, karena aku tahu, mbak Indah tidak baik-baik saja. Aku tidak bisa menemukan alasan untuk baik-baik saja. Mbak Indah terlalu berarti untukku, Mas,” ungkap Asti. Suaranya bergetar. Dia terdengar penuh emosional.
“Banyak hal tentang mbak Indah yang tidak pernah kubagi dengan siapa pun, Mas. Tentang kehadirannya, saat aku tidak punya tujuan…,” suaranya semakin lemah. Napasnya terdengar berat.
Aditya menggenggam kembali tangan istrinya. Entah apa yang bisa dia lakukan untuk mengurangi kesedihannya.
“Saat ibu sakit, aku merasa kehilangan dunia, Mas. Aku tidak sanggup membayar kontrakan, ibu butuh biaya. Dan lagi…,” tangisannya kembali pecah. “Mbak Indah datang seperti malaikat. Dia menjadi sosok kakak, dan juga menyayangi ibu,” sambung Asti.