Hendra duduk bersama Rizal di ruangannya. Terlihat sangat serius.
“Apakah semua akan baik-baik saja?” tanyanya.
“Aku akan mengupayakan, Indah tidak mendengar semua percakapan kita tadi, Pak,” sahut Rizal.
“Jangan sampai COO beralih darimu. Jika Indah gagal bergabung dan dia kembali ke Big Land, semua selesai. Kamu pun kehilangan posisimu!” jelas Hendra.
Pria itu berlalu dan meninggalkan Rizal di ruangannya.
“Huff. Kenapa dia harus mendengar semuanya!” sesalnya pada dirinya sendiri.
Rizal tampak berpikir. “Apakah mbak Intan, bisa kembali jadi penolongku sekarang?” gumamnya.
---
Liebe Box
Dona kembali menatap Indah dari jauh. Kembali, Indah duduk termenung sendiri di pojok ruangan Liebe Box. Menikmati suasana lebih sunyi Liebe Box di sore yang tak biasa.
Dona mengambil secangkir kopi hitam dari Romi. Membawanya ke meja Indah. “Apakah kamu keberatan jika aku bergabung?” tanya Dona, menunggu jawaban.
“Duduk aja, Don,” jawab Indah, tanpa gairah. Dona lantas duduk dan meletakkan kopi tadi di depan Indah.
“Adakah yang bisa aku dengarkan sore ini?” harap Dona. Dia jelas paham bahwa Indah tidak akan bercerita jika dipaksa. Dona menggunakan teknik ‘butuh’ jika ingin membuka gembok sahabatnya itu.
Belum ada jawaban, ponsel Dona bergetar. Tampak sebuah pesan masuk dari Yusuf.
Yusuf: Don, coba kamu lihat foto ini?
Dona mencoba memperbesar gambar yang dikirim Yusuf. Bukannya ini Rizal? pikirnya.
Dona: Rizal, Mas?
Yusuf: Kamu tidak memperhatikan wanita di hadapannya? Dan di sampingnya?
Dona kembali mengamati lebih jelas. Menggeser gambar lebih ke kanan, dan mendapati dua orang wanita bersama Rizal.
Dona: Aku gak kenal, Mas.
Yusuf: Kamu bersama Indah?
Dona: Iya Mas. Dia ada di sini.
Yusuf: Coba kamu tunjukkan.
Dona: Nanti masalah lagi, Mas.
Yusuf: Semua untuk kebaikannya.
Bersama keraguan, Dona memperhatikan kondisi Indah. Dia bimbang, tapi tetap mencoba.
“Indah, kamu lihat ini.” Dona meletakkan ponselnya tepat di depan Indah.