Tyas masih terpaku di hadapan Asti dan Aditya. Pembicaraan tentang restu orangtuanya pada pernikahan Aditya dan Asti, belum juga menemui titik terang.
“Aku akan menuruti permintaan mama, Mbak. Beliau mengusirku dari rumah. Dan meminta aku tidak lagi menampakkan wajah di hadapannya. Aku patuh pada itu, Mbak!” jelas Aditya.
“Tapi, papa kurang sehat, Dit. Dia ingin ketemu kamu dan istri kamu. Cobalah rendahkan gengsimu sedikit. Mbak mohon,” pinta Tyas.
Aditya tidak menjawab. Dia mengalihkan pandangannya, mengelus-ngelus kakinya yang perbannya telah dilepas. Menurut dokter hanya butuh beberapa treatment lagi, Aditya sudah bisa keluar dari rumah sakit.
“Apakah mama pernah mengatakan, dia menyesal atas sikap dan ucapannya tentang Asti?” sambung Aditya, mencari kepastian.
Tyas terpaku. Dia tidak bisa memberikan kejelasan, karena semua hanya sekedar dugaannya saat ini.
“Tuh kan. Mbak pun tidak bisa memastikan penerimaan mama. Aku tidak sanggup mendengar hal buruk lagi tentang Asti. Jika hanya membuat mama menambah kekeliruannya, tidak bertemu mungkin jauh lebih baik, Mbak.
“Aku tidak punya waktu untuk memperjuangkan sesuatu yang sudah pasti tidak akan berhasil. Menghadapi mama selalu membuatku serba salah dan itu menyesakkan, Mbak!” ungkap Aditya.
Tyas tidak menjawab. Dia menoleh ke Asti. “Asti, kamu mau, kan?” tanya Tyas. Namun wanita itu justru menatap suaminya. Menunggu respons pria itu.
“Mbak, aku mohon maaf. Kalau mas Aditya memberi izin, dengan senang hati aku akan mengunjungi papa,” sebut Asti.
“Dit, orangtua akan selamanya jadi orangtua. Sehebat apa pun seorang anak, itu tidak akan mengubah kenyataan. Mama juga sudah lebih kompromi sekarang, Dit. Yang Mbak lihat, dia mulai menyesali semua kesalahannya.
“Tapi, kalau kamu dan mama terus menjaga ego, keluarga kita akan selamanya seperti ini. Hanya kamu harapan, Mbak.”
“Akan kupertimbangkan setelah pemulihanku benar-benar tuntas!” tegas Aditya.
“Mbak ingin ceritakan sedikit, kondisi mama saat acara arisan kemarin, di rumah kita. Tante Maya dan Sandra, hadir. Saat ibu-ibu membicarakanmu yang memilih seorang wanita biasa, bukan dari kalangan mereka, mama dengan penuh emosi melabrak semua ibu-ibu itu.
“Yang paling berkesan untuk Mbak, saat mama berucap, ‘Asti itu menantu yang sangat baik. Dia sangat mencintai Aditya. Dia akan memperlakukan Aditya seperti aku, ibunya, memperlakukannya. Anakku akan terjaga bersamanya! Jadi jangan sampai aku mendengarkan kalian membicarakan menantuku seperti itu!’. Mama sudah berubah, Dit,” ungkap Tyas.
Aditya tidak menjawab.
Melihat suasana ruangan itu kini berganti hening, Tyas merasa cukup berbicara panjang lebar pada adiknya. Tugasnya, selesai. Selanjutnya bergantung pada kelapangan adiknya untuk bisa membangun hubungan baik dan memperbaiki segalanya.
Tyas, pamit.
Asti mendekati suaminya. Dia mengangkat dagu sang suami, dan menatapnya lebih dekat. Asti mendapati mata pria itu basah. Saat wajahnya tegak, air mata menetes pelan membasahi pipinya.
Asti membelai pipi sang suami dengan lembut dan menghapus tetesan air mata itu.
“Kita temui mama setelah keluar dari rumah sakit, ya, Mas?” ucap Asti lembut.
Aditya menggangguk, air matanya kembali menetes.
Asti mengecup kening Aditya, pun, dengan penuh kasih sayang. Dia memahami perasaan suaminya. Walaupun tidak terungkapkan. Asti mengerti, suaminya pun sangat merindukan ibunya.
Anak, tetap seorang anak. Tak akan tumbuh dan hidup, tanpa kasih sayang orangtua.
---
Langit Motor
Senyuman Rakha berkibar menyambut langkah Edward mendekat. Suasana bengkel Langit Motor di siang ini, tampak ramai.
Rakha meninggalkan kegiatannya yang sementara belepotan dengan oli mesin, menyambut kedatangan saudaranya itu.
Edward memberikan senyuman yang sama hangatnya. Dia langsung melabuhkan pelukannya pada Rakha.
Rakha tercengang.
Terkejut dengan sikap Edward yang terasa begitu bersahabat.
“Kamu gak lihat, pakaianku ini kotor. Pakaianmu jadi ikutan kotor,” ucap Rakha, setelah Edward melepaskan pelukannya.
Edward menoleh situasi dalam bengkel saudaranya itu.
“Kamu apa kabar?” tanya Edward.
“Seperti kamu lihat. Lumayan sibuk,” jawab Rakha, canggung.
“Kamu kelihatan lebih sehat, ya?” sambung Edward.