Asti berdiri terpaku, setelah mendapati sosok di depan pintu. Aditya menyusul istrinya.
“Mama,” ujar Aditya, terkejut. Asti tak kalah kaget. Bertemu dengan ibu suaminya selalu menghadirkan ketegangan, yang membuat lidahnya kaku. Tidak tahu menempatkan diri.
Aditya yang paham, langsung menggandeng tangan istrinya.
“Masuk, Ma,” pinta Aditya, bersikap santun. Dewi melangkah masuk ke dalam apartemen anaknya. Sorot matanya tak seperti biasa. Dia terlihat lelah, wajahnya tidak sesempurna biasanya.
Hening.
Asti menuju dapur menyiapkan minuman.
“Mama, apa kabar?” Aditya memecah sunyi. “Mama, baik. Sehat. Kamu dan Asti apa kabar?” sambung Dewi.
“Baik, Ma,” jawab Aditya.
Tak berselang lama, Asti sudah kembali dengan secangkir teh hangat. Dihidangkannya dan duduk di samping suaminya.
“Mama ke sini….” Dewi menghentikan kalimatnya. Terdengar berat setiap kata yang diucapkannya.
“Sering-seringlah main ke rumah. Papa akhir-akhir ini, kurang sehat. Papa merindukan berkumpul bersama dengan anak-anaknya, juga dengan menantunya,” ucap Dewi.
Aditya menoleh pada istrinya dengan senyuman, lega. Aditya berdiri dan mendekat pada ibunya. Dia berlutut dan menggengam tangan ibunya.
“Ma, Aditya minta maaf….” Tangisannya pecah.
Dewi pun tak bisa menahan sedih. Air matanya juga mengalir. Dia memeluk anaknya. Rasa bersalah menguasainya. Melewatkan banyak waktu bersama anak-anaknya, karena keegoisannya.
Aditya menoleh dan meminta Asti mendekat.
Aditya memberikan tempat. Asti pun sungkem pada ibu mertuanya, untuk pertama kalinya.
Tembok ketegarannya, runtuh. Air matanya membasahi pipinya. Rasa haru atas penerimaan ibunda suaminya, tampak lebih melegakan.
“Mama, minta maaf, Nak. Maafkan atas semua kata-kata tidak pantas yang pernah Mama ucapkan. Mama sadar, kamulah wanita terbaik untuk Aditya. Mama ikut berbahagia dengan kebahagiaan Aditya memilihmu,” ucap Dewi, suaranya berat, menahan kesedihan akan sesalnya.
“Iya, Ma. Terima kasih sudah membuka hati, menerima saya….”
Dewi memeluk Aditya dan Asti. Ya, kelapangan menerima kenyataan, akan selalu mendatangkan kebahagiaan. Berbeda, tapi akan selalu membawa kedamaian.
---
Langkah tegap nan penuh percaya diri, mengiringi langkah pertama Indah sebagai seorang Chief Executive Officer.
Wanita pertama berusia tiga puluh lima tahun, yang menempati posisi paling bergengsi. Pada sebuah perusahaan konstruksi paling menjanjikan di tahun 2021.
Berdasarkan hasil rapat awal sesaat setelah penunjukannya, Indah menetapkan Pernyataan Profesional Berintegritas seluruh elemen Big Land. Dimulai dari tingkat atas, dirinya selaku CEO, kemudian seluruh anggota Direksi, pimpinan masing-masing devisi dan staf di level paling bawah.
Mereka telah sepakat, tidak ada kompromi pada ketidaksiplinan. Tidak ada kesempatan kedua untuk penyelewengan kekuasaan. Dan hanya hukum yang berbicara terkait korupsi dan segala jenis penyimpangan material.
Indah telah menunjuk Dewan Penasihat sekaligus Tim Pengendali Internal yang diangkat dari karyawan-karyawan. Yang dipromosikan setelah mendapatkan penghargaan atas kejujuran dan kinerja terbaik mereka untuk perusahaan. Jelas, mereka yang berada pada posisi ini, mendapatkan fasilitas terbaik dan penghasilan yang sangat menjanjikan.
Bagi Indah, Big Land yang sedang berada di puncak, bukan hanya wajib kuat menghadapi badai. Namun yang lebih berat adalah, menghadapi konflik internal perusahaan. Menurutnya pengawasan wajib menjadi urutan pertama dan menjadi prioritas pada awal-awal kepemimpinannya.
Dia yang paling memahami perusahannya. Dia yang memulai karier dari staf di level paling bawah, bertahap melalui seluruh jenjang sampai di posisi tertinggi saat ini. Dan yang selalu menjadi perhatiannya adalah kejujuran dan memberikan kinerja terbaik untuk perusahaan. Dia kini ingin menularkan cinta yang besar itu, pada seluruh elemen yang kini berada dalam kekuasannya.
Dia punya obsesi besar. Menjaga Big Land tetap di puncak, dan terus memberikan manfaat besar bagi lingkungan, bangsa dan khusus pada mereka yang terus bekerja keras untuk Big Land.
Keputusan pertamanya yang membuat heboh Big Land, Indah Efrina hanya akan menerima gaji bulanannya senilai dua puluh juta. Sedangkan seluruh tunjangan dalam bentuk fasilitas dengan nilai hampir seratus juta, dia sumbangkan untuk beasiswa ahli waris korban kebakaran perkampungan bawah.
Sebuah keputusan besar, yang akhirnya membungkam mereka yang terus menggugat kejadian itu. Jika terkait kehilangan, justru Indah yang paling merasakan kehilangan. Namun, penerimaan dan kesadarannya membuktikan, dia bisa memberikan manfaat lebih besar dari penerimaannya memaafkan masa lalu.
“Bu,” suara Asti, memecah khayalan singkat Indah.
Sambil menunggu keberangkatannya mengikuti training eksekutif, Asti masih menempati jabatannya sebagai sekretaris Indah. Namun, jabatan kali ini lebih mentereng, sekretaris CEO.
Mata Indah, membelalak. Mendapati berkas yang di bawah Asti tersusun begitu tinggi. Sampai wajah Asti, nyaris tidak terlihat lagi.
“Itu berkas apa?” tanya Indah.
“Beberapa proposal bisnis dari beberapa perusahaan yang sebelumnya menarik diri dari kerja sama proyek kita. Dan sebagian lagi adalah proposal proyek baru yang mengajukan permohonan kerja sama,” jelas Asti.
Indah menarik napas panjang. Sedari pagi, dia belum beristirahat sedikit pun. Waktunya habis hanya menandatangani berkas-berkas penting, yang tertunda saat kepemimpinan Big Land, kosong.