SETIAP WAKTU ADALAH KENANGAN

Linda Fadilah
Chapter #5

04. HUJAN DAN KAMU

Kekesalanku masih menggebu hebat, tapi anehnya aku tidak bisa marah. Selalu saja aku begitu, memendam rasa kesal dan amarah tanpa bisa aku ledakkan. Aku hanya diam sambil cemberut. Mungkin orang-orang akan mengira aku sedang dirundung sejuta masalah pekerjaan karena ketika mereka berusaha bertanya dan menyapaku, aku hanya mengangguk samar dan tersenyum tipis.

Ah, aku jadinya malu sendiri.

Tapi aku begini gara-gara ketiga sahabatku yang sangat menyebalkan sekali hari itu. Mau disimpan di mana mukaku kalau Garra mengira yang tidak-tidak?

Aku takutnya dia justru malah ilfeel.

Masa cewek naksir terang-terangan? Memang banyak, sih. Tapi aku tidak!

Aku merebahkan tubuhku di atas ranjang. Belum sempat berganti pakaian namun tubuhku rasanya sangat lelah. Bergelut dengan segala macam pekerjaan dan juga berbagai tragedi membuat energiku terkuras habis kurasai. Aku memejamkan mata, berusaha mendistraksi segala pikiran yang berkecamuk di kepala, mengistirahatkan segala rasa lelah yang menguasai raga.

Aku merasakan kepalaku setengah pusing, aku memijit perlahan kepalaku dengan harapan rasa pusing itu menghilang. Namun tiba-tiba, ponsel yang ada di dalam saku celanaku bergetar. Refleks tanganku segera meraih benda tipis itu. Dengan mata yang setengah terbuka, aku melihat ada sebuah pesan masuk WhatsApp dari nomor tidak dikenal...

08579877×××× :

Ica?

Aku mengernyitkan dahi heran. Aku buru-buru beranjak dari posisiku dan duduk. Aku meng-klik nomor itu dan kulihat foto profilnya. Astaga! Itu ... foto Garra!

Bola mataku nyaris keluar dari kelopak saking aku betul-betul sangat terkejut dibuatnya. Aku betul-betul tidak percaya dengan pesan masuk yang baru saja aku terima. Aku tidak mungkin salah lihat! Itu benar-benar foto Garra yang terpampang nyata di layar ponselku.

Dan pesan itu benar-benar dari Garra. Catat itu G-A-R-R-A!

Tapi aku tidak langsung percaya begitu saja. Aku takut ini hanya tipuan belaka dari salah satu sahabatku yang bisa saja menjahiliku karena mereka tahu aku menyimpan rasa pada Garra. Bisa saja ini ulah mereka hanya karena ingin meyakinkan perasaan kecurigaan mereka terhadap apa yang aku rasakan dan apa perkataan Maudy benar atau tidaknya.

Tapi jika begitu, mereka betul-betul tidak ada kerjaan!

Aku benar-benar bingung harus bagaimana? Aku saat itu dirundung rasa bimbang yang amat mendalam, dihadapkan pada dua pilihan antara balas atau aku campakkan?

Ada dua kemungkinan juga, jika aku balas dan ternyata itu ulah salah satu sahabatku, aku bisa malu tujuh turunan dan mereka pasti menertawakan aku bahkan semakin menggila aksinya untuk mendekatkan aku dengan Garra.

Tapi jika aku mencampakkannya, sama saja aku menyia-nyiakan kesempatan emas di depan mata. Aku takut dikira sombong atau jual mahal.

Alhasil, dengan segala keputusan dan pertimbangan yang sudah kuambil, dengan segala perkelahian yang bergelut antara pikiran dan isi hati. Akhirnya Aku putuskan untuk membalasnya!

Biar saja kalau memang itu salah satu sahabatku, aku akan menerima segala konsekuensi dan rasa malu.

Aku membalas...

Iya?

Dua detik berikutnya, Garra membalas...

Ini aku Garra hehe.. Salam kenal ya?

Jantungku seolah lompat ke perut dan membuat sensasi bergelenyar dan aku tiba-tiba mulas. Degup jantungku berdetak semakin kencang dan perasaanku dibuat campur aduk tak karuan. Aneh! Kedua tanganku tiba-tiba gemetar.

Aku menarik napas panjang untuk membalas...

Iya, Garra. Maaf banget ya tadi kelakuan temen-temen aku. Mereka emang suka pada usil.

Beberapa detik berikutnya, Garra menjawab.

Ya, gpp.

What? Aku terkejut. Betul-betul sangat terkejut dengan balasan darinya. Sepadat itu? Sesingkat itu? Kenapa harus GPP?

Aku betul-betul jadi kesal sendiri. Aku melempar ponselku ke atas bantal. Kepalaku yang semula sedikit pusing jadi pusing beneran. Bisa-bisanya dia hanya membalas sesingkat itu?

Aku jadinya yakin kalau itu memang benar Garra dan bukan ulah sahabatku.

Aku langsung berasumsi bahwa dia mungkin saja sudah mempunyai kekasih? Atau sedang menjaga perasaan seseorang? Tapi kalau benar, mengapa dia harus mengirim pesan padaku?

Banyak sekali praduga yang menyelimuti penuh kepalaku. Segala asumsi bergelut hebat dalam kepalaku. Aku merasa saat itu semacam mendapat penolakan. Ya, penolakan perasaan dengan terang-terangan dan harus kutelan mentah-mentah. Aku yakin dia sudah punya pacar dan dia mengirim pesan padaku hanya untuk sekadar memenuhi perintah Ike yang kalau tidak dia lakukan, dia akan dapat ancaman.

Dan mulai hari itu, perasaanku seolah pupus ditelan harapan palsu. Segala asumsi di kepala seolah mengatakan bahwa aku tidak pantas untuknya dan aku yakini bahwa aku benar-benar membencinya!

Camkan saja perkataanku, kalau aku tidak akan pernah lagi mengejar laki-laki sok kegantengan seperti dia. Ingat itu!

***

Hari-hari berikutnya aku menjalani rutinitasku seperti biasanya. Kembali ke setelan awal sebelum mengagumi Garra. Aku kembali cuek dan bodo amat, lebih banyak diam apalagi kalau tidak sengaja aku dan Garra berpapasan.

Pernah satu waktu aku sedang berusaha mengambil berkas di rak yang letaknya dekat dengan ruang divisi Garra. Saat itu, aku kesulitan untuk mencapai berkas yang disimpan di rak paling atas. Sialnya, tidak ada kursi atau semacamnya yang bisa membantuku untuk mencapai ke sana, jadi aku harus bersusah payah melompat-lompat untuk tanganku bisa mencapai map itu.

Aku kesal sendiri. Aku enggan meminta bantuan pada orang lain karena malu.

Lalu tiba-tiba tanpa kuduga, ada tangan yang menjulur dari arah belakangku dan mengambil map yang menjadi tujuanku. Refleks dengan kaget, aku menoleh dan menemukan Garra sedang berdiri tepat di belakangku. Jarak kami sangat dekat dan nyaris bersentuhan.

Lihat selengkapnya