Surya menatap dirinya di depan cermin kamarnya, setelan tuxedo melekat begitu sempurna di badannya, siap mengantarkannya di pesta perpisahan sekolah.
Sesekali pandangannya teralihkan pada sebuah foto dirinya dengam Vera yang berada di meja belajarnya, membuatnya tersenyum-senyum sendiri, seperti mengingat sebuah kenangan yang membuatnya selalu merasa bahagia.
Dia terkejut saat pintu kamarnya tiba-tiba terbuka dan pak Wiryawan masuk dengan wajah marahnya, disusul ibu Wiryawan yang terlihat khawatir dan segera menghampiri Surya.
"Apa ini?" Pak Wiryawan mengacungkan sebuah kertas ditangannya pada Surya.
Wajah Surya tampak tegang saat menjawab pertanyaan pak Wiryawan. "Pemberitahuan penerimaanku di sekolah musik ..."
"Bapak tahu apa ini," Pak Wiryawan melemparkan kertas ditangannya ke hadapan Surya dan ibu Wiryawan hingga membuatnya berhamburan di lantai.
Emosi Surya terlihat sudah memuncak namun dengan sabar ibu Wiryawan menahannya saat Surya hendak melawan bapaknya.
"Bapak kecewa denganmu karena diam-diam mengikuti beasiswa sekolah musik ini, padahal bapak sudah melarangnya. Kita sudah sepakat dan semua sudah beres ..."
"Bapak dan teman-teman bapak yang sepakat bukan Surya, itu pilihan bapak bukan pilihan Surya." Amarah Suryapun keluar.
"Itu semua demi kebaikanmu dan masa depanmu. Kamu yang akan mewarisi kerajaan bisnis bapak ..."
"Tapi Surya tidak menginginkannya ..."
"Omong kosong, semua anak-anak diluar sana bermimpi dilahirkan dikeluarga Wiryawan."
"Tapi Surya tidak ..."
Sebuah tamparan dari ibu Wiryawan membuat Surya terdiam seketika.
Pak Wiryawan segera menghampiri istrinya yang menangis dan tampak menyesal telah menampar putranya.
Surya meraih handphone dan kunci mobilnya lalu meninggalkan kamarnya.
***
Suasana di dalam mobil begitu tenang namun terasa canggung bagi semuanya. Hanya terkadang terdengar suara umpatan dari Roni yang begitu emosi dengan suasana macet di jalanan kota Jogja. Surya dan Vera saling membuang muka dan lebih memilih menatap keluar dari jendela di samping mereka. Mulut Erika tertahan saat dia hendak berbicara sesuatu dan melihat Roni menggelengkan kepala padanya. Dia lebih memilih memutar radio lalu memilih musik jazz untuk memecah keheningan diantara mereka.
Tiba-tiba radio kehilangan frekuensinya dan memutar, mencari gelombang sendiri yang membuat Erika dan Roni terkejut lalu terdengar lagu I Shall Believe dari Sheryl Crow.
Semuanya terkejut saat lagu itu tiba-tiba diputar, Erika panik dan mencoba mengganti lagu atau frekuensi namun gagal. Ia hendak memukul radio tape dengan high-heels nya namun dicegah Roni.
"Gila kamu, belum lunas ini."
Surya dan Vera saling berpandangan, lalu tiba-tiba Surya berteriak saat rasa sakit di kepalanya muncul, dipegangnya kepalanya dengan kedua tangannya.
"Surya ...?" Vera terkejut dan mendekat kearah Surya, dia kelihatan bingung.
"Kenapa dengannya?" teriak Roni khawatir.
"Surya ..." Erika ikut melihat kearah Surya. "Mungkin kita harus menepi dulu," pinta Erika pada Roni.
"Aaaahhh ...." Surya masih berteriak kesakitan. Lalu muncul kilasan-kilasan dalam ingatan Surya saat dia mengendarai mobilnya di tepi pantai dan saat sebuah cahaya terang yang melintas dihadapannya membuat mobilnya terguling guling di pantai.
Mobil mereka berhenti mendadak ditepi jalan, lalu Surya segera keluar dari dalam mobil dan muntah di dekat parit.