Puti bangun lebih pagi, ia sibuk di dapur mencari mie cup kesukaannya. Puti membawa mie cup yang telah ia seduh ke kamar. Ia duduk di kursi yang menghadap keluar jendela, ia memandangi gunung tinggi yang beberapa hari ini tak disapanya sambil menikmati hangatnya mie instan.
“Enak ya, makan di kamar!” terdengar teriakan Tio dari arah jemuran.
“Mumpung mama sama papa lagi nggak di rumah! Jadi bebas makan di kamar!” Puti tersenyum dan masih memperhatikan Tio menjemur pakaian.
“Eh, makan?” lanjut Puti menawari Tio.
Tio bergegas menyelesaikan menggantung jemuran. Setelah menyelesaikan tugasnya, Tio berjalan kearah jendela Puti, "Mama papa kamu kemana?" tanya Tio.
"Lagi ke rumah nenek, nenek lagi sakit."
“Aku mau coba!” Tio menunjuk cup yang digenggam Puti, "Boleh?" tanya Tio.
Puti mengulurkan garpu kecil, dan Tio langsung mengambilnya lalu menyantap mie milik Puti.
“Hmmmm, enak!” ujar Tio melirik Puti. Puti hanya tersenyum dan membiarkan Tio memakan sarapannya.
“Aku juga mau!” Dalli merenggut garpu kecil dari tangan Tio.
“Kemana kalian kemarin? Sama-sama nggak di rumah?” tanya Dalli agak kesal.
Puti tersenyum, "Cuma ke Aroma Pecco doang!” jawab Puti.
“Kamu ini! Gayanya sama Kakak nggak muhrim-nggak muhrim! Tau tau nya pergi berduaan sama cowok!” Dalli mengangkat garpu seperti hendak memukul Puti.
“Kakak kok sinis gitu? Namanya juga baru mulai perbaiki diri, Pelan-pelan!”
“Maksud Kakak, kamu itu masih belum boleh pergi sama orang asing tanpa izin Kakak! Kan mama kamu suruh Kakak yang jagain kamu!" jawab Dalli dengan maconya.
Tio memegang pundak Dalli, “Kamu bilang aku orang asing?” Tio membulatkan matanya menatap Dalli.
“Kamu saudara ku, Bro!” jawab Dalli tegas.
Dalli melanjutkan suapan keduanya dan ia tersedak, “Ini kamu habisin!” ujar Dalli sambil memberikan cup dan garpu tadi ke tangan Tio dan segera pergi pulang ke rumahnya.
“Dia kenapa?” tanya Tio. Puti menaikkan bahunya dan tertawa melihat tingkah Dalli.
Tio melanjutkan memakan Mie milik Puti, "Aku habisin aja ya?"
Puti mengangguk dan mengalihkan pandangan untuk menatap Gunung Kerinci.
“Kapan ya, aku bisa berada di puncak Gunung Kerinci? Bisa nggak ya?” ujar Puti.
“Kamu pengen ke sana?” tanya Tio, “Aku malah udah punya rencana mau nanjak tujuh belasan nanti,” ujar Tio lagi dengan percaya diri.
“Aku bisa nggak ya?" Puti masih memandang gunung itu.
“Hari ini temenin aku yuk? Dari pada kamu sendirian di rumah," ajak Tio.
“Nggak boleh nolak!” tegas Tio dengan mengacungkan telunjuknya ke muka Puti.
“Ini syarat kedua ya?” tanya Puti.
“Bukan, ini bukan jalan, tapi nemenin sebentar aja!”
“Hm, Curang!”