“Kamu siap?” tanya Tio pada Puti.
Puti hanya mengangguk menatap gerbang pendakian gunung Kerinci dengan wajah ragu.
“Lihat puncak itu, Puti!” ujar Tio menunjuk puncak sumatera yang berdiri angkuh berdampingan dengan langit.
“Di sana! Kita akan menginjakkan kaki di sana! Hal yang tidak akan kita lupakan seumur hidup kita!” Tio memberi semangat.
“Dengan keyakinan, dengan tekad dan dengan kekuatan! Kita melangkah dari sini, Puti! Untuk menginjak titik tertinggi pulau Sumatera! Kamu harus bisa! Mimpi kamu kan?” lanjut Tio.
Puti berdiri meyakinkan diri dan menatap pasti pada ujung runcing dengan segitiga sempurna itu.
***
Puti bergegas menyesuaikan langkah dengan Tio agar tidak tertinggal. Mereka berjalan cukup pelan mengingat mereka akan membutuhkan banyak tenaga untuk kedepannya.
Benar saja ketakutan Puti tak berlangsung lama, Puti menikmati sekali suasana hutan hujan tropis yang sangat lebat di kaki Gunung Kerinci dan diselingi udara sejuk. Puti mulai terbiasa dengan perjalan itu dengan candaan Tio yang tak ada habisnya di setiap kali mereka berhenti di pos.
Didampingi oleh pemandangan indah, tak terasa mereka sudah berjalan selama kurang lebih tujuh jam melewati hutan dan sekarang mereka sudah sampai di shalter satu yang sudah berada di ketinggian 2.500 mdpl.
“Kita ngecamp di sini dulu,” ujar mas Yuda sambil menunjuk ke arah tanah lapang.
“Kita bermalam dulu mas?” Tanya Tio.
“Iya yo, besok pagi kita sambung lagi.”
Mas Yuda, Tio dan anggota lainnya sudah mulai mendirikan tenda. Sedangkan Puti beristirahat duduk di sebuah batu.
Puti merdengar perbincangan Tio dan mas Yuda sembari mendirikan tenda.
“Kedepannya gimana mas?”
“Jalannya mulai terjal, tapi gampang lah, kalian pasti bisa! Walaupun lebih menantang dari Rinjani dan Simeru,” goda mas Yuda sambil tertawa kecil.
Mendengar perkataan mas Yuda, Puti semakin ingin lebih cepat beristirahat menyimpan tenaga agar tak menyerah nantinya.
***
Matahari sudah mulai muncul, semua rombongan sudah siap untuk melanjutkan perjalanan.
Kali ini perjalanan cukup menantang, Puti sangat terkejut melihat jalur yang sangat terjal dan beberapa trek juga penuh dengan akar, Puti tampak sangat kelelahan harus memanjat dan mendaki jalur yang sangat terjal.
Namun ada yang membuat Puti tak henti memuji karena melihat akar-akar yang melengkung membentuk seperti gerbang nan sangat cantik. Karena kecantikan itu rasa lelah Puti terkalahkan dan berganti menjadi semangat untuk memanjat.
Akhirnya semua jalur dapat ditaklukkan oleh Puti walaupun Puti tampak sangat lelah.
Sekitar pukul setengah empat sore mereka akhirnya sampai di shalter 3.
“Kita sudah di atas awan!” ujar Puti dengan wajah senangnya.
Tio tersenyum menatap Puti dan membentangkan tangannya untuk merenggangkan badan, lalu ikut menikmati pemandangan dari atas awan yang sangat indah.
“Puti, rumah kita kelihatan nggak ya dari sini?” tanya Tio.
“Rumah kita?” Puti mengangkat satu alisnya.
“Eh, rumah orang tua kita, kita belum punya rumah ya?” Tio tertawa kecill.
“Kamu mau kita buat rumah di mana?” lanjut Tio lagi.
Puti menatap Tio polos.