Setitik Cahaya Yang Meredup

sandra firnawati
Chapter #1

#1 Tentang Abah

Pangalengan, Juni 1993

Hari ini rumahku ramai dikunjungi banyak orang, penuh sesak didalam ruang tamuku, bahkan kakak-kakakku dari luar kota pun berkumpul semua hari itu. Namun bukan keceriaan yang meliputi kami semua, melainkan tangis perpisahan, tangis kesedihan karena ayah tercinta kami harus pergi selama-lamanya. Abah yang selama ini aku kenal sebagai orang yang lugas, tegas bahkan kadang menyeramkan namun ternyata memiliki ruang tersendiri dihati orang-orang yang mengenalnya. Ya, walaupun abah terkesan datar, namun dia adalah seorang yang sangat pemurah, dia tidak segan mengajak tetangga-tetangga yang kebetulan lewat depan rumah untuk ikut makan siang bersama hanya karena hari itu emak memasak makanan istimewa dirumah. Emak yang saat itu lelah setelah selesai memasak masakan spesial untuk abah, hanya mampu tersenyum getir karena akhirnya masakannya habis dimakan bersama-sama dengan tetangga-tetangga disekitar rumah, dan abah? dia hanya mencicipi sedikit dari masakan yang telah emak sajikan untuknya.

Malamnya kudengar emak sempat mengomel pada abah

"Bah, kalau mau ngajak tetangga makan-makan tuh bilang-bilang dulu atuh..jangan kayak tadi, emak udah masak yang spesial buat abah, malahan dikasih ke orang lain"

Kulihat abah hanya tersenyum simpul

"Heeuu..si abah malah senyum-senyum gitu, ga menghargai usaha emak udah masak buat abah"

Lagi-lagi kulihat abah hanya senyum-senyum saja, dan bahkan senyumnya semakin melebar

"Abah malahan ketawa!! Besok-besok emak ga mau masak lagi ah! Kalau masakan emak ga enak, ga usah dikasihin ke orang, kasih aja ke kucing"

Bibir emak terlihat semakin manyun, aku rasa saat itu emak benar-benar kesal sama abah. Emak yang tadinya duduk menghadap abah sambil melipat pakaian-pakaian yang siang tadi selesai dijemur, langsung memalingkan badan dan wajahnya membelakangi abah, aku yakin emak saat itu sedang ngambek. Dengan lembut, abah merangkul tubuh emak dari belakang

"Neng geuliiiisssss..."

Panggilan sayang abah kepada emak, dengan nada yang sangat tulus

"Dengar baik-baik yah!"

"Masakan emak tuh masakan paling juara buat abah, ga ada lawannya! seedeeeeppp pisan! tapi abah ga mau egois, abah juga mau manusia diseluruh dunia ini tahu bahwa masakan istri abah tuh masakan yang juara, makanya abah ngajak tetangga-tetangga tadi siang makan bareng-bareng supaya mereka bisa nyicipin masakan istimewanya emak, lagipula menyenangkan hati orang lain, itu tuh salah satu sunnahnya Rasulullah, insyaallah nantinya kita bakalan dibalas dengan banyak keberkahan dari Gusti Allah.”

Perlahan wajah emak yang tadinya cemberut mulai berubah

"Tapi kan abah tadi jadi ga nyobain masakan emak"

"Kata siapa? Abah nyobain kok, Alhamdulillah walaupun sedikit abah nyobain tapi rasanya hm mmm..luar biasa langsung membuat lapar abah hilang seketika,enaaaakkk pisan!"

Wajah emak fix langsung berubah jadi ceria. Abah memang selalu punya cara untuk menyenangkan hati orang-orang disekitarnya, terutama untuk orang-orang yang dicintainya, termasuk aku.

Pernah suatu waktu, aku marah pada abah karena tidak mau membelikan sepasang sepatu warior warna hitam yang harus aku kenakan pada perlombaan menyanyi tingkat kecamatan, dan aku terpilih sebagai perwakilan dari sekolahku. Syarat harus menggunakan sepatu warior warna hitam sungguh sangat menyusahkan untukku, karena abah hanyalah seorang pensiunan mandor perkebunan teh, yang pada saat pensiunnya entah atas pertimbangan apa, abah meminta jatah pensiunan yang seharusnya bisa didapat tiap bulan, malah abah minta semuanya, terhitung untuk jangka waktu bertahun-tahun yang diakumulasikan semuanya.

Menurut cerita, uang yang didapat abah sangatlah banyak, sampai berkarung-karung uang memenuhi isi kamar abah. Aku tidak mengalami masa itu karena saat itu aku belum lahir. Namun kata emak, lagi-lagi karena kemurahan hati abah pada orang-orang disekitarnya, uang berkarung-karung yang sebegitu banyaknya hampir habis hanya dalam jangka waktu beberapa tahun saja, sebagian habis karena memang dipakai untuk biaya hidup sehari-hari, namun sebagian besar lainnya habis karena dipinjam orang sana sini dan juga dibagi-bagi pada orang yang membutuhkan. Emak pernah bilang padaku bahwa pada saat itu emak sempat protes sama abah karena terlalu royal kepada orang-orang, namun seperti biasa, jawaban manis abah selalu bisa meluluhkan hati emak

"Ga apa-apa mak, Alhamdulillah kita masih bisa ngebantuin orang lain, harta ini amanah dari Gusti ALLAH untuk bantu orang lain melalui tangan abah, Insyaallah nanti dibalas dengan keberkahan dari Gusti ALLAH”

Dan akhirnya masa-masa sulit harus dilewati oleh abah dan emak ditahun-tahun berikutnya sampai dengan aku lahir dan sebesar ini. Beruntung setelah pensiun, hanya ada 3 anak yang masih ditanggung kehidupannya oleh abah dan emak, ditambah dengan aku yang terlahir tepat 2 tahun setelah pensiunnya abah. Sedangkan 3 orang kakak-kakakku lainnya sudah besar dan sudah tinggal jauh dari abah dan emak, karena sudah menikah dan juga karena bekerja diluar kota.

Kembali pada persoalan sepatu warior hitam yang diwajibkan sekolahku untuk syarat aku ikut lomba, itu pun akhirnya menjadi kendala besar untukku, abah yang sudah kesulitan keuangan, berterus terang padaku bahwa dia tidak mampu membelikan sepatu itu untukku, apalagi memang waktunya pun mepet sekali, aku baru diinfo mengenai sepatu warior hitam ini 3 hari sebelum hari H perlombaan, sangat tidak memungkinkan kalaupun aku mau meminta dibelikan oleh kakak-kakakku yang sudah bekerja diluar kota. Dan akhirnya pun aku gagal mengikuti perlombaan menyanyi tersebut. Rasanya aku marah sekali pada abah yang tidak mampu memfasilitasi aku untuk bisa berprestasi, padahal aku sudah sangat percaya diri untuk mengikuti lomba tersebut. Terbayang dibenakku, walaupun nantinya aku tidak jadi juara, tapi setidaknya, sudah tampil di ajang perlombaan menyanyi tingkat kecamatan sebagai perwakilan SDN 1 Pangalengan yang favorit, pasti akan membuat aku sedikit dikenal masyarakat, membanggakan karena telah menjadi perwakilan sekolah, tapi impianku hancur hanya karena sepatu warior hitam. Aku sempat mogok makan dan mengurung diri dikamar selama hampir seharian. Sorenya, pintu kamarku diketuk perlahan oleh abah.

Lihat selengkapnya