Setitik Cahaya Yang Meredup

sandra firnawati
Chapter #3

#3 Langit Runtuh

Pangalengan, Akhir Desember 1993

Waktu terasa begitu cepat berlalu, sudah 6 bulan aku menjalani hari-hari sebagai siswi SMP, meski tanpa abah. Tapi ALLAH Maha Baik, setelah abah pergi, lalu aku dipertemukan dengan Aisyah si anak baik hati yang kini telah menjadi sahabat terbaikku. Mungkin hari-hari yang begitu cepat berlalu tanpa terasa, itu karena hari-hariku bersama Aisyah yang begitu menyenangkan, tiada hari tanpa keseruan bersama kami. Mungkin sebagian orang akan bertanya, pernahkah aku dan Aisyah berkonflik atau bertengkar?

Jawabannya, TIDAK.

Entah apa yang membuat kami saling menyayangi satu sama lain secara tulus, kami seolah saudara yang selama ini terpisahkan lalu bertemu kembali. Sedikitpun, kami tak pernah ada rasa marah sama sekali satu sama lain, Yaaa kalau berbuat kesalahan sih pasti pernah, kami manusia normal yang kadang berbuat salah bahkan sesekali pernah mengecewakan satu sama lain, tapi anehnya diantara kami tidak pernah ada rasa marah dan dengan mudahnya pasti akan memaafkan kesalahan tersebut.

Persahabatan diantara kami sangatlah indah, bahkan kami juga sudah ga segan bila berbincang dengan keluarga dari masing-masing kami, benar-benar terasa seperti saudara.

Sewaktu Aisyah akan menemani ibunya pergi ke kota Bandung, menghadiri acara hajatan dari bos bi Esih, teh Kokomlah yang menjahitkan baju untuk dipakai Aisyah juga bi Esih, karena memang itu adalah hajat dari keluarga yang cukup ternama di Bandung, jadi pastilah yang hadir harus menggenakan baju-baju terbaiknya. Dan akhirnya teh Kokom yang memang sudah jago menjahit, mau membuatkan baju yang sangat cantik untuk mereka berdua secara cuma-cuma. Sepulangnya Aisyah dan bi Esih dari Bandung, mereka ternyata membelikanku sepasang sepatu untuk sekolah, kebetulan memang sepatuku pun sudah mulai kekecilan, dan aku jadi teringat kenangan tentang sepatu warior hitam bersama abah dulu.

“Neng, kamu suka ga sepatu yang ibu dan aku belikan untuk kamu?” Tanya Aisyah padaku saat dia memberikan sepatu tersebut.

“Suka dong Syah,sukaaaaaa banget!!!”

“Lagian sepatu aku yang lama juga udah agak sempit, eh Alhamdulillah kamu malah beliin aku sepatu untuk sekolah, makasih yah Syah”

Kupeluk tubuh Aisyah yang mungil, terlihat senyum bahagia Aisyah tersungging di bibirnya, pastilah dia merasa puas juga karena telah memberikan barang yang memang sedang aku butuhkan.

“Oh iya, tadi gimana pestanya? Keren ga?” tanyaku penasaran ingin tau cerita tentang pesta tersebut dari Aisyah.

“Wiiihhh keren banget Neng. Tempatnya luaaaaaasss dan bagus banget, orang-orang yang datang pun banyak dan pakai baju bagus-bagus semua. Alhamdulillah aku dan ibu dibikinin baju cantik sama teh Kokom, jadi tadi kami ga malu-maluin deh penampilannya. Malahan ada beberapa teman ibu yang pangling liat ibu pake baju bagus dari teh Kokom. Makasih banyak yah Neng karena tetehnya kamu udah mau bikinin baju bagus buat kami”

Gantian sekarang Aisyahlah yang merangkul tubuhku. Aahh kami benar-benar seperti saudara kandung saja. Malahan aku dengan kakak-kakakku tidak pernah sedekat ini. Entahlah, mungkin karena jarak yang terpaut sangat jauh, jadi membuat hubungan antara aku dan kakak-kakakku kuranglah dekat. Dari ke tujuh kakakku, aku paling dekat hanya dengan teh Kokom saja, mungkin karena sejak aku lahir, teh Kokomlah yang sering membantu emak ikut mengurus aku yang masih bayi. Saat aku lahir, teh Kokom masih duduk di bangku SMP, sedang teh Siti sudah SMA. Diantara kedua tetehku tersebut yang masih tinggal dengan emak dan abah, hanya teh Kokomlah yang bersedia dan paling sering mengurus aku yang masih bayi. Kalau teh Siti, kata emak, dia lebih cuek dan malah sibuk dengan masa-masa menjelang kelulusan SMA nya, jadi jarang sekali ikut mengurus aku yang masih bayi. Teh Wiwin saat itu sudah menikah dan dibawa pindah keluar kota oleh suaminya. Teh Wiwin sejak menikah, merantau dan menetap hidup dijakarta bersama suaminya. Sedang kang Ari jarang bermain denganku, mungkin selain karena jarak usia terlalu jauh, pun karena kang Ari laki-laki sedang aku perempuan, jadi ga asik untuk diajak main bareng.

Kata emak, teh Kokomlah yang sehari-hari ikut mengurus aku, dari mulai mandiin, suapin, dan ngajak main, semua oleh teh Kokom. Sampai aku sebesar sekarang, teh Kokom masih sering ikut mengurus kebutuhanku sehari-hari. Kami cukup dekat, tapi rasanya berbeda dengan kedekatan aku dan Aisyah.

Hari sabtu pekan ini adalah hari pembagian raport di sekolah. Aku tidak tahu nanti siapa yang akan mengambilkan raportku ke sekolah. Biasanya abahlah yang rutin datang kesekolahku setiap jadwal pengambilan raport, emak tak pernah ikut kesekolah, jadi aku rasa tak mungkin bila sabtu ini emak yang aku minta datang kesekolah. Satu-satunya yang memungkinkan adalah teh Kokom, jadi mungkin aku harus coba minta tolong pada teh Kokom.

“Teh, sabtu ini pembagian raport disekolah” kataku pada teh Kokom

“Oh iyaya, sekarang udah mau liburan sekolah yah?” Tanya teh Kokom padaku.

“Iya teh, habis bagi raport terus kami libur semesteran selama 2 minggu. Teh, neng boleh minta tolong ga sama teh Kokom?”

“Ya bolehlah Neng. Minta tolong apa?”

“Nanti hari sabtu, tolong teh Kokom yang ambilin raport Neng yah?” pintaku

“Loh, kenapa teteh? Kenapa bukan emak aja yang ambil?”

“Kasian emak teh..dulu waktu Neng SD, kan selalu abah yang ambilin raport Neng, emak ga pernah disuruh atau diajak abah kesekolah”

“Hm mm..iya juga sih. Emak emang ga pernah terlibat dalam urusan sekolah anak-anaknya. Yaudah deh, insyaallah sebelum teteh ke tempat kursus, teteh mampir dulu kesekolah kamu untuk ambil raport kamu.”

“Alhamdulillah..makasih yah teh”

“Eh tapi teteh ga bisa lama-lama yah, jam 8 teteh udah harus sampai ditempat kursus, jadi mungkin teteh kesekolah kamu jam 7 yah, mudah-mudahan proses pengambilan raportnya ga lama, biar teteh ga telat datang ke tempat kursus.”

“Iya teh, ga apa-apa, nanti hari sabtu, neng datang lebih awal kesekolah, biar bisa isi absen nomer 1, jadi nanti teteh sampai sekolah neng, ga akan lama-lama nunggu. Karena kata guru Neng, pembagian raportnya dimulai jam 7, tapi dibagikan berdasarkan absen kedatangan, jadi yang absen lebih awal, bisa ambil raport lebih dulu.”

“Oh gitu,,okelah kamu atur aja, pokoknya teteh bisa ambilin raport kamu jam 7an.”

“Siap! makasih banyak yah teh”

🔹🔹🔹

Tak seperti biasa, sabtu pagi ini aku datang kesekolah lebih awal, jam 06.10 aku sudah standby dikelas, supaya bisa mengisi absen pengambilan raport paling pertama. Dikelas masih sepi, belum ada orang, beberapa guru aku liat sudah datang kesekolah tapi guru-guru masih diruang guru dan belum masuk ke kelas masing-masing. Sekitar 5 menitan aku menunggu, tak lama bu Indah wali kelasku masuk ke dalam kelas, bu Indah terkejut melihatku sudah duduk manis dikelas sendirian.

“Assalamualaikum!! Loh Neng Cucu udah sampe di sekolah? Udah daritadi? Kamu sama siapa?” aku diberondong pertanyaan oleh bu Indah.

“Hehehehe..iya bu, saya datang duluan supaya bisa isi absen no satu, jadi bisa ambil raport duluan.” Jawabku

“Tapi kan yang ambil raport harus orangtua atau wali. Kamu ga bisa ambil raport sendiri.”

“Iya bu saya tahu. Nanti yang ambil raport saya, teh Kokom, kakak saya. Soalnya kasian kalau emak yang harus ambilin. Terus teh Kokom buru-buru bu, ga bisa lama-lama karena mau langsung ketempat kursus, makanya saya datang pertama supaya bisa isiin absennya dulu bu, jadi nanti teh Kokom datang, bisa langsung ambil rapotnya, boleh kan bu?” aku menjelaskan panjang lebar pada bu Indah.

“Ohh begitu..ya sudah tidak apa-apa, yang penting nanti yang ambilin raportnya tetep kakak kamu sebagai perwakilan orangtua kamu. Nih kamu isi dulu absennya” bu Indah menyodorkan secarik kertas absen padaku. Langsung kuraih dan ku isi dengan nama teh Kokom sebagai perwakilan orangtua yang mengambilkan raport.

Sekitar 30 menit kemudian, mulai datang satu persatu orangtua murid yang akan mengambil raport anaknya, beberapa ada yang datang sendiri, tapi juga ada yang datang bersama dengan anaknya, termasuk Aisyah, yang datang bersama neneknya untuk mengambil raport.

“Hei Aisyah, sini!” panggilku pada Aisyah. Aisyah yang sedari tadi celingukan mencari aku, langsung menoleh saat kupanggil namanya.

“Hei Neng! Kamu udah daritadi? Terus teh Kokomnya mana? Katanya teh Kokom yang mau ambil raport kamu.”

“Iya aku dari tadi, paling pertama datang ke sekolah, malah tadi duluan aku yang masuk kelas dibanding bu Indah,hehehe..”

“Dapet dong absen nomor 1?”

“Iya dong”

“Terus teh Kokomnya mana? Kok ga keliatan?” Tanya Aisyah lagi sembari celingukan mencari sosok teh Kokom diantara para orangtua yang sudah hadir.

Lihat selengkapnya