Setitik Cahaya Yang Meredup

sandra firnawati
Chapter #6

#6 Gangguan Bagi Aisyah

Pangalengan, Maret 1996

Hari-hari aku tinggal berdua saja dengan emak, membuat kami jadi semakin dekat. Aku yang dulunya agak jarang membantu emak masak didapur, kini mau tak mau harus mau bantu emak memasak, kasian emak bila semua pekerjaan rumah harus emak yang kerjakan, jadi memang aku pun berkewajiban membantu pekerjaan rumah emak. Entah karena aku paling kecil dirumah atau memang karena teh Kokom yang terlalu rajin, memang dari dulu aku jarang sekali bantu-bantu melakukan pekerjaan rumah, hampir sebagian besar pekerjaan rumah dikerjakan oleh teh Kokom, selebihnya oleh emak. Maka sejak teh Kokom menikah dan pindah ke Bogor, jadi aku harus menggantikan posisi teh Kokom dalam mengerjakan banyak pekerjaan rumah. Sekarang, sebelum berangkat sekolah, aku selalu menyapu dan mengepel. Biasanya sepulang sekolah, aku juga bantu emak menyetrika atau mencuci piring, dan dihari minggu saat aku libur sekolah, aku bisa bantu emak memasak. Awalnya memang terasa agak berat dan melelahkan, tapi lama-kelamaan aku mulai bisa menikmati hari-hariku membantu emak mengerjakan pekerjaan rumah. Ternyata seperti inilah yang teh Kokom rasakan setiap hari, padahal teh Kokom juga kursus dan kerja sambilan, tapi masih sempat-sempatnya teh Kokom mengerjakan semua pekerjaan ini.

Karena kesibukan hari-hari aku bersama emak, membuat aku sekarang sudah tidak pernah menginap lagi dirumah Aisyah, rasanya pun tidak mungkin aku tega meninggalkan emak sendirian dirumah, makanya sekarang hanya Aisyah saja yang aku ajak menginap dirumahku, sedang aku sudah tidak pernah menginap dirumah nek Irah. Aisyah itu sahabat yang paling baik dan setia, juga pengertian, buktinya dia tidak pernah protes karena aku sudah tidak menginap lagi ditempatnya, Aisyah sangat mengerti dengan kondisiku saat ini. Walaupun begitu, ini semua tidak merubah kedekatan antara aku dengan Aisyah, kami masih selalu bersama-sama dan hubungan kami pun semakin dekat, kami sudah tidak segan lagi untuk membicarakan apapun kepada satu sama lain, jadi tidak ada rahasia diantara kami berdua.

Belakangan ini, Aisyah sering bercerita tentang bapaknya. Entah mengapa, sekarang ini bapak Aisyah sering menghubungi Aisyah dan ingin menemui Aisyah, walaupun sebenernya ibu dan nenek Aisyah melarangnya, namun bapak Aisyah seringkali memaksa untuk bertemu Aisyah.

“Neng, bapak aku tadi malem nelpon aku lagi”

“Mau ngapain emangnya Syah?”

“Ngajak ketemu lagi, katanya mau traktir aku makan baso”

“Enak dong. Kapan?”

“Hari ini. Aahhh.. aku malas Neng. Bapak kalau ketemu aku pasti ada maunya.”

“Emang dia mau minta apalagi sama kamu? Mau nyuruh kamu supaya minta ibu kamu balikan lagi sama dia kayak waktu itu?”

“Entahlah Neng. Padahal aku udah bilang, kalau ibu udah ga mau sama sekali balikan sama bapak. Jangankan balikan, ketemu bapak aja ibu udah ga mau. Makanya sebenernya aku males deh diajak ketemu sama bapak”

“Terus kamu jawab apa tadi malem?”

“Tadinya aku tolak, aku bilang kalau hari ini ada pelajaran tambahan disekolah karena kan persiapan mau EBTANAS(*Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional), eh tapi seperti biasa, bapak maksa banget Neng, dia bilang mau nungguin aku didepan gerbang sekolah sampai aku selesai, duh gimana yah Neng?”

“Hm mm..gimana yah Syah, bapak kamu ini orangnya ngotot yah kayaknya?”

“Iya Neng”

“Yaudah, gimana kalau nanti sepulang sekolah aku temenin kamu ketemu sama bapak kamu? Siapa tahu, kalau ada aku, bapak kamu jadi agak segan untuk nyuruh kamu yang aneh-aneh”

“Beneran kamu mau nemenin aku Neng? Tapi kan kamu belum ijin sama emak, kalau nanti kamu pulang terlambat, apa emak ga akan cariin kamu?”

“Ga apa-apalah pulang telat sedikit, lagian ga akan lama kali Syah, jadi paling telat pulangnya ga bikin emak sampe nyariin aku, gimana?”

“Okeh deh Neng kalau emang kamu mau temenin aku, makasih yah Neng”

Kami melanjutkan mengerjakan tugas yang tadi diberikan pak guru pada kami. Sekitar 1 jam lagi kami akan bubar sekolah. Sejujurnya aku malas juga bertemu degan bapaknya Aisyah lagi, teringat pertama kalinya minggu lalu aku bertemu dengannya, sungguh bukanlah kesan pertama yang baik yang dia tunjukkan. Cara dia memperlakukan Aisyah, cara dia menerima perkenalan diri aku sebagai sahabatnya Aisyah, dan cara dia memandang padaku yang aku rasa sangatlah tidak sopan, dia memandangiku dari mulai ujung kaki sampai ujung rambut, membuatku sangat risih dipandangi seperti itu. Dan hari ini aku akan bertemu lagi dengannya, bahkan akan ikut makan baso bersama dengannya dan Aisyah, sungguh membayangkannya pun sudah menyebalkan rasanya, tapi aku juga kasian pada Aisyah, tidak mungkin aku biarkan dia melewati sesuatu yang dia pun ga suka, sendirian.

🔹🔹🔹

Teng..Teng..Teng..

Tepat jam 1 siang, bel tanda jam belajar berakhir juga tanda bubar sekolah akhirnya berbunyi, sesaat lagi aku dan Aisyah akan bertemu dengan bapaknya Aisyah. Terlihat wajah Aisyah sedikit agak murung dan seperti orang kikuk, sepertinya Aisyah pun agak berat untuk bertemu dengan bapaknya. Aku masih ingat cerita Aisyah tentang bapaknya yang suka main kasar pada bi Esih juga pada Aisyah, tergambar jelas sih dari penampilan bapaknya Aisyah yang agak mirip dengan preman-preman pasar.

“Ayo Syah kita pulang” ajakku pada Aisyah yang sedari tadi terlihat seperti orang kebingungan.

“Oh iya Neng, sebentar aku beresin tasku dulu” jawab Aisyah sambil membetulkan letak kacamatanmya yang sebenernya sudah benar, itu tanda Aisyah sedang grogi.

“Udahlah Syah ga usah takut, kan ada aku, bapak kamu ga akan berani macam-macam deh. Kalau sampai bapak kamu macam-macam, huh aku ga akan tinggal diam Syah, tenang aja” kataku pada Aisyah sambil membusungkan dadaku, seolah menunjukan bahwa aku jagoan. Kurangkul bahu Aisyah, supaya tambah menyemangatinya.

“Makasih yah Neng kamu udah mau temenin aku”

“Udahlah ga usah makasih makasih mulu, yuk sekarang kita temuin bapak kamu” kuraih tangan Aisyah lalu kutarik keluar kelas menuju gerbang sekolah. Dari kejauhan sudah nampak bapaknya Aisyah yang sedang duduk bersandar pada tembok sekolah sambil sesekali menghirup batang rokok yang ada ditangannya. Mang Jajang, bapak Aisyah mengenakan celana jeans biru yang sudah belel warnanya dengan atasan kaos hitam polos dan topi yang sedikit menutupi wajahnya. Begitu dia menoleh dan melihat kami yang berjalan menuju gerbang sekolah, dia langsung berdiri sambil melambai-lambaikan tangannya pada Aisyah, rokoknya terselip di ujung bibirnya yang tersemyum agak memaksa bagi kami. Kami pun segera menghampirinya.

“Pak, Aisyah ajak Neng juga yah untuk makan baso sama kita, soalnya hari ini Neng ulang tahun dan memang rencananya Aisyah mau traktir makan baso juga buat Neng” Aisyah mengarang cerita tentang hari ulang tahunku pada bapaknya, ini skenario yang belum dia sampaikan padaku, sepertinya ide itu muncul tiba-tiba dikepala Aisyah.

“Hehehehe.,.iya mang, hari ini aku ulang tahun” aku menimpali ucapan Aisyah sambil nyengir kuda yang dipaksakan pada bapaknya Aisyah, harusnya dia merasa jijik melihat senyumku yang terlalu dipaksakan padanya.

Lihat selengkapnya