Setitik Cahaya Yang Meredup

sandra firnawati
Chapter #7

#7 Selamat Tinggal Aisyah

Pangalengan, Maret 1996

Sudah seminggu dari sejak pertemuan kami dengan bapaknya Aisyah, dan benar saja, Aisyah cerita padaku, tiap malam bapaknya selalu rutin telpon Aisyah menanyakan tentang kelanjutan rencana pertemuan dengan bi Esih yang dinantikannya. Aisyah sampai-sampai rutin tiap jam 9 malam duduk disamping meja telpon dirumah neneknya, menunggu telpon berbunyi yang pasti dari bapaknya. Aisyah sengaja melakukan itu karena takut neneknya sampai tahu bahwa bapaknya yang menelpon, jadi sebelum telpon berdering berkali-kali yang pasti suaranya akan membangunkan neneknya yang sudah tertidur, maka Aisyah standby di dekat telpon, sekali berdering, Aisyah dengan cepat langsung mengangkat telponnya.

           Aku yang mendengar cerita Aisyah, jadi gemas rasanya. Akhirnya Aisyah seolah dikejar-kejar oleh bapaknya sendiri, diminta buru-buru untuk mempertemukan bapak dan ibunya. Aku tidak menyangka bahwa mang Jajang akan se-ngotot ini. Aisyah menyesal, mengapa waktu itu dia mau mengiyakan permintaan bapaknya, akhirnya dia sendiri yang menanggung akibatnya. Aisyah merasa sudah kehabisan ide untuk beralasan setiap kali bapaknya menelpon Aisyah, aku suruh Aisyah untuk bicarakan hal ini kepada ibu atau neneknya, tapi Aisyah tak mau, dia tak mau menambah beban ataupun masalah kepada ibu maupun nenekny. Bagi Aisyah, ketika ibu atau neneknya harus berhadapan dengan bapaknya Aisyah, itu artinya mereka berhadapan dengan sebuah masalah.

Aku kasian melihat Aisyah yang belakang ini jadi tidak fokus ketika mendengarkan pelajaran dari bu guru. Beberapa kali pun Aisyah kelupaan mengerjakan PR yang padahal sangat mudah untuk dikerjakan. Kehadiran mang Jajang belakang ini sudah membuat tekanan tersendiri dalam hidup Aisyah, aku pun bingung harus bantu apa untuk Aisyah, yang pasti, aku akan selalu menemani Aisyah dimasa-masa sulitnya ini, sama seperti Aisyah yang selama ini selalu menemani aku disaat-saat sulitku.

“Neng, hari ini sepertinya aku harus ketemu lagi sama bapak aku” cerita Aisyah padaku pagi ini saat dia baru tiba disekolah.

“Waduuhh..mau ngapain lagi Syah? Bapak kamu yang minta ketemu lagi?”

“Bapak tetep maksanya mau ketemu sama ibu, tapi itu kan ga mungkin. Dan aku udah kehabisan ide untuk beralasan lagi sama bapak, jadi tadi malem aku suruh bapak untuk tungguin aku sepulang sekolah lagi didepan sekolah, mungkin bapak berfikir bahwa aku nanti siang akan ketemuin dia dengan ibu”

“Lah terus nanti kamu mau gimana sama bapak kamu?”

“Terus terang aku cape Neng ditelponin terus tiap malem sama bapak, jadi nanti rencananya aku mau bilang aja sama bapak, bahwa aku ga bisa memenuhi permintaan bapak dan aku akan minta bapak untuk berhenti maksa aku untuk ketemuin bapak sama ibu. Makanya aku mau minta tolong lagi sama kamu, kamu mau yah temenin aku lagi Neng? Biar aku berani ngomong sama bapak” pinta Aisyah padaku, pastilah aku mau membantu Aisyah.

“Okeh Syah, nanti siang aku pasti akan temenin kamu” jawabku mantap

“Makasih yah Neng”

“Iya Syah, kita harus bisa selesaikan urusan kamu sama bapak kamu hari ini, supaya ga ada beban lagi buat kamu. Aku pengen liat kamu senyum ceria lagi setiap hari, ga kayak belakang ini, muka kamu asem banget tiap harinya, tuh liat tuh asem” kucubit pipi Aisyah, menggodanya supaya mau tersenyum lagi dan kembali ceria seperti sebelum-sebelumnya.

           Senyum Aisyah menghiasi wajahnya yang cantik, aku senang melihat senyum Aisyah lagi. Aku berharap masalah ini segera selesai dan Aisyah bisa kembali nyaman dengan hidupnya. Kami berdua beriringan memasuki kelas karena sebentar lagi jam pelajaran pertama akan segera dimulai.

🔹🔹🔹

Di Pangalengan memang cuaca belakang ini terasa lebih dingin daripada biasanya, ini berpengaruh padaku yang akhirnya beser dan bulak balik ke kamar mandi. Dari sejak pelajaran pertama sampai menjelang jam istirahat ini, aku sudah 3 kali pergi ke kamar mandi untuk buang air kecil.

“Neng, ke kantin yuk!” ajak Aisyah ketika bel istirahat berbunyi.

“Ayo” jawabku.

“Eh tapi aku mau pipis dulu Syah..kita ke kamar mandi dulu yah”

“Ihh kamu beser banget sih Neng. Ini udah yang keempat kalinya kamu pipis loh sejak tadi pagi”

“Iya nih, dingin banget cuacanya, aku jadi pengen pipis mulu,hehehehe”

“Ya udah, yuk kita ke kamar mandi dulu”

           Aku dan Aisyah berjalan beriringan menuju ke kamar mandi terlebih dahulu setelah itu kami akan ke kantin. Aku mempercepat ritme jalanku karena memang sudah tidak kuat menahan pipis, aku buru-buru dan kutinggalkan Aisyah.

“Syah aku udah ga kuat, aku duluan yah ke kamar mandi, kamu tungguin aku yah didepan kamar mandi” kataku pada Aisyah sambil lari terbirit-birit. Aisyah cekikikan melihat tingkahku.

           Selesai aku menuntaskan hajatku, aku langsung berlari keluar kamar mandi untuk menemui Aisyah yang pasti sudah menungguku.

BRRUUUUKKKK......

“Aduuuuuhhhhh…” teriakku kesakitan, Aisyah langsung masuk ke kamar mandi. Aku jatuh terpeleset di tempat watafel karena ternyata lantainya licin karena ada sabun cuci tangan yang tumpah dan menggelinding dilantai tanpa aku tahu, dan karena aku berlari, jadilah aku terpeleset dan terjatuh cukup keras.

“Neng, kamu ga apa-apa?” tanya Aisyah padaku

“Duuhh..sakit banget Syah”

“Kamu bisa bangun ga? Coba aku bantu kamu bangun” Aisyah mencoba membantu aku untuk berdiri, namun saat aku coba menggerakkan kaki kananku, rasanya sakit luar biasa, sepertinya kaki aku keseleo.

“Aduuuhhh duuh duuhh…kaki kanan aku sakit banget Syah”

“Coba aku periksa Neng” Aisyah memegang kaki kananku dan meraba-raba mencoba mencari bagian mana yang terasa sakit. Saat Aisyah memegang lututku dan mencoba meluruskannya, aku berteriak-teriak kesakitan.

“Neng, kayaknya kaki kamu keseleo deh, kita ke UKS aja yah Neng. Aku coba bantu kamu berdiri dan jalan ke UKS.”

“Iya Syah, tapi pelan-pelan yah”

           Aisyah dengan perlahan membantu aku berdiri, aku mengalungkan lenganku dileher Aisyah dan Aisyah berusaha sekuat tenaga untuk memapahku keruang UKS. Padahal badan Aisyah mungil, lebih kecil dari badanku, aku yakin Aisyah mengerahkan semua tenaganya untuk memapahku. Bagusnya, baru beberapa langkah kami meninggalkan ruang kamar mandi, kami bertemu teman-teman yang lain yang akhirnya membantu Aisyah membawaku ke ruang UKS.

           Sampai di ruang UKS, ada anak PMR yang sedang berjaga, sepertinya dia adik kelas yang baru mendaftar jadi anggota PMR. Anak itu kebingungan melihat aku yang kesakitan dan dibopong oleh teman-temanku, sampai Aisyah menegur anak tersebut.

“Hei, kok malah diem aja sih? Ini temen saya jatuh, kakinya keseleo, tolong cepat obatin”

“Ehh,,eeuhh..diobatin pakai apa teh?” anak itu malah balik bertanya

“Ya ga tau..kamu kan anak PMR, harusnya tahu dong harus gimana” teman-teman yang lain ikut menimpali.

“Iya tapi saya anak baru teh, saya ga ngerti harus digimanain, maaf teh”

“Ya sudah, kamu panggil anak PMR yang lain gih, yang ngerti” kata Aisyah, anak itupun langsung lari keluar ruang UKS.

“Temen-temen, makasih yah udah bantu aku bawa Neng ke ruang UKS” kata Aisyah pada teman-teman yang tadi membantu memapah aku.

“Santai aja Syah, kan kami juga temennya Neng, sesama teman harus saling tolong menolong kan. Oh iya, Neng kan udah aman nih di UKS, kamu temenin aja yah Syah, nanti anak yang tadi pasti bawa anak-anak PMR lainnya kesini. Sekarang kami mau lanjut istirahat kami yah, kami tinggal ga apa-apa kan?”

“Iya ga apa-apa, kalian lanjut aja istirahatnya, aku temenin Neng disini. Sekali lagi makasih yah”

           Teman-teman yang tadi membantuku melanjutkan kegiatan istirahat mereka masing-masing, hanya tinggal aku berdua Aisyah yang tersisa diruang UKS. Sambil menunggu anak PMR datang ke UKS, aku coba sedikit-sedikit menggerakkan kakiku yang keseleo, dan ternyata memang sakit sekali dan aku ga sanggup untuk meluruskan kakiku yang sakit.

“Duh, kaki aku beneran keseleo kayaknya Syah, sakit banget kalau digerakkin” kataku pada Aisyah.

“Mau dicoba dipijit-pijit sama aku ga Neng?” tawar Aisyah

“Emangnya kamu ngerti cara pijit yang keseleo Syah?”

“Enggak sih, tapi siapa tahu bisa ngurangin rasa sakitnya”

“Jangan ah, nanti malah tambah sakit. Ini anak PMR nya lama banget sih”

           Mungkin karena ini pas jam istirahat makanya agak sulit menemukan senior-senior anak PMR, karena pasti mereka-mereka pun sedang asyik menikmati jam istirahatnya masing-masing.

“Iya nih lama banget. Aku keruang guru aja yah Neng, minta tolong sama guru yang ada diruang guru”

“Iya Syah boleh..makasih yah Syah”

           Aisyah pun pergi menuju ruang guru, tinggal aku sendirian diruang UKS, sambil menahan rasa sakit luar biasa ini. Tak berapa lama setelah Aisyah pergi keruang guru, akhirnya anak PMR yang tadi, kembali keruang UKS bersama Hani dan Nurul, teman seangkatanku yang memang anak PMR juga.

“Loh, ternyata kamu Neng yang sakit” tanya Nurul padaku.

“Iya, tadi aku kepleset di kamar mandi” jawabku.

“Bagian mana yang sakit Neng?” tanya Hani kemudian

“Kaki kanan aku Han, ga bisa digerakin apalagi dilurusin, sakit banget pas lututnya” sambil aku tunjukan bagian kakiku yang kesakitan. Hani mencoba meraba-raba dan menggerak-gerakkan kakiku, jelas aku menjerit-jerit kesakitan.

“Ini sih kaki kamu keseleo Neng, harus diurut sama tukang urut. Kami paling bantu untuk dibalur minyak dan dibindai untuk sementara supaya kaki kamu ga kesenggol atau kegerak-gerak”

           Aisyah masuk lagi keruang UKS bersama dengan bu Endang.

“Kaki kamu keseleo Neng?” tanya bu Endang.

“Iya bu, kakinya Neng keseleo dan harus diurut sama tukang urut, kami bantu balur dengan minyak supaya mengurangi sedikit rasa sakitnya, dan kami bantu bindai kakinya supaya tidak banyak bergerak-gerak” Hani yang menjawab pertanyaan bu Endang dan langsung menjelaskan, sambil sibuk dengan Nurul membalur kaki ku dengan minyak dan membindainya.

Lihat selengkapnya