Ralu menatap pantulan wajahnya pada cermin di depannya. Tampak rapi dalam balutan kameja merah muda bergaris-garis berpadu dengan celana kain abu-abu. Sepatu sport dengan warna senada membungkus kakinya. Rambut tertata rapi dalam potongan pendek. Ralu tersenyum tipis, merasa puas melihat penampilannya sekarang.
Selanjutnya, Ralu berbalik keluar dari kamarnya sembari membawa kunci mobil dan tas kerjanya. Ralu mengendarai mobilnya menuju rumah sakit. Rumah Sakit Areana, tempat kerjanya mulai hari ini.
Ralu memarkirkan mobilnya di area parkir pekerja biasa. Ralu mengulas senyum tipis kepada setiap orang yang di lewatinya selama perjalanannya dari lapangan parkir menuju ruangan direktur Rumah Sakit Areana. Ralu menyapa sekretaris direktur Rumah Sakit Arena yang selalu siap di posisinya. Di balik meja panjang depan ruangan direktur. Nama sekretaris adalah Friska.
“Ada yang bisa saya bantu?” tanya Friska.
“Saya ingin menemui Pak Adley untuk menyapa karena hari ini hari pertama saya kerja di rumah sakit ini.” jawab Ralu.
“Sudah membuat janji sebelumnya?” tanya Friska, sudah siap membuka buku agendanya. Memeriksa tamu pertama atasannya pagi ini.
“Sudah, atas nama dr. Ralu Andara.” jawab Ralu.
“Dokter sudah di tunggu di dalam oleh Pak Adley, mari saya antar.” ujar Friska seraya meletakkan kembali buku agendanya ke atas meja.
Friska bergerak mengetuk pintu ruangan direktur buat Ralu. Friska memperhatikan Ralu hingga tidak terlihat lagi oleh pandangan matanya lalu kembali duduk di tempatnya. Sementara, Ralu tampak sedikit canggung mendekati atas barunya.
Dengan pelan, Ralu membaca papan nama yang terpasang di atas meja kerja direkturnya. Adley Nareka. Adley, sang direktur Rumah Sakit Areana tampak sibuk di balik meja kerjanya. Tumpukan berkas-berkas memenuhi meja kerjanya. Adley mengangkat kepalanya beralih dari pekerjaannya untuk melihat wajah tamunya. Adley tersenyum membalas senyuman hangat Ralu untuknya.
“Assalamualaikum dan selamat pagi, Pak Adley.” sapa Ralu sembari mengulurkan tangannya buat berjabat tangan dengan Adley.
“Waalaikumsalam dan pagi, dr. Ralu.”, Adley menyapa balik Ralu. Tangannya pun menyambut uluran tangan Ralu.
Adley mengarahkan Ralu untuk duduk di atas sofa setelah jabatan tangan mereka terlepas. Adley kemudian menghubungi Friska buat membawakan dua gelas teh hangat ke ruangannya. Lalu, Adley duduk di hadapan Ralu setelahnya.
Adley dan Ralu memulai obrolan mereka dengan saling menanyakan kabar satu sama lain. Adley juga menanyakan kabar kedua orang tua Ralu yang sampai saat ini masih betah tinggal di negara tetangga, Singapura. Ralu pun sendiri baru dua pekan di Indonesia, satu pekan di Jakarta dan satu pekannya di Makassar, kota tempatnya berada sekarang. Tempat kelahirannya.