SETITIK PUTIH

PinkGreen_0718
Chapter #5

Bagian 04 - Pasien Pertama Ralu

Ralu sudah selesai menata barang-barang pribadinya di ruangan kerjanya kemarin sore dan pagi ini, ia sudah akan bertemu pasien pertamanya. Ralu menyiapkan dirinya. Membaca berkali-kali dokumen pasien pertamanya yang masih sebatas bio biasa. Tidak ada catatan konseling. 

Ralu jadi penasaran pada sosok pasien pertamanya ini. Dari bio, ia tahu pasiennya ini berjenis kelamin perempuan dan baru akan memasuki usia enam tahun. Masih terlalu dini tapi sudah memiliki luka batin. Ralu penasaran dan ingin segera bertemu. 

Ralu menegak air mineralnya hingga setengah gelas. Melepas kacamata bacanya kemudian membaringkan kepalanya pada sandaran kursi menghadap ke langit-langit ruangan kerjanya. Ralu menutup mata namun tidak sampai tidur. Bahkan otak Ralu sedang dalam mode berpikir keras, menebak-nebak masalah pasien pertamanya. Sembari sesekali memikirkan pemandangan Rasika bersama sosok laki-laki tidak di kenalnya kemarin.

Pintu ruangan Ralu diketuk membuat Ralu segera memperbaiki posisinya. Ralu menegakkan tubuhnya lalu mempersilahkan kepada siapapun yang baru saja mengetuk pintunya untuk masuk. Seorang suster bernama Rani muncul bersama dengan pasien pertamanya dan kedua orang tua pasien pertamanya. Suster Rani memang adalah suster yang di tugaskan buat membantunya. Suster itu segera keluar setelah menyelesaikan pekerjaannya.

Ralu bergerak menghampiri pasien pertama dan kedua orang tua pasien pertamanya. Ralu mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan kedua orang pasien pertamanya. Saling memperkenalkan diri masing-masing kepada satu sama lain. Selesai itu, Ralu bergerak menyejajarkan tinggi badannya dengan tinggi badan pasien pertamanya yang sedari tidak bersuara sedikit pun. Tidak tersenyum walau itu hanya senyuman tipis. 

“Hai, Bella.” sapa Ralu riang seraya mengangkat sebelah tangannya untuk ia gerakkan kiri-kanan berulang kali.

Tidak ada suara. Kedua mata Bella berkedip sebagai cara lain buat merespon sapaan Ralu. Ralu mengulurkan tangannya buat meraih tangan Bella namun belum teraih, Bella sudah berteriak histeris sembari bergerak bersembunyi dalam pelukan mamanya yang memang selalu sedia tiap saat.

Ralu berdiri menegakkan tubuhnya menatap Papa Bella dan Mama Bella secara bergantian. Ralu menganggukkan kepala kemudian mengajak Papa Bella dan Mama Bella juga Bella yang masih belum tenang dalam pelukan mamanya untuk duduk di sofa dalam ruangannya.

“Kapan pertama kali Bella menunjukkan reaksi seperti ini?” tanya Ralu.

“Sekitar sebulan yang lalu, dokter. Cukup terlambat tapi bagi kami membawa Bella ke psikiater bukan hal mudah. Bahkan kami baru berhasil mengumpulkan keberanian tiga hari yang lalu.” jawab Papa Bella.

Ralu mengangguk paham. “Apakah Bella hanya menunjukkan reaksi seperti itu pada orang baru?” tanya Ralu mengembangkan topik obrolan yang ia sendiri mulai.

“Tidak hanya pada orang baru, dokter. Bahkan pada kami sendiri orang tuanya, sering kali ia menunjukkan reaksi seperti itu. Juga, sering kami menemui Bella menangis sendirian di tengah malam. Kami tidak pernah berani bertanya pada Bella apa yang membuatnya seperti itu. Kami hanya fokus menenangkan Bella selama ini hingga semua semakin parah dan membuat kami berani membawanya ke tempat ini.” kali ini Mama Bella yang menjawab. Matanya sudah menumpahkan airnya. Sang suami menenangkannya dengan mengusap punggungnya. Bella dalam pelukan mamanya semakin tidak tenang.

“Tidak... Jangan sakiti dia.” 

Mama dan Papa Bella langsung bergerak memeluk putri mereka. Ralu memperhatikan lekat-lekat Bella. Respon Bella terhadap sentuhan, teriakan yang berkali-kali Bella keluarkan pun sama, jangan sakiti dia. Dari sana, Ralu membuat hipotesis kalo trauma Bella berkaitan tentang kekerasan seksual. Bukan sebagai korban tapi sepertinya menjadi saksi, terbukti Bella selalu bilang jangan sakit dia.

Ralu menatap Mama dan Papa Bella yang tampak kacau. Keduanya sama-sama menangis melihat kondisi Bella. Ralu beranjak, mengambil sebuah pensil dan buku gambar dari lemari ATK yang masih di dalam ruangannya. Ralu meletakkan kedua barang tersebut di atas meja.

“Bella.” panggil Ralu lembut pada Bella, mencoba merebut perhatiannya.

Lihat selengkapnya