Setelah berhasil menenangkan para pasiennya dibantu Ralu, Rasika kembali ke ruangan kerjanya. Ralu tidak ikut karena Ralu ada sesi konseling di luar. Rasika menatap datar kehadiran Reza di ruangannya.
Sosok laki-laki lebih muda setahun dari dirinya itu berlari memeluknya erat-erat. Mengungkapkan betapa bahagia karena baru saja berhasil memimpin operasi sulit.
“Aku berhasil, Ras.” ujar Reza riang. Mengulas senyum bahagia.
Rasika mengurai pelukan Reza pada dirinya. Melangkah cepat duduk di atas sofa singlenya. Reza menghela napas kesal melihat reaksi Rasika, tidak sesuai dengan yang ia harapkan. Reza lalu mendudukkan dirinya di sofa single lainnya.
“Ras, kamu tidak mau menyelamati aku?” tanya Reza.
“Kamu tadi udah dapat pelukan.” jawab Rasika.
“Kurang lama.” ujar Reza.
Rasika melotot tidak suka pada apa yang baru saja Reza katakan. Alih-alih takut pada pelototan mata Rasika, Reza malah cekikikan membuat Rasika kesal.
“Kalo kamu kesini cuma buat bertingkah nyebelin, lebih baik kamu pergi.” ujar Rasika ketus.
“Aku mau ngajak kamu makan malam karena itu aku kesini.” ujar Reza pelan.
“Kapan? Bukan nanti malam 'kan?” tanya Rasika.
“Ya, nanti malam. Aku 'kan sukses operasinya hari ini jadi sudah tepat buat perayaannya nanti malam.” jawab Reza.
Rasika tidak mengatakan apa-apa tapi Reza bisa melihat kalo peluangnya sangat tipis. Gerak-gerik Rasika menunjukkan penolakan. Dia harus melakukan sesuatu agar Rasika mau.
“Tenang aja, bukan cuma kamu saja yang aku undang kok. Beberapa kolegaku juga akan ikut serta. Lalisa pun juga bakalan ikut.” lanjut Reza seraya mengulas senyum lebar khasnya.
Rasika berdehem lalu bersuara.
“Reza, hari ini aku ingin istirahat lebih cepat. Aku yakin dalam langkah kamu kesini kamu pasti udah dengar beberapa pasienku mengamuk ini hari. Kamu mengerti 'kan maksudku?”
Reza menunduk sebentar. Menatap sepatu yang sedang ia kenakan. Sepatu itu adalah salah satu hadiah terindah dalam hidupnya. Pemberian Rasika untuk merayakan hari pertamanya kerja. Reza tidak berharap akan ada hadiah-hadiah untuk hari-hari besarnya berikutnya dari Rasika, cukup ya di temani makan. Reza ingin egois saat ini. Perasaannya jelas walau Rasika selalu menjadi abu-abu. Terkadang menyambut baik darinya terkadang juga seperti ini. Menolaknya secara halus.
“Ras, please. Ini hari besarku.” bujuk Reza.
Rasika menghela napas berat. Disaat bersamaan ada chat masuk di ponselnya dari Ralu. Kalimatnya sederhana namun berhasil membuatnya merasa hangat dan lelahnya hari ini seolah raib entah kemana. Hanya karena pesan itu.
“Hari ini kamu udah kerja keras. Mungkin aku belum bisa melihat senyum kamu tapi aku bisa melihat banyak senyuman yang tercipta lewat kerja keras kamu. Kamu membanggakan dan aku harap banyak senyuman itu mendorongmu untuk lebih berani tersenyum untuk diri kamu sendiri. Senyum itu bukan dosa tapi pahala. Selalu ingat itu, ya. Istirahat yang cukup untuk hari ini, ya.” -chat Ralu yang menghangatkan.
“Ras.” panggil Reza. Terganggu melihat fokus Rasika langsung beralih hanya karena satu buah chat. Siapa yang kirim chat itu dan apa isinya.
“Reza, hari ini benar-benar melelahkan. Makan malam ini aku lewatkan tapi janji bakalan aku kasih di lain waktu. Tunggu aja.” Rasika kekeh menolak.
“Okey tapi pulangnya aku anter kamu.” ujar Reza masih mengusahakan memiliki sedikit waktu Rasika hari ini.
Rasika berpikir sejenak lalu mengangguk mengiyakan. Reza tersenyum lebar. Rasika pun beranjak dari duduknya untuk membereskan barang-barangnya. Sementara Reza menunggu dengan melihat-lihat tatanan ruangan Rasika yang suasananya sangat lembut.
“Reza.”
Rasika sudah siap pulang. Reza menatap lekat-lekat profil Rasika sembari beranjak dari posisi duduknya. Reza dan Rasika keluar dari ruangan Rasika. Menggunakan mobil Reza, keduanya menuju tempat tinggal Rasika.