Rasika baru saja selesai bersiap-siap untuk pergi menemui Ralu sesuai dengan janji keduanya tadi malam. Rasika pamit pada sang papa yang tengah duduk di teras belakang rumah. Nyantai minum teh sembari membaca koran. Hal jarang mengingat papanya adalah pimpinan rumah sakit dan beberapa usaha lainnya tapi harus di akui papanya punya manajemen waktu yang sangat baik.
Rasika melangkah ringan menuju parkiran mobil di bagian samping tempat tinggalnya. Baru saja ia membuka pintu untuk masuk ke dalam mobil, teriakan Mardeana lebih dulu berhasil menghentikan pergerakannya. Rasika menoleh menatap datar Mardeana yang berlari ke arahnya. Mardeana meraih tangannya. Menggenggam kuat-kuat tangannya. Rasika diam menanti apa yang akan kakak angkat sekaligus rekan kerjanya itu katakan.
“Aku tinggal bersama Ralu selama kami pacaran dulu. Itu cukup buat kamu paham kalo Ralu bukan orang baik 'kan? Kamu akan nolak perjodohan kalian 'kan?” tanya Mardeana.
“Mardeana, semua orang baik juga punya titik hitam hal sama pun berlaku pada orang jahat. Mereka juga punya titik putih. Kita semua punya dua sisi yaitu sisi baik dan sisi buruk karena sejatinya kita adalah makhluk yang akan terus berproses. Entah itu berproses untuk mengikis jahatnya kita atau justru baiknya kita. Satu lagi, bukannya dari penjelasan papa kemarin sudah jelas bahwa aku dan Ralu tidak dijodohkan? Lepaskan tanganku.” jawab Rasika tenang. Diakhiri dengan satu kalimat perintah.
“Apakah kamu mencintai Ralu sehingga kamu mengabaikan cerita aku?”
“Belum, aku belum mencintai Ralu.”
“Lalu apakah ada seorang lelaki lain yang kamu cintai sekarang?”
“Tidak ada. Aku belum tertarik buat jatuh cinta saat ini.”
“Jika Alan kembali, apakah kamu akan bersamanya?”
“Pada kasusnya Kak Alan, aku menolak dia bukan karena aku nggak cinta sama dia tapi tentu saja aku memang tidak mencintai Kak Alan. Aku menolak dia karena sejak awal tidak ada jalan buat kami bersama. Aku dan Kak Alan berbeda. Dan perbedaannya itu dalam skala yang lebih besar dan itu membuat kami tidak bisa bersama lebih dari sepasang sahabat.”
“Rasika, aku mohon. Tolong, jangan mencintai Ralu, aku hanya punya dia. Biarkan dia buat aku.”
“Bukannya sudah ku katakan tadi malam, alih-alih membuat aku menolak Ralu seharusnya yang kamu lakukan adalah membuat Ralu memilih kamu? Aku nolak Ralu belum tentu dia berpalingnya sama kamu, bisa saja sama perempuan lain. Dan satu lagi, soal cinta, aku hanya akan jatuh cinta sekali dan itu tidak sekarang.”
“Aku paham soal itu tapi setidaknya dengan kamu menolak Ralu peluang dia kembali bersama aku akan lebih lebar. Setidaknya aku tidak bersaing dengan adikku sendiri.”
“Menyedihkan untuk mendengar kamu kembali menyebut aku adik kamu disaat aku sudah jadi tembok penghalang kebahagiaan kamu.”
“Iya, aku minta maaf untuk itu tapi anggaplah ini jalan buat kita kembali hangat kepada satu sama lain. Aku akan berubah. Aku akan kembali menjadi kakak yang menjaga kamu tapi lepaskan Ralu. Aku janji.”
Rasika mengepalkan kedua tangannya. Jika saja tidak mengingat fakta dia adalah orang yang lebih muda dari Mardeana. Jika saja tidak mengingat fakta bahwa Mardeana adalah putri mahkota dari papa yang sudah membesarkannya, Rasika pasti sudah menampar Mardeana. Dia tidak suka dengan cara Mardeana. Terlalu sempit dan terkesan mengagungkan diri sendiri.
“Tidak perlu, Mardeana. Aku sudah tidak terbiasa kamu perlakuan dengan datar. Aku sudah terbiasa tidak mendapatkan pelukan hangat dari kamu. Aku juga sudah bisa melindungi diri aku sendiri. Aku rindu kakak perempuan ku bukan perempuan egois seperti kamu saat ini. Kamu paham apa yang aku sebut egois.” ujar Rasika.
Mardeana mematung. Rasika bergerak cepat masuk ke dalam mobilnya. Mengemudikan mobilnya dalam kecepatan sedang menuju tempat janjiannya dengan Ralu. Emosinya sedang bercampur aduk saat ini. Namun satu yang pasti ia membenci sosok Mardeana sekarang.
Rasika tidak bisa menerima bagaimana sosok kakak perempuannya yang dulu begitu hangat kepadanya berubah menjadi sosok yang menjual kasih sayang kepadanya demi meraih seorang pria? Rasika tidak bisa dan tidak akan pernah mau. Buat apa? Karena kasih sayang yang di perjualbelikan dengan begitu mudahnya seperti itu tidak memiliki ketulusan. Palsu. Rasika lebih rela Mardeana memperlakukan dirinya dengan kasar dari pada menghujani dirinya kasih sayang yang palsu.
Rasika memarkirkan mobilnya di depan kafe baca milik Arediat. Rasika bergerak lincah menghampiri Arediat yang tengah sibuk menyirami tanaman-tanaman hias di teras kafe.
Rasika menyapa Arediat. Arediat pun membalas sapaannya sembari menghentikan kegiatannya menyirami tanaman-tanaman nya. Arediat mengulas senyum cerah menyambut kedatangan sosok Rasika dikafenya ini yang ia tebak pasti buat ketemu dengan Ralu. Sahabatnya itu ada di lantai dua kafenya. Di tengah-tengah lautan buku.
“Mau ketemu Ralu, ya? Dia ada di lantai dua.”
“Makasih, Arediat.”
“Kamu bisa panggil aku dengan Aredi jika Arediat terlalu sulit.”
“Oke, Aredi. Aku ke Ralu dulu, selamat melanjutkan kencan mu dengan tanaman-tanaman hias itu. Mereka tampak indah.”
“Makasih untuk pujian kamu untuk mereka.”
“Dadah.”
Rasika pun berlalu dari hadapan Arediat. Arediat memperhatikan lekat-lekat Rasika. Cewek itu bisa bersikap manis juga rupanya. Padahal kalo mengingat pertemuan dua hari sebelumnya, dia kelihatan sosok yang serius dalam menanggapi segala hal. Arediat juga menyadari satu hal dan itu tentang membenarkan apa yang Ralu lihat dari sosok Rasika. Sahabatnya tidak salah pilih perempuan rupanya. Malah cerdas banget.
Rasika sepanjang perjalanannya menuju ke lantai dua kafe baca Arediat menyempatkan diri untuk melihat-lihat hiasan dan buku-buku yang di pajang di lantai satu. Dua hari yang lalu pas ia kesini, ia tidak sempat melakukan itu. Kafe baca ini sangat nyaman dan cerah. Cocok di jadikan tempat untuk self healing. Mereka yang datang kesini juga pasti akan merasa senang. Perpaduan warnanya sangat mempertimbangkan tentang menjaga kesehatan mental pengunjung.
Di lantai dua, Rasika jauh lebih di buat terpukau. Ada ruangan-ruangan yang di desain khusus untuk membuat kamu bisa merasa seperti sedang berada di alam bebas. Juga jangan lupakan pada desain lantai dua ini. Bukan warna putih tapi gambar beberapa tokoh kartun populer di Indonesia. Di lantai dua ini juga ada tempat buat kalian pencinta kpop. Di ruangan itu tertata rapi puluhan album-album penyanyi kpop populer. Ada ground poster juga, ada yearkbook card dan ada post card yang di tata rapi di sebuah mading.