Hari itu ada tamu. Ibu bilang, mereka teman lama ibu. Ayah juga bilang begitu. Tamu itu membawa anaknya. Aku bermain seharian dengan anak laki-laki itu, selagi orangtua kami berbincang tentang apa yang tidak diketahui anak-anak berusia lima tahun seperti kami. Aku dan anak laki-laki itu bermain di lantai dua –kamarku. Walaupun laki-laki, dia mau bermain boneka. Kami mengadakan pesta teh di siang hari itu, bersama Mr. Beary –boneka teddy bear-ku, Mr. & Mrs. Bananaboonia –sepasang boneka pisang, Rawley The Witch –boneka penyihir, Barbie –kalian pasti tau Barbie, dan Baby –boneka bayi Unicorn.
Ya, sebenarnya itu hanya sebagian kecil dari semua mainan dan bonekaku, tapi, anak laki-laki itulah yang memilih. Biasanya, aku mengadakan pesta teh dengan semua boneka. Tapi kali ini, entah kenapa pesta teh itu suasananya berbeda. Seperti, boneka-boneka yang tidak diajak ke pesta teh iri, sedih, marah, dan menatapku dengan aneh. Mr. Rabbito –boneka kelinci jantan besar yang ada di pojok kanan kamar, Mrs. Angel –boneka cupid perempuan, Kelly, Molly, and Willy –boneka berbentuk apel hijau yang memiliki anggota tubuh lengkap, Giant Baby –boneka bayi yang sebesar bayi sungguhan, dan British Army –miniatur tentara Inggris. Mereka semua tidak diajak ke pesta minum teh. Aku takut mereka marah. Aku.. aku.. punya perasaan buruk tentang ini.
Aku terus menoleh dan menoleh. Memperhatikan boneka-boneka dan mainan-mainan yang tidak ikut pesta teh.
“Hey. Tenang, mereka akan mendapat giliran,” kata anak laki-laki itu dengan lembut. Aku tidak menjawab. Hanya menelan ludah sebagai sinyal jawaban ‘iya’. Lalu kami melanjutkan pesta tehnya.
“Daaah! Kemari lagi lain waktu..” seru ibu setelah tamu-tamu itu pulang.
“Sudah jam sembilan. Ibu akan mengantarmu tidur. Yeaaa..!!” Ibu langsung menggendongku dan berjalan menuju kamar. Ayah hanya menggeleng-gelengkan kepalanya dan tersenyum.
“Ibu, ibu tahu? Tadi, aku dengan anak laki-laki itu mengadakan pesta teh.” Kataku pada ibu.
“Oh ya? Hanya berdua?” tanya ibu.
“Tidak. Bersama Mr. Beary, Mr. & Mrs. Bananaboonia, Rawley The Witch, Barbie, dan Baby.” Jelasku.
“Oh, begitu. Baiklah, Isabelle, ibu akan memberitahumu satu hal. Nama anak laki-laki itu adalah Jonnathan Baker. Kau bisa memanggilnya John kalau mau.” Kata ibu lalu mencium kening dan kedua pipiku dan berkata
“Selamat malam. Mimpi indah anakku.” lalu menutup pintu.
Jonnathan Baker. Jonnathan Baker. Jonnathan Baker. Aku membisikkan namanya sampai aku tertidur.
“Tolong!! Lepaskan!! Lepaskan rambutku!!! Jangan gigit jari-jariku!! Jari jariku bukan wortel!!!! Jangan!! Jangan tembak aku! Aku bukan musuh Inggris! Aku tinggal di Inggris! Aku bersumpah tidak menghianati Inggris! Tidak! Tidak!! Aku bukan ibumu!!”
“Isabelle!!” terdengar teriakan ayah dah ibu disampingku. Ibu langsung memelukku erat.