SEVEN WONDERS

Agsha Intan Aulia
Chapter #2

Art is My Passion

"Liburan musim dingin masih satu minggu.."

Siang hari setelah perayaan ulang tahunku yang kecil-kecilan itu, ayah mengajakku keluar. Ia bilang, aku bisa memintanya membelikan apa saja dan di toko mana saja, tentunya masih di sekitaran kota Doncaster.

"Yah, aku mau ke toko lukis." Pintaku pada ayah.

"Baiklah, Tuan Putri. Kita akan ke sana..." ayah langsung menancap gas dan melaju ke toko lukis.

Di toko lukis, aku mengambil kanvas, beberapa kuas coklat lembut, palet, sebotol kecil pengencer cat, 3 paket cat air, dan standing.

"Ayah, setelah peralatan lukis, aku juga ingin membeli peralatan menggambar. Boleh ya?" pintaku lagi pada ayah.

"Iya." jawab ayah.

Aku langsung mengambil buku gambar yang paling besar dan yang sedang, sketch book, krayon, dan aneka pensil dari yang ketebalannya paling tebal sampai yang paling tipis.

Setelah berbelanja ke toko lukis, aku dan ayah mampir ke Hall's Bakery. Ya, kue dan roti di Hall's Bakery adalah favoritku. Kami membeli beberapa pai, cupcake, dan roti isi daging. Setelah itu, kami kembali pulang ke rumah.

Sesampainya di rumah, aku langsung berlari dengan membawa alat-alat melukis dan menggambarku yang baru. Aku sangat senang. Tidak peduli dengan roti isi daging, pai keju coklat maupun cherry cupcake. Aku berlari ke kamar karena aku sudah tahu apa yang akan kulukis. Aku mendirikan standing, dan menempelkan kanvasnya. Kubuka sekotak cat air dan menuangkan sedikit demi sedikit pengencer cat di palet. Lalu, kuambil kuas dan menyelupkannya ke dalam palet berisikan cat warna coklat. Coklat, merah, jingga, coklat ringan, semua warna gelap terang aku padukan, dan sesudahnya, aku telah selesai menggambar rambut.

Kucelupkan lagi kuasku ke cat air berwarna coklat terang, aku membuat sepasang mata berbinar yang indah, warna cream, dan aku membuat wajah, tangan, dan menyelupan kuas lagi ke cat warna jingga terang dan merah. Sekarang, aku sudah melukis seorang anak laki-laki yang berambut coklat terang, bermata coklat muda, kulit cerah secerah cream kue, dan kaus panjang belang-belang merah dan jingga. Kurasa aku tahu siapa anak itu, Jonnathan Baker. Aku mengingatnya dalam kepalaku.

Aku menyimpan lukisanku di dalam lemari.

Tak ada seorang pun yang boleh tahu aku melukisnya. Kataku dalam hati. Aku mulai menggambar dan melukis sesuka hatiku.

Lihat selengkapnya