SEVEN WONDERS

Agsha Intan Aulia
Chapter #3

Ternyata!

Aku terbangun dan sadar bahwa aku sudah ada di kamar super nyamanku. Kepalaku pusing, tubuhku lemas. Aku berusaha mengingat apa yang terjadi tapi kepalaku terlalu pusing untuk itu. Aku mencoba untuk berbicara tapi suaraku sangat pelan dan serak.

“Ibu....” kataku dengan suara pelan dan merintih.

Terdengar langkah kaki tergesa-gesa dan terburu-buru –itu pasti ibu. Ia langsung menghampiriku. Aku sempat bingung, apa suaraku terdengar sampai ke bawah? Ah, aku tidak peduli. Yang penting ibu meladeniku.

“Ada apa sayang?” tanya ibu.

“Apa ibu ada pertemuan dengan rekan bisnis hari ini?” tanyaku.

“Oh, tentu saja tidak. Ibu akan merawatmu sampai kau sembuh.” Kata ibu.

Tiba-tiba, terdengar suara telepon dari ruang keluarga di bawah. Ibu langsung mengangkatnya.

“Halo? Ya. Oh, sahabatku. Apa kabar. Ya? Oh, selalu terbuka untukmu. Maaf aku tidak bisa. Aku sedang menjaga anakku, dia sakit. Iya, Isabelle. Oh, tentu saja boleh. Hanya berdua? Baiklah, aku tunggu... Daaah..” lalu menutup telepon.

Kurasa, inilah kerugian tinggal di rumah berlantai dua, kalau ada di lantai dua, lalu ada perlu yang harus turun ke lantai satu, akan repot.

Ternyata, setelah aku tahu, teman lama ibu yang bernama Alice, akan berkunjung ke rumah. Jadi, ibu sibuk saat itu. Ia harus menyiapkan makanan di dapur –tepatnya di lantai satu, dan mengurusi aku yang sedang sakit di lantai dua.

Beberapa saat kemudian, bel rumah kami berbunyi. Pasti itu si tamu. Ibuku langsung menyuruh mereka masuk. Aku sudah mendunga, pasti mereka berbincang-bincang sambil menikmati hidangan teh, scones –semacam muffin, dan kue krim dengan selai stoberi. Biasanya itulah hidangan yang disiapkan ibu untuk tamu, atau, kalau sampai siang, pasti ibu juga membuatkan makan siang yang dilengkapi dengan pencuci mulut dan puding.

Aku memaksakan diriku dan memerintahkan otakku untuk duduk. Aku ingin mengambil kertas di meja di sisi tempat tidur, dan menggambar.

“Oh, Karen, kau bilang anakmu sakit? Apa aku boleh menjenguknya?” terdengar suara Tante Alice, teman ibu.

“Oh, ya. Dia sedang terbaring di kamarnya di atas.” Mereka manuju kamarku.

Setelah mereka masuk, aku kaget bukan main! Aku melihat anak laki-laki berdiri di belakang Tante Alice dan ibu. Ternyata, anak itu adalah anaknya Tante Alice. Aku kenal dengan wajah Tante Alice. Dialah yang berkunjung ke rumahku sepuluh tahun lalu! Kemungkinan besar, anak itu.... Jonnathan Baker! John sudah besar. Tubuhnya yang tinggi dan berisi, tidak kurus dan juga tidak gemuk, rambutnya coklat terang, matanya yang berwarna coklat muda, dan kulit cerah secerah cream kue. Persis Jonnathan sepuluh tahun lalu! Hanya saja, wajahnya lebih dewasa dan tubuhnya lebih tinggi. Senyumnya mengembang bagaikan kue pai di oven saat melihatku. Aku hanya membalas dengan senyuman tipis.

“Isabelle, apa kabarmu? Kau masih ingat kami?” kata Tante Alice dengan senyum senang.

“Ya, ya. Aku ingat. Ingat..” kataku agak sedikit gugup.

Aku merasa tubuhku lebih baik sekarang.

“Kemari John, kau pernah bermain bersamanya sewaktu kecil dulu.” Kata Tante Alice kepada Jonnathan.

Mereka semua mengerumuniku dengan duduk di tempat tidurku. Uh! Kenapa aku harus sakit saat Jonnathan kesini?! Ini adalah kesempatan untuk mengenalnya lebih baik! Andai aku tadi malam tidak turun untuk melihat wanita misterius itu! Andai aku langsung tidur jam sembilan malam! Andai! Andai saja! Uh! Kataku dalam hati, kesal.

“Nah, Isabelle. Sekarang ibu dan Tante Alice akan pergi sebentar. Ada bisnis. Ibu sudah aman kalau Jonnathan mau tinggal disini untuk menjaga Isabelle sebentar.” Kata ibu.

“Apa? Ibu ilang tidak ada pertemuan dengan rekan bisnis?” kataku kaget.

Apa-apaan ibu ini, tadi bilang akan merawatku sampai sembuh, sekarang bilang ada pertemuan dengan rekan bisnis bersama Tante Alice.

Lihat selengkapnya