Malam itu panas sekali, Kasuma telentang di lantai tepat di bawah kipas angin serupa baling-baling yang tergantung di plafon kamarnya. Kipas angin itu sebentar-sebentar mengeluarkan bunyi berdenging tanda ada komponennya yang rusak atau mungkin sudah minta diganti. Pikirannya agak kalut, tadi sore saat menaiki tangga menuju kamarnya ibu kos-nya seorang wanita tua berbadan besar menyapanya ramah.
"Nak Kasu, gimana kabarnya? Moga sehat selalu ya, ini ibu cuma mau ngingetin sewa kamar kosmu harusnya minggu kemarin sudah dibayar, tapi kalau belum punya uang ya sudah ... nanti-nanti saja," demikian ibu pemilik tempat indekos Kasuma itu menyapanya sembari tersenyum bijak.
Hal yang bikin Kasuma semakin merasa susah hati, karena ini berarti sudah kedua kalinya dia ditanyai perihal uang kos-nya yang genap dua bulan ini belum dibayar.
Pikirannya melayang, “Hasil kerja sampinganku sebagai guru les di kursus bahasa Jepang hanya bisa menutupi separuh kebutuhanku, andai tidak ada duit pemberian Om untuk ongkos mengajar privat Chisel sepupuku itu entah bagaimana jadinya.”
Matanya melirik amplop putih yang tergeletak di atas meja kecil, “Ada 750 ribu di dalamnya ... kenapa besar sekali nyaris sama dengan gajiku mengajar kursus?"
Kasuma berpikir keras, tadi dia sudah berniat mengembalikan uang tersebut ke Om-nya, hatinya tidak tenang karena merasa tidak sepantasnya dibayar segitu besarnya buat pekerjaan yang hanya sekedar mengajari sepupunya itu seminggu sekali.
"Ah, besok pagi aku harus temui Om buat bicarakan hal ini, tapi uang kos yang sudah dua bulan belum kebayar bagaimana?" pikiran Kasuma terus bergulir.
Pandangannya mengitari sisi ruang kosnya, sebuah kamar berukuran 3 x 4 meter yang di dalamnya hanya diisi gulungan kasur dan tikar tempatnya merebahkan diri. Sebuah meja kecil dan almari pakaian bawaan isi kamar ini, dan sebuah kompor listrik beserta beberapa buah piring dan gelas, ada juga beberapa kaleng tempat menaruh gula dan kopi yang sudah empat hari ini kosong tak ada isinya.
Malam sudah menunjukkan pukul 19.00 saat sayup-sayup terdengar sesuatu berdentum-dentum di telinganya, kaget karena sudah setengah tertidur, Kasuma berusaha merinci asal suara
Terdengar suara gedoran keras berkali-kali di pintu kamarnya.
Kasuma beringsut bangkit menunju ke pintu kamar, dibukanya sedikit gorden jendela mengintip keluar. Tampak silhuet hitam pekat setinggi manusia yang bagian atasnya berwarna kuning keemasan. Warna keemasan yang menutupi separuh tubuhnya itu terlihat bergerak-gerak ke kanan dan ke kiri dengan dua buah tangan yang juga berwarna sama ikut bergerak-gerak melambai.
Kasuma tercekat, tengkuknya terasa sedingin es, "Ha-hantu ... Noni!?"
“Ternyata cerita yang beredar di rumah kost ini tentang sosok gadis Belanda yang mati bunuh diri dan sering gentayangan mengganggu anak-anak kos yang pulang malam hari beneran ada," pikir Kasuma ketakutan.