Happy Reading...
● ● ●
"Sikap pedulimu membuatku takut, jika aku jatuh hati kepadamu."
● ● ●
Mereka bedua terkejut, ternyata yang ditabraknya adalah sosok yang mereka saling kenal. Pandangan mereka saling bertemu, dan mata mereka terbuka sempurna.
"Lo?" tanya mereka berdua bersamaan dengan mulut terbuka yang masih tidak percaya.
"Pipi lo kenapa Bray?" anya Seyya dengan penuh kekhawatiran.
Ia mencoba mendekatkan diri, dan mempersempit jarak diantara mereka untuk melihat secara detail memar di pipi Brayen. Tapi Brayen menghindar, dengam melangkahkan kakinya kebelakang untuk mundur.
"Gapapa kok Sey, cuma terbentur tembok. Lagian, gak parah kok," tutur Brayen untuk meyakinkan Seyya.
"Apanya yang gak papa. Kalau kayak gini dibiarin bisa infeksi. Lagian mana ada orang yang terbentur tembok bisa seperti ini," jawab Seyya tak percaya.
"Iya ketatap tembok. Tadi waktu istirahat gue gak liat-liat lalu nabrak orang dan ketatap tembok," jawab Brayen untuk meyakinkan Seyya kesekian kalinya.
Seyya menggenggam tangan kiri Bryen dengan kanannya, dan bersiap segera melangkah ke arah UKS.
"Lo mau ngajak gue ke mana?"
"UKS."
"Gak usah."
"Nanti luka Brayen bisa tambah parah. Udah ikut Seyya aja," tariknya dengan sedikit memaksa.
* * *
Pandangan Seyya menyapu seluruh isi UKS, mencari sosok PMR. Tapi ia tidak menemukan satupun orang disana.
Suasana di UKS sepi bingitt, dan hening, bagaikan di kuburan.
"UKS nya kok sepi ya Brayen?" tutur Seyya sambil kebingungan. Biasanya UKS ramai karena banyak siswa-siswi yang melarikan diri dari kelas mereka bahkan ramainya bagaikan pasar, lah sekarang sudah sepi kayak kuburan.
"Ya mana gue tau, kan gue gak penjaga UKS ataupun PMR," jawab Brayen tanpa berpikir panjang.
Ya, karena cuma ada Seyya dan Brayen saja, mau bagaimana lagi Seyya yang mengobati luka Brayen.
Seyya segera berdiri dan melangkahkan kakinya ke dekat kotak P3K di samping tempat duduk mereka.
Setelah mengambilnya, ia langsung membuka dan mengambil kapas, hansaplast dan obat merah.
Seyya mulai mengobati Brayen, dengan sangat fokus dan sangat hati-hati. Sedangkan Brayen fokus melihat Seyya, tak henti-henti memandangnya dan bukan melihat lukanya.
"Cantik," seketika kata-kata itu terlontar begitu saja dari mulut Brayen. Untungnya suaranya kecil.
"Apa?" tanya Seyya yang mendengar kata-kata Brayen, tapi sangat tidak jelas.