Seyya

Nadyas Aulia
Chapter #9

Nonton Bioskop

Happy Reading...

● ● ●

"Apakah rasa deg-degan ini pertanda aku mulai jatuh cinta padamu?"

● ● ●

Pagi pagi sekali, Brayen bangun duluan dengan mata sangat berat untuk dibuka dan terlihat sedikit kantong matanya, sekitar pukul 05:00. Jujur saja, dia hampir tidak bisa tidur semalaman tadi, mungkin tadi dia cuma tidur kurang lebih sekitar tiga jam-an. Seolah-olah pikirannya dipenuhi tentang Seyya dan juga hari ini.

Hari ini pakai baju apa? Bangun jam berapa? Terus nunggu Seyya dimana? Nanti bicara apa supaya tidak cangguh? Seyya pakai baju apa? Hal-hal seperti itu terniang-niang di kepalanya, dan membuat dia tidak bisa tidur.

Huaaaa...

"Masih ngantuk sekali, tapi gue buat tidur kok gak bisa?"

Brayen melangkahkan kakinya menuju wastafel, yang berada di dalam kamar mandinya, untuk mecuci muka dan untuk menghilangkan kantuknya.

Suhu udara pagi hari begitu dingin membuat Brayen menggigil kedinginan, setelah selesai mandi. Tapi dingin juga bisa membuat menghilangkan kantuk kita.

"Gue pakai baju apa ya? Kalau gue pakai baju jelek, nanti Seyya malu jalan sama gue. Coba gue cari dulu baju yang paling bagus dilemari gue."

Panjangan Beayen menyapu ke seluruh isi lemarrinya. Seketika tatapannya terhenti dan tertuju pada sebuah baju berwarna putih, yang baru dibelikan bokapnya, dan yang yang satu lagi adalah jaket bommber berwarna biru tua pemberian dari om Andri.

Brayen keluar dari rumahnya, sekitar pukul 08:00. Ia keluar rumah dengan penampilan yang keren.

Dengan mengenakan baju berwarna putih didalamnya, dan juga jaket bommber biru tuanyaa dengan corak garis putih dibagian pergelangan dan kera di luar yang sengaja dibuka resletingnya. Dan mengenakan celana berwarna hitam. Dia juga memakai parfum yang jarang sekali ia kenakan, mungkin hanya saat-saat penting aja.

Penampilannya yang keren ini, membuat ketampanan dirinya menjadi dua kali lipat.

* * *

"Lama banget deh ni anak. Dandan aja selama ini," omel Brayen, yang menunggu Seyya sambil duduk didepan rumahnya lebih tepatnya di teras rumahnya, sudah sekitar satu jam-an.

Brayen sengaja menunggu saja di depan teras rumahnya, tanpa memencet bel rumahnya dan memberi kabar kalau dirinya sudah didepan rumahnya.

Seketika kesabaran didirinya mulai habis. Dia mencoba untuk berdiri, dan membalikkan badan menuju ke pintu putih rumah Seyya, untuk mengetoknya.

Tapi ia sempat mengurungkan dirinya untuk mengetok pintu itu, karena muncul perasaan yang aneh, sekaligus langkah, yang pernah ia rasakan.

"Kenapa aku gugup gini ya? Jantungku juga tidak berdetak dengan normal? Tapi mengapa aku gugup dan deg-degan?" Brayen memegangi jantungnya yang berdetak cepat, sepertinya jantungnya ingin keluar.

"Ketok gak pintunya?" tanya Brayen pada dirinya sendiri dengan bimbang.

Lihat selengkapnya