Happy Reading...
● ● ●
"Apakah perubahan itu hal wajar? Walau dalam waktu dua puluh empat jam?"
● ● ●
Pagi ini, Seyya berangkat sekolah dengan wajah cemberut dan tanpa semangat sama sekali. Karena hari ini adalah praktek olehraga. Seyya adalah tipe anak yang tidak bisa dan tidak suka dengan olahraga.
"Brayen," panggil Seyya dengan nada lemas, sambil menaruh kepalanya di atas meja, dan menghadap ke arah Brayen.
"Kamu kenapa Sey? Sakit? Kok lemas?" tanya Brayen dengan khawatir.
Seyya menggelengkan kepalanya dengan pelan dan lemas.
"Seyya itu bingung, nanti prakteknya gimana? Soalnya, Seyya selalu gagal saat praktek olahraga," tutur Seyya tanpa ada semangat.
"Padahal Seyya selalu optimis biar bisa, sekali saja," lanjutnya.
"Gue satuy, meskipun gue selalu gagal. Toh gue memang gak pinter dalam hal apa pun," tutur Brayen pesimis.
"Brayen kok pesimis sih? Brayen itu pintar, tau? Mangkannya jangan pesimis terus," tutur Seyya dengan mengobarkan semangatnya.
"Lha, gitu dong semangat. Masa murung terus kayak tadi pagi," tutur Brayen senang, melihat Seyya yang mulai bersemangat lagi.
"Oke, oke. Seyya harus tetap semangat"
* * *
"Hai, Sey," sapa Kevin, yang baru saja masuk ke dalam kelas.
"Ha..." sapaan Seyya terpotong, ia terkejut, melihat yang menyapanya adalah sosok Kevin yang kemarin gak suka bicara.
Entah semalam ada angin apa? Atau kejadian apa? Yang merubah sikap Kevin tiga ratus enam puluh derajat.
Seyya memeriksa Kevin, apakah dia sedang sakit sekarang? Ia menyentuh kening Kevin, alhasil suhu tubunya normal, tidak terasa panas atau pun demam.
"Kevin gak sakit?" tanya Seyya memastikannya dengan hati-hati.
"Gak lah, gue mah sehat-sehat aja," jawab Kevin enteng.
"Kevin kemarin sariawan? Atau pms?" tanya Seyya lagi dan lagi.
"Jawabannya tetap enggak."
"Ini mimpi?" tanya Seyya yang masih gak percaya.
Kevin segera melangkahkan kakinya satu langkah, mendekati Seyya. Ia mencubit kedua pipi Seyya dengan kedua tangannya.