Bandung, November 2006
Pukul dua siang jam pelajaran sudah berakhir. Lana segera membereskan buku-buku dan memasukkannya ke ransel. Sambil tak lupa melongok isi laci mejanya kalau ada benda lain yang tertinggal di sana. Gadis itu menemukan kotak bekal berukuran sedang yang sebelumnya berisi cracker, tapi sekarang sudah kosong. Ia menjejalkannya di antara buku-buku, lalu menarik resleting ransel hingga tertutup sempurna sambil melirik ke arah teman sebangkunya yang bernama Vivi. Gadis berambut ikal yang selalu memakai bandana itu sedang memulaskan lipgloss di depan sebuah cermin kecil.
"Duluan ya, Vi," ujar Lana seraya mencangklongkan ransel di pundak.
"Buru-buru banget, biasanya juga bareng sampai depan gerbang," cetus Vivi.
"Mau ngejar Ares. Dia kayaknya nggak baca sms yang gue kirim. Males banget kalau harus pulang naik angkot sendirian."
"Memangnya lo nggak bareng si Bastian?" tanya Vivi.
Lana menggeleng. "Bastian masih lanjut latihan basket sampai sore," terang Lana. "Duluan ya!" Lana melambaikan tangan pada Vivi yang masih berkutat dengan rambutnya dan bergegas keluar dari kelas.
Selama kurun waktu dua minggu ini, Bastian memang yang rutin mengantar Lana pulang ke rumah. Maklum, hubungan mereka berdua sudah semakin dekat meski belum berstatus pacar. Lagipula Lana hanya tinggal menunggu waktu sampai Bastian menyatakan perasaannya. Lana juga menyukai Bastian yang ketampanannya tidak bisa disangkal, yang membuat cowok itu memiliki banyak secret admirer. Posisinya sebagai ketua tim basket putera semakin menambah kepopuleran Bastian di SMA 300.
Dan hari ini kebetulan Bastian tidak bisa mengantar Lana pulang, karena ada latihan basket tambahan menjelang pertandingan final basket pada hari Sabtu nanti.
"Ares!" panggil Lana yang merasa lega melihat Ares masih berada di parkiran.
Ares menoleh. Helm sudah terpasang di kepalanya.
"Bareng ya pulangnya," tukas Lana lalu dengan sigap langsung mengambil helm yang tergantung di stang motor.
"Nggak bisa, Na."
"Kenapa?" tanya Lana yang tidak jadi memakai helm. Dan jawabannya langsung Lana dapatkan tanpa Ares perlu jelaskan.
Lana melihat Bella yang juga teman sekelas Ares berjalan menghampiri mereka. Perempuan itu sepertinya bingung melihat Lana memegang helm Ares.
"Kita jadi pulang bareng, kan, Res?" tanya Bella.
Ares tidak menjawabnya dan malah melirik ke arah Lana yang kini sudah paham situasinya. Tanpa berkata apa pun Lana langsung menyerahkan helm yang dipegangnya ke tangan Ares.
"Maaf, gue nggak tahu. Gue kira Ares pulang sendirian," ujar Lana kikuk. Namun berusaha ia tutupi dengan cengiran lebar.
Untuk beberapa saat Lana tidak tahu harus bersikap seperti apa di antara mereka berdua. Hanya berdiri diam diliputi kecanggungan yang tiba-tiba saja hadir. Lana akhirnya menampilkan senyum cerianya.
"Kalau gitu gue duluan ya," ujar Lana yang berjalan dengan langkah selebar mungkin, menjauh dari orang yang sukses membuat hatinya terasa panas.
Yang perlahan menjangkiti bagian di dalam dirinya. Perasaan yang muncul ketika melihat orang yang disukainya malah menunjukkan kedekatan dengan perempuan lain. Perasaan yang tadinya biasa, malah menjadi lebih dari sekadar rasa pada seorang teman.