Shades of Cool

Ayuwening Tyaswuri
Chapter #23

Ketika Hanya Ada Kata "Kita" [3.B]

Seperti biasa tepat pada pukul 13.00, jam pelajaran berakhir. Lana segera mengemas buku dan peralatan tulis miliknya ke dalam tas. Rencananya ia tidak langsung pulang hari ini karena akan mengikuti rapat osis terlebih dulu. Sebenarnya sekarang dia sudah di luar kepengurusan, karena posisi ketua osis yang diembannya tahun lalu sudah digantikan oleh siswa kelas XI.

Sebagai siswa kelas XII, Lana memang tidak dituntut untuk aktif dalam kegiatan organisasi ataupun juga ekstrakurikuler yang ada di sekolahnya. Persiapan ujian nasional menjadi hal yang lebih diprioritaskan di tahun terakhirnya ini. Namun kalau ada pengurus osis yang masih perlu arahan atau bantuan darinya, Lana tentu dengan senang hati akan turut ambil bagian.

Seperti kali ini saat Lana dimintai pendapat mengenai festival yang akan diadakan kurang dari sebulan lagi di sekolahnya. Festival yang setiap tahun diadakan sekolahnya ini memang mengadaptasi bunkasai yang ada di sekolah-sekolah negara Jepang. Sehingga akan banyak booth yang ditampilkan dari setiap kelas.

"Kelas XII IPS1 sama XII IPA4 kayaknya tetap mau pakai tema yang sama. Nggak ada yang mau ngalah, Kak," keluh Dara si ketua osis saat Lana mulai membaca daftar ragam tema yang diajukan masing-masing kelas. Dan yang menjadi kendala adalah kedua kelas ini sama-sama ingin memakai tema "back to the future".

"Tolong bantuin bilang ke Kak Edo atau Kak Bastian, deh, biar ada satu yang mau ngalah," pinta Dara.

"Kenapa nggak kamu sendiri aja, sih, Ra? Atau diundi aja temanya biar adil. Yang kelasnya keluar, berarti dia yang pakai tema itu."

"Kita mana berani ngomong sama mereka, Kak," sahut pengurus osis lainnya yang bernama Yuna.

Dara tak memprotes ucapan Yuna, karena memang benar kalau dia tidak punya cukup keberanian berhadapan dengan Bastian dan Edo. Keduanya bak bintang di SMAN 300. Keduanya juga sama-sama punya reputasi: tidak semua siswa biasa bisa berdekatan dengan mereka.

"Makanya kami minta bantuan Kak Lana, mungkin bisa ngomong sama Kak Bastian buat ngalah."

"Iya. Kak Lana, kan, pacarnya. Pasti didengerin," timpal Yuna.

"Eh, siapa bilang aku pacaran sama Bastian?" sanggah Lana. Membuat Dara dan Yuna tampak antusias untuk tahu kebenarannya.

"Bukannya pacaran, ya?" tanya Yuna.

"Ya enggaklah ... ngarang aja." Lana tertawa.

"Masa nggak, Kak?" Yuna masih belum yakin kalau cowok dan cewek paling diidolakan di sekolah ini ternyata tidak berpacaran seperti yang dikira banyak orang.

"Soalnya kalian berdua kelihatan dekat banget," sambung Dara.

"Kami terlihat dekat bukan berarti pacaran."

Namun kalau kedekatannya dengan Bastian dinilai spesial, Lana pun sebenarnya tidak bisa mengelak.

"Ya udah, nanti aku yang ngomong sama Bastian," pungkas Lana yang langsung disambut wajah-wajah lega Dara dan Yuna.

"Tapi beneran nggak pacaran sama Kak Bastian?" tanya Dara lagi saat mereka bersiap keluar dari ruangan osis.

"Nggak," ujar Lana meyakinkan.

"Mungkin kalau sekarang nggak pacaran. Besok-besok bisa jadi pacaran beneran," cetus Yuna sambil terkekeh.

Mungkin iya, Lana membatin membenarkan.

Tidak menutup kemungkinan status hubungannya dengan Bastian akan berubah. Namun ia cukup memberi senyum sembari mengedikkan pundak yang membuat dua orang adik kelasnya itu semakin penasaran.

Area dalam sekolah sudah sepi. Hanya ada beberapa siswa yang sedang melakukan kegiatan ekstrakurikuler di beberapa ruangan. Lana berpisah dengan Dara dan Yuna di koridor. Ia berbelok ke arah toilet. Ponsel yang baru saja bergetar ia keluarkan dari saku. Ada SMS dari Ares. Sayangnya begitu ia berniat membuka kotak pesan, ponselnya tiba-tiba mati karena kehabisan daya. Lana jadi tidak bisa tahu isi pesan yang dikirim Ares.

Ada apa ya? pikirnya sambil terus berjalan.

Di dalam toilet puteri tidak ada siapa pun selain Lana. Terdapat enam bilik toilet kosong. Lana memasuki salah satunya yang terletak di urutan kedua dari ujung. Namun tak disangka-sangka saat Lana akan keluar, pintu toilet itu tidak bisa dibuka. Berkali-kali Lana mencoba memutar dan menarik gagang pintu itu, tapi tetap saja tidak mau terbuka.

"Ada orang nggak? Tolong ... gue nggak bisa buka pintunya!" seru Lana yang mulai panik. Berharap ada orang yang mendengarnya. Tangannya bergerak cepat memutar gagang pintu.

Lihat selengkapnya