"Mas Faraz mau sekalian aku buatin kopi?" tanya Inge.
"Nggak. Makasih," jawab Faraz tanpa melihat wanita yang berdiri di depan mejanya. Matanya tetap lurus pada layar laptop.
"Atau mau dibikinin minuman yang lain?"
"Kalau udah dibilang nggak ya nggak. Nggak perlu kamu tawarin lagi." Kali ini jawaban yang keluar terdengar ketus. Membuat Inge segera pergi ke pantry setelah dibuat canggung dengan sikap Faraz yang tidak seperti biasanya.
Beberapa pasang mata yang berada di ruangan divisi kreatif menatap penuh tanda tanya ke arah Faraz. Salah satunya Dita yang mejanya tepat berseberangan dengan Lana. Wanita berambut pendek sebahu itu memberi kode dengan mengetukkan ujung pulpen ke meja tanda kalau sedang bertanya pada Lana. Yang kalau diartikan: "Ada apa dengan Faraz?"
Lana mengedikkan pundaknya. "Nggak tahu."
Faraz tidak pernah bersikap acuh tak acuh seperti itu pada orang lain. Termasuk juga Inge, yang diketahui oleh rekan kerja lainnya sedang dekat-dekatnya dengan Faraz. Walau belum bisa dibilang mereka resmi berpacaran, tapi paling tidak mereka tahu kalau Faraz tengah gencar melakukan pendekatan dengan Inge.
Faraz tiba-tiba menutup laptop dengan cepat. Mengambil sekotak rokok dari dalam laci mejanya, lalu berjalan keluar ruangan. Tanpa memedulikan pandangan heran rekan kerjanya yang lain. Bahkan Erwin yang baru saja masuk dan hendak mengajaknya berdiskusi pun tak dia tanggapi Pikiran Faraz sepertinya sedang tidak dalam kondisi baik.
"Kenapa dia?" tanya Erwin bingung, tapi tak ada yang bisa memberi bosnya itu jawaban mengenai tingkah ajaib Faraz. Erwin lantas meminta Bona yang berdiskusi di ruangannya.
Namun Lana sepertinya tahu penyebab keanehan sikap Faraz. Mungkin dugaannya ini salah, tapi Lana yakin kalau hal tersebut yang membuat Faraz tampak kesal sejak pagi. Lana meraih toples berisi kue kering yang ada di atas meja dan membawanya keluar. Ia merasa perlu menanyakan sesuatu pada temannya itu.
Lana menemukan Faraz sedang merokok di teras kantor. Dia menoleh begitu menyadari Lana sudah duduk di sebelahnya.
"Biasanya lo paling suka makan ini," Lana meletakkan stoples yang dibawanya di atas meja, "tapi tumben hari ini lo sama sekali nggak ambil cookies-nya."
Ia tak pernah membiarkan stoplesnya kosong dari jenis kue kering favoritnya itu. Dan Faraz setiap hari selalu ikut menikmatinya, kecuali hari ini. Cookies buatan Wanda seperti sengaja dihindarinya.
Faras tak menjawab, lalu mematikan rokok yang belum habis terbakar pada sebuah asbak. Dia cukup sopan untuk tidak seenaknya membagikan asap pada orang yang tidak merokok.
"Lo nggak suka, ya, kalau Wanda menikah sama Satria. Itu yang bikin lo kesal, kan?" tembak Lana.
Wanda dan Satria akan segera menikah. Semalam Wanda menceritakan pada Lana momen saat Satria melamarnya. Wanda terdengar bahagia, tapi tidak dengan Faraz. Tak ada satu pun balasan pesan dari Faraz waktu ia memberitahu mengenai Wanda.
"Lo salah, Na. Gue malah senang dia akhirnya bisa menikah," ujar Faraz setelah menghela napas pendek.