Sepuluh tahun kemudian ....
Jarum jam sudah menunjuk ke angka sebelas malam, ketika akhirnya Lana baru bisa menarik napas lega. Bahan untuk pitching ke klien besok, sudah selesai. Dia lalu menandaskan sisa kopi. Entah sudah berapa gelas kopi yang ia habiskan hari ini sampai rasa kantuk benar-benar menjauhi matanya sekarang.
Profesinya sebagai seorang copy writer di biro iklan LoBo sudah berjalan hampir lima tahun. Jam kerjanya memang fleksibel. Mau datang siang juga tak masalah selama tidak ada jadwal meeting pagi. Namun jangan ditanya kalau soal lembur yang kadang selesainya berbarengan dengan jam kerja para makhluk tak kasat mata.
"Kita makan nasi goreng dulu, yuk, Na," ajak Faraz yang merupakan art director LoBo dan juga rekan setimnya di divisi kreatif.
"Kayaknya gue nggak, deh, udah kemaleman, Raz. Lagian juga nggak lapar," tukas Lana. Rasa laparnya sepertinya hilang gara-gara kebanyakan asupan kafein. Padahal dari siang perutnya hanya sempat diisi roti.
Lana melirik satu orang lagi yang meja kerjanya berada di paling pojok ruangan. "Inge pulang naik apa?"
"Naik ojek online, Mbak," ujar Inge seraya merapikan potongan-potongan kertas yang berserakan di atas mejanya. Hasil dari seharian menggunting kertas.
"Bareng aku aja, Nge. Gimana?" tawar Lana yang merasa tidak tega pada Inge yang baru tiga hari magang di LoBo, tapi sudah harus ikut lembur sampai malam.
"Kayaknya mending Inge bareng gue, Na," celetuk Faraz sambil mengedipkan sebelah matanya pada Lana sebagai kode terselubung. "Rumah Inge, kan, di Mampang. Searahlah sama gue. Gimana, Nge?"
"Apa nggak ngerepotin, Mas?" tanya Inge.
Faraz tersenyum. "Nggaklah, masa kayak gitu aja ngerepotin."
Inge mengangguk setuju. "Oh, ya udah kalau gitu aku bareng Mas Faraz," kata Inge lalu keluar ruangan membawa keranjang sampah yang penuh dengan kertas.
"Ternyata lo udah tahu banget ya rumahnya Inge," sindir Lana yang mengerti kalau Faraz sedang berusaha melakukan pendekatan dengan Inge.
Faraz tersenyum lebar.
"Cepet banget, ya, Raz, nggak bisa lihat yang cantik nganggur."
"Namanya juga lagi ngeprospek. Sah-sah aja, dong," jelas Faraz beralasan lalu meraih jaket yang tersampir di kursi dan memakainya. "Kalau berhasil, kan, lo juga pasti bakalan senang punya teman udah nggak jomblo lagi, Na."
Lana memutar kedua bola mata. Tidak heran dengan status jomblo Faraz yang terlalu didramatisir.
Tak berapa lama, mereka bertiga sudah menuruni tangga untuk pulang. Kantor LoBo hanya memiliki dua lantai. Lantai pertama untuk divisi account, sedangkan lantai dua untuk divisi kreatif.
Mereka berpisah di parkiran. Inge menumpang mobil Faraz, sedangkan Lana mengemudikan mobilnya sendiri. Menembus jalanan Jakarta yang jauh lebih lengang dan lancar dibanding pagi hari.
⛾
Lana memang sangat lelah. Butuh istirahat. Namun begitu melihat sosok lelaki yang berdiri menyambut saat ia membuka pintu unit apartemennya, tak ayal bisa membuatnya tersenyum cerah.