"Kalau ada yang mau diomongin, kamu bisa bilang sekarang," kata Lana tanpa mengubah ekspresi datarnya.
"Tapi nggak di sini. Bisa nggak kalau kita ngobrolnya di tempat lain?" tawar Ares.
"Memangnya apa yang mau kamu bahas sama aku?"
Ares menatap lurus mata Lana. "Ini tentang kita, Na."
Sejenak, Lana bergeming dan tampak ragu. Isi benaknya seolah sedang beradu, antara menerima atau menolak ajakan Ares. Namun bagian dalam dirinya seakan menjawab keraguan itu, karena sudah seharusnya sedari awal ia dan Ares berbicara. Menuntaskan ganjalan di antara mereka berdua yang seperti penyakit akut, menunggu untuk diobati.
Tapi ....
Lana menggeleng. "Kayaknya nggak bisa. Aku harus balik lagi ke kan---"
"Ya udah, aku balik ke kantor duluan ya, Na. Jam makan siang kamu bebas. Lagian di kantor juga sedang nggak banyak kerjaan," sela Faraz yang tiba-tiba memotong perkataan Lana.
Faraz apa-apaan sih! rutuk Lana dalam hati yang hanya mendapat kedipan sebelah mata dari lelaki yang sekarang sudah menyeberang jalan menuju tempat mobilnya diparkir.
Akhirnya Lana hanya bisa pasrah dengan situasinya yang ditinggal Faraz begitu saja bersama Ares. Ia mengikuti langkah Ares kembali ke sekolah, karena ia akan dibonceng dengan motor lelaki itu.
"Aku ambil tas dulu, ya," ujar Ares yang bergegas menuju ruang staf. Sedangkan Lana menunggu di antara jajaran motor yang terparkir rapi.
Sekelompok anak usia sekolah dasar sedang duduk di depan kelas. Melewatkan jam istirahat dengan mengobrol bersama teman-temannya menggunakan bahasa isyarat. Hal yang sama pun terlihat di depan kelas lainnya. Beberapa siswa lelaki yang berusia lebih besar tengah larut dalam obrolan. Tangan mereka bergerak lincah ditambah raut wajah yang ekspresif. Menunjukkan kalau mereka tengah membahas sesuatu yang menarik. Yang tak disadari oleh Lana kalau mereka sedang mencuri pandang ke arahnya.