Meskipun Franz tahu adiknya tidak pernah suka dia merokok, tapi tetap dia lakukan, asap rokok mulai memenuhi ruang kerja detektifnya, sambil melihat sebuah foto keluarga kecil yang ada di meja. Ruangan ini adalah garasi yang dia sulap menjadi kantor detektif swasta Angkasa.
Nama Angkasa diambil dari nama tengahnya Angkasa. Nama pemberian Maria mendiang sang ibu untuknya. Ya mendiang, kedua orangnya sudah meninggal sejak 20 tahun lalu meninggalkan lebih banyak pertanyaan dibandingkan dengan jawaban.
Kematian kedua orang tuanya memang misterius, dia pun pernah menanyakan hal itu pada ayahnya, bahkan Franz pernah berkata, “kita terlalu miskin dan terlalu terbuka untuk jadi mafia atau bandar narkoba.”
Ucapan itu membuat Firoz ayah mereka tertawa, hidup mereka memang tidak kekurangan tapi memang tidak juga kaya, Firoz dan Maria bahkan sudah pensiun sejak mengandung sang adik, Fiona. Bagi Franz itu cukup aneh, bukannya memiliki anak itu artinya perlu banyak biaya, tapi mereka justru pensiun.
Karena itu, Franz selalu curiga, bahkan setelah Fiona berumur 5 tahun Firoz mulai sering berpergian entah kemana, sepertinya bukan kerja tapi memang ada hal yang dia lakukan hingga terkadang pergi hingga berhari-hari. Tapi Maria tak pernah curiga dan khawatir.
Satu hal lagi yang membuat Franz curiga.
Hingga beberapa bulan sebelum kematian orang tuanya. Seorang anak perempuan berumur 14 tahun muncul di depannya, anak itu memiliki tinggi sekitar 150 cm, berambut panjang berwarna hitam yang sedikit keriting. Dia tak pernah bicara jika tidak diajak bicara.
Baru mereka berhasil dekat satu sama lain, tiba-tiba dia dan kedua orang tuanya pergi dan tak pernah kembali.
Kini, kasus Firoz dan Maria menjadi hantu baginya, sebuah kasus yang tak pernah bisa dia pecahkan sampai saat ini.
Tin~! Suara klakson mobil menyadarkan Franz dari lamunannya, ditutupnya map itu lalu mematikan rokok yang dia hirup, dia pun memasukan foto keluarga yang dia pandangi sejak tadi.
Suara klakson itu sudah pasti untuk Fiona. Franz keluar dari ruangannya melihat ke teras, mobil hitam itu sudah terparkir di depan rumah.
“Fion! Udah di jemput Tama itu,” teriak Franz dari depan rumah.
“Iya bentar!”
Sang pemilik mobil pun turun dari mobilnya dan menghampiri Franz yang berdiri depan pintu rumah. “Halo bang, gue pikir lo lagi keluar.”
“Ah, mobil lagi di bengkel, ntar siang baru mau gue ambil, hari ini pertama masuk kerja lagi?”
Orang yang bernama Tama itu tersenyum getir, dia mengangkat kedua bahunya berusaha untuk rileks. “Abis skros 2 bulan, gue kaya gak tahu mau ngapain ntar kalau ke kantor.”
“Selama ruangan lo masih ada, selama lo masih dapet gaji walau setengah, selama anak buah lo masih ada, seharusnya lo bisa langsung kerja lagi, cuma—” Franz berhenti sebentar. “Mungkin lo gak di kasih kasus sementara waktu.”
“Ya kalau gak, cuma disuruh ngejar hantu,” ucap Tama lalu memberi kode untuk tidak bicara lagi karena Fiona sudah keluar dari kamarnya.
Fiona langsung memakai sepatunya sambil memeluk Franz sebentar, “Kak itu aku udah masak sayur asem sama balado kentang, kalau bosen beli lauk aja, nasi bentar lagi mateng.”