Sebuah situs berbagi pesan di Dark Web biasanya tidak terlalu ramai, hanya perputaran berita-berita pada umumnya, seperti, organisasi teroris baru, perkenalan organisasi pembunuh bayaran baru atau juga broker kelas C.
Tempat ini ibarat adalah halaman portofolio dari para kriminal-kriminal bawah tanah yang saling memesan tanpa harus menyerahkan nama asli, cukup target dan pekerjaan.
Tugas Roy dan Candra di Siber adalah menganalisa orang-orang ini, apakah mereka memiliki afiliasi di Indonesia, atau sedang beroperasi di Indonesia. Pekerjaan Roy cukup berat dalam kurun waktu 8 tahun terakhir, apalagi ketika dia juga suka membantu sahabatnya yang mantan perwira polisi yang sekarang menjadi Detektif Swasta.
Tapi, fokusnya belakangan ini bukan itu, sebulan ke belakang pergerakan organisasi hacker Indonesia yang tidak diketahui publik muncul secara signifikan. Biasanya mereka tidak pernah semasif ini pergerakannya, tapi tiba-tiba, pergerakan mereka begitu masif hingga sepertinya akan menimbulkan kekacauan.
Roy melepaskan pandangannya dari layar untuk beberapa saat, dia sudah ada di ruangan ini sejak semalam dan ini waktunya untuk istirahat.
“Mau keluar bang?” tanya Candra.
“Gue pulang dulu ya, kabarin aja kalau ada apa-apa,” jawab Roy sambil memasukan laptop dan beberapa hardisk dan transmitter.
“Pulang apa ke rumah Bang Franz?”
“Lumayan punya dua rumah mah enak.”
“Trus ini Open Unity gimana?”
“Pantau aja dulu, orang kaya mereka yang biasanya diem terus tiba-tiba sekarang ngomongin kasus yang udah lewat lebih dari 20 tahun,” Roy terdiam sebentar sambil menutup tasnya. “Pasti ada alasannya, mungkin yang mereka omongin bisa beneran kejadian, meskipun ngeliat perkembangan sekarang hal itu jauh dari kata mungkin.”
“Tapi possible?”
“Maybe, namanya juga mungkin, kita gak tahu, tapi jaga-jaga lo pantau keadaan, kalau mau kontak pake direktori pribadi gue ya.”
“Siap! Bawa bubur ama gorengan buat besok pagi ya bang.”
Roy hanya mengacungkan jempolnya, permintaan standar dari Candra padanya jika dia pergi keluar. Hampir 24 jam duduk di ruangan dingin dan gelap, makanan hanya cara mereka untuk menghibur diri.
Makan, tidur dan bekerja di tempat yang sama ya itulah cara mereka menjaga kedaulatan internet negara ini, meskipun Roy tahu, bukan hanya mereka, bukan hanya Siber Polisi yang menjaga, ada tangan tak terlihat yang selalu menjaga mereka dari luar.
Roy berkendara selama 35 menit, sudah hampir tengah malam jadi memang tidak macet, dia melewati lampu terakhir lalu masuk ke perumahan. “Malem Pak, maaf ya,” sapa Roy pada satpam.
“Santai mas Roy.”
Dia berhenti di sebuah rumah yang ada di ujung gang, rumah yang memiliki halaman parkir paling luas, Roy membuka pagar dengan perlahan lalu memasukan mobilnya, selayaknya ini adalah rumahnya sendiri, namun langkahnya terhenti ketika dia ingin membuka pintu rumah.
Dia mengokang gagang pintu beberapa kali namun tidak bisa, mencoba memakai sidik jarinya di gagang smart lock itu juga percuma.
“Si kampret ganti password lagi.”
Roy mengeluarkan ponselnya lalu mengambil card reader menunggu beberapa saat dan mendekatkan kartu itu sensor smart lock, dan pintu itu terbuka. Roy tidak pergi kemana-mana dia hanya merebahkan dirinya di sofa lalu memejamkan matanya untuk tidur sejenak.
Tidur adalah hal yang mewah untuknya, baru beberapa saat dia memejamkan mata, sebuah benturan benda empuk menghantam wajahnya. Roy membuka mata secara tiba-tiba dan melihat orang yang menyerangnya.
“Gak usah mukul kali,” ucap Roy sambil melemparkan kembali bantal tersebut.
“Lagian kaya maling, lo pikir ini rumah lo, udah gue ganti juga pinnya masih aja bisa masuk.”
“Bisa lah, kenapa gak bisa,” ucap Roy sambil berusaha duduk meskipun matanya masih begitu lelah. “Tumben belum tidur kenapa?”
Franz mengangkat plastik berisi dua bungkus nasi goreng langganan keluarganya. “Mau gak?”
“Dengan senang hati gue makan. Lah, iya, tadi pas gue masuk mobil lo gak ada, lo baru pulang?”
Franz hanya mengangguk sambil kembali dari dapur dengan dua buah sendok. “Ada kasus, tapi aneh deh. Gue agak ragu deh sama ini kasus.”