Meskipun mengeluh, disinilah mereka, Franz merasa telinganya cukup panas mendengar Roy mengeluh sepanjang jalan, orang ini benar-benar sulit dikendalikan, meskipun mereka berteman cukup lama tapi tetap saja, bagi Franz berteman dengan Roy sungguh sangat menyulitkan.
Maksudnya, tingkah Roy yang terlalu seperti anak-anak.
“Ini dari tadi kita muter-muter doang loh udah hampir setengah jam, kata lo disini,” ucap Franz.
“Lah emang bener kok, disini tempatnya, nih ping sinyalnya aja masih sama disekitar sini.”
Yang mereka lewati sejak tadi adalah sebuah lahan kosong yang berisikan gudang-gudang tua yang terbuat dari besi-besi, seperti bekas sebuah pabrik yang sudah ditinggalkan oleh pemiliknya.
Sejak tadi mereka tidak bisa menentukan dimana posisi Junaidi sebenarnya, karena sinyalnya terus berputar-putar.
“Eh ini dia pake sinyal scramble gak? Muter-muter doang ini soalnya,” ucap Franz sambil mengerem mobilnya.
“Sepertinya, on foot?”
“Ayolah, udah mau subuh soalnya, pasti rame, kita beresin sekarang.”
Ada tiga gudang di kompleks tersebut, mereka memeriksanya satu persatu, gudang pertama bersih, tidak ada barang dan tidak ada ruangan tersembunyi. Gudang kedua juga sama bersih, tidak ada barang apapun, namun ada CCTV di beberapa sudut.
Franz memberikan kode kepada Roy untuk melihat CCTV yang ada di atas gudang tersebut. Mereka pun menyusui gudang tersebut, Roy ke arah kiri dan Franz ke arah kanan, mereka berjalan hingga bertemu di ujung, ada sebuah pintu lagi di ujung.
Keduanya saling memandang, Franz berdiri di depan bersiap untuk menendang, sedangkan Roy dibelakangnya bersiap untuk membackup Franz, mereka berdua memegang senjata api.