Kania menatap kembali meja kerjanya yang penuh dengan berkas kasus yang belum selesai, dan kini muncul lagi kasus gila yang tidak pernah dia bayangkan.
Kania beserta timnya masuk ke gudang tua yang terbengkalai itu, satu telfon dari Roy membuatnya menghentikan penyelidikan lain dan pergi kesana bersama beberapa orang polisi.
Petugas yang lain memasang garis polisi agar tidak ada yang bisa masuk sembarang, sebelum masuk lebih kedalam Kania menyadari sesuatu, bekas ban yang baru dan juga jejak kaki yang sebenarnya ada dua, gedung itu berdebu dan tadi malam baru saja hujan sehingga jejak kakinya tertinggal jelas disana.
Roy mengatakan bahwa ada sebuah ruangan tersembunyi di ujung, dia pun menuju kesana dan melihat Roy telah memborgol laki-laki paruh baya.
“Ini siapa, bang?”
“Calon teroris nasional, lo tahu kan tugas gue? Gue nemuin orang yang beli alat-alat untuk pembajakan stasiun TV.”
Waktu itu Kania tidak bisa berkomentar apapun, dia saja bingung harus melakukan apa, kepalanya tidak bisa berpikir, dia tidak mungkin melepaskan orang itu, semua bukti sudah ada di depan matanya, semua sudah tersaji, bagaimana caranya menolak, itu adalah hal yang tidak mungkin.
Dia sudah bertanya pada Tama apa hari ini dia akan kembali ke kantor polisi, ternyata tidak, Tama sudah berjanji pada Fiona malam tahun baru ini mereka akan pergi berdua.
Ini kesempatan untuk Kania. Dia kembali membawa Junaidi ke ruang interogasi.
“Ini untuk apa?” tanya Junaidi ketika melihat Kania.
“Anda tidak suka jika saya yang menginterogasi anda?”
“Jika maksudmu tentang kau adalah wanita, mungkin saya jauh lebih terbuka dan lebih mengerti apa itu yang namanya kesetaraan gender.”