Track lari di luar GBK hari itu cukup menyita perhatian, biasanya pagi setelah tahun baru akan jarang digunakan orang-orang untuk berlari, namun hari itu ada seseorang yang sudah menggunakannya dan bahkan ketika orang-orang disekitarnya sedang makan bubur, mie ayam, bakso atau bahkan ngopi setelah berpesta tahun baru, ada laki-laki tinggi dan putih yang sedang berlari menarik perhatian orang-orang sekitar.
Dia sudah 4 kali berputar di area luar GBK, namun langkahnya terhenti ketika jam tangannya bergetar, ada sebuah panggilan yang masuk ke ponselnya, restricted number. Laki-laki yang bernama Putra itu mengatur nafasnya agar tidak terlalu terdengar kelelahan. Dia mencari sebuah kamera CCTV dan melambaikan tangannya seakan meminta waktu beberapa detik sebelum menerima panggilan tersebut.
“Siap, Putra Indra Hansa,” ucapnya dengan satu tarikan nafas.
“Put, udah denger beritanya?”
Putra melihat kembali layar ponselnya, dia tahu itu suara siapa tapi kenapa dia menghubunginya menggunakan nomor terbatas. “Kasus apa Bang?”
“Lari bisa di Gym, kenapa harus di GBK? Tebar pesona lo? Tuh orang-orang pulang party pada sober liat lo.”
“Ya susah, kita mah ganteng, gak heran diliatin orang,” ucap Putra sambil tersenyum pada sekelompok wanita yang berkumpul dan melihatnya sejak tadi. Putra menghampiri kelompok perempuan tadi. “Udah makan belum?” tanya Putra dengan nada lembut.
“Belum kak,” ucap mereka dengan rebutan.
“Mau makan apa? Bakso atau bubur?”
“Bakso boleh deh kak.”
“Oke,” Putra menghampiri gerobak bakso lalu membayar sesuai dengan mereka. “Titip ya Bang pokoknya mereka harus makan, duluan ya ladies.”
“Makasih kakak ganteng!”
Putra berlari menjauh tak lupa meninggalkan senyum dan kedipan, sesuai dengan keinginannya kelompok berteriak.
“Udah belum? Masih caper lo? Gue tungguin, biar sekalian gue bilang Bapak, lo di skors ajalah, dari pada bikin gue punya hipertensi.”
“Eh, jangan dong, Bang! Kasus apa sih?”
“Lo kan liat gue telfon pake nomor apa, ini gue baru keluar dari kantor Bapak.”
Putra langsung terdiam, dia membuka pintu mobil lalu langsung masuk dan menjalankan mobilnya. “Kasus apa?”
“Ada tahanan tewas di Polres Jaksel, Junaidi.”
“Preliminary profile?”
“Hmm, tentuin ini bunuh diri atau pembunuhan, Bapak kasih waktu 1 jam sebelum akhirnya kasih tahu media. Kasus kaya gini, gak selalu terjadi, dan termasuk gak wajar, bakal jadi gorengan media.”
“Apa Bapak gak akan dikecam lagi karena nutupin berita? Berapa banyak yang udah dia lakuin?”
“Orang awam mungkin mikir bahwa yang dia lakukan ‘pembungkaman media’ tapi masalahnya filter berita itu perlu. Ada hal-hal yang kalau dibuka ke publik cuma jadi bola liar dan akhirnya Rezim lagi yang salah. Dulu waktu gue rekrut lu gue udah bilang kan, karena hal itu kita ada supaya orang kayak yang kemarin kita tangkep gak perlu orang tahu. Gak semua penjahat harus dikasih panggung, dipublikasi dan justru akan membuat nama mereka terkenal. Membuat mereka merasa bahwa nama mereka jauh lebih penting. We’re here to ensure, the victims are always more matter than the perpetrators. Infamous is another famous in a twisted way, and sometimes people use them for traffic on their own social media. The victims matter more than the perpetrators, remember that, and this is our job to make sure justice is served.”
“I know, I’m sorry, my defense was always, I'm just a kid, you always say that to me.”
“Move now!”
Ya, beberapa hal memang tidak untuk konsumsi publik, publik tidak perlu harus tahu bahwa ada beberapa penjahat yang tidak diperbolehkan oleh Pemerintah untuk diketahui oleh masyarakat luas. Persidangan dilakukan secara tertutup, keadilan memastikan bahwa sang pelaku tidak akan lagi bisa hidup diluar dari penjara mereka.
Beberapa bulan yang lalu mereka hampir saja tidak berhasil, namun berkat usaha Reigha mereka berhasil menutupi nama penjahat itu dari publik, publik hanya tahu nama-nama korban. Media diberikan hak-nya dalam memberitakan hal tersebut, tapi mereka hanya meminta untuk tidak memberi julukan pada sang pembunuh ataupun mengumumkan namanya.
Korban itu lebih penting.
Orang yang sejak tadi bicara dengan Putra adalah Reigha Abi Permana. Pemimpin dari Tim Unit Respon Rahasia Presiden. Biasanya mereka menyebut diri mereka sendiri dengan sebut TRP (Tim Rahasia/Respon Presiden).