Bertahun-tahun dia mencari orang tersebut namun tidak pernah bisa dia temukan, bahkan setelah dia bisa mengumpulkan begitu banyak orang ‘gila’ dia tetap tidak bisa menemukannya.
Bahkan serpihannya pun tidak, seakan setelah kematian Firoz dan Maria, semuanya berhenti. Bukan cara mereka mengambil uang yang berhenti, hanya saja, tidak pernah ada lagi namanya di dokumen resmi negara.
Sepertinya semenjak kejadian dia membobol arsip negara, tidak pernah ada lagi nama dia secara gamblang, semua seperti sesuatu yang sistematis, dan Vivi tidak punya orang yang bisa membaca aliran dana tersebut.
Dia mungkin dikelilingi oleh orang-orang pintar yang sedikit gila, tapi itu tentang dunia bawah, tapi mereka terbatas dalam membaca laporan keuangan ataupun skema paper company yang sekarang sudah sangat marak terjadi.
Vivi turun dari mobil dia berlari dari mobil menuju ke lantai dua diikuti oleh Toka dan membuat Chian yang sedang bersantai di lantai dua terkejut hingga hampir melepaskan cangkir kopi dari tangannya.
“Astaga santai, ada apa?” tanya Chian.
“Chi, lo masih ada cara masuk ke central data BI?”
“Udah gak ada, mereka udah perketat siber mereka sejak awal tahun kemarin, tapi masih ada cara. Kenapa? Lo mau cari apa?”
“Tok, program yang gue minta lo bikin, udah jadi?”
Toka mengangguk. “Udah, selama lo kasih gue perimeter gue bisa cari tahu.”
“Oke, berarti gabungin sistem lo sama sistem Chian, dan cari tahu setiap bank itu yang punya transaksi aneh dalam setahun kebelakang, kredit jumlah besar yang tidak terbayar, kreditur yang baru meminjam lalu menyatakan bangkrut, nilai kerugiannya sekitar 5-50 triliun.”
“Takes time, you can’t rush us,” ucap Toka kepada Venice sebelum dia memulai pekerjaan ini.
“Gue tunggu, gue juga akan coba cari sendiri. Ada sesuatu yang harus gue periksa.”
Mereka melakukannya masing-masing, Toka dan Chian melakukannya berdua, sedangkan Venice melakukan pencariannya sendiri, dia membuat laci di meja kerjanya, dan membuka buku catatan yang sudah usang, buku yang terakhir kali diberikan oleh ibu angkatnya, orang yang merawat dan memperbolehkannya untuk tinggal dan memiliki keluarga.
“Kalau hal ini gak berhasil, aku harus tetep di Indonesia dan kelola aset mama. Sambil menjaga mereka berdua.”
Venice mencari nama bank yang disalahkan 20 tahun lalu. Jika memang skema itu dimulai lagi sudah pasti nama-nama lama akan kembali terbawa dan terucap. Tak peduli orang telah berganti namun kejahatan akan tetap sama.
Hingga pencariannya pun berhenti, tebakannya benar, orang lama telah kembali, dendam lama mengikuti. Darah memanggil terus dari tanah, berteriak menuntut balas.
“Chi!”
“Bank Indika!” teriak Chian dan Toka bersamaan.
Venice memutar kursinya. “Nilainya berapa?”
“Sekitar 30 triliun. Ini yang lo cari?” tanya Chian.
“Ya,” jawab Venice sambil berdiri. “Tahun 98 ada sebuah skandal keuangan besar yang terjadi, nilai sekitar 132 triliun hilang menguap bagai udara yang seharusnya bisa kembali ke masyarakat. Ibu angkat gue dibunuh gara-gara kasus itu.”
“Franz?” tanya Toka.
Venice akhirnya menceritakan semua yang terjadi walau tidak dia ceritakan semuanya. Kedua orang itu terdiam, mereka belum tahu apa yang harus mereka katakan, namun tiba-tiba suara notifikasi forum pribadi mereka.
Chian kembali ke layar komputer, namun ada sebuah chat dari salah satu anggota mereka.
“Siapa?” tanya Toka.
“Nine, kenapa ya,” Chian pun kembali duduk di depan komputer.

Chian membuka panggilan mereka. Panggilan itu sudah tersambung, namun Nine tidak kunjung bicara, seakan dia sedang menimbang apa yang harus dia lakukan karena terdengar suara nafas berat.
“Nine, ada apa?”
“Ada orang yang beli beberapa barang yang bisa dipakai untuk bajak sinyal tayangan.”
“TV?”
“Vence gue rasa ada yang mau bajak stasiun TV, tapi gue gak tahu stasiun TV mana.”
“Kasih identitas pembelinya, nanti biar gue yang cari tahu.”
“Oke.”
***
Sebagai orang gila juga, Venice tahu bahwa mencari orang gila lainnya itu tidak sulit, tapi tidak mudah juga. Jika bertemu pun pasti akan sulit untuk dibujuk bagaimana pun juga mencari orang ini benar-benar sulit.
Sudah hampir 2 minggu, mencari dan bahkan mengerahkan 26 orang dari timnya dan dia bahkan meminta bantuan eksternal beberapa orang yang dia kenal secara pribadi untuk mencari pembeli alat untuk membajak sinyal televisi nasional.
Yang Venice takutkan adalah, orang ini teroris, jika memang dia adalah teroris dan ingin membuat kegaduhan melalui siaran televisi dan penyiaran eskalasi pergeseran akan sangat masif dan besar.
Indonesia akan menjadi headline besar dimana-mana, mereka akan kesulitan mengembalikan eksistensi, kredibilitas dan kepercayaan publik.
Terkadang bagi Venice yang dia lakukan adalah sebuah perbuatan yang kontradiktif, bagaimana tidak, dia hampir dibunuh oleh penguasa, menderita karena penguasa lalu kini dia tetap berada di Indonesia untuk menjaga keluarga dan negaranya.
The invisible patriot.