“Tama udah bangun bang, kita mau naik sekarang?” ucap Putra setelah selesai menerima telfon.
Mereka bertiga baru kembali dari markas setelah mengganti baju yang berlumuran darah itu. Reigha hanya mengangguk dan keluar dari mobil, dia juga sempat untuk melihat sekeliling mobil milik Tama sudah kembali ke rumah sakit.
Mereka naik lift, tiba-tiba ponsel Reigha bergetar, tanpa basa basi dia langsung mengangkat panggilan itu. “Gimana Ki?”
“Hmm, memang plat palsu, gue udah liat dari CCTV di daerah itu, mereka, gue rasa bukan orang Indo deh.”
“Kenapa gitu?”
“Ya, soalnya postur tubuh dan cara mereka berantem. Oh ya, dan gue juga baru tahu kalau Junaidi nyewa tentara bayaran lewat broker kelas C buat bajak H-TV, jadi gue rasa ini juga tentara bayaran.”
“Ki, itu gak jawab pertanyaan gue, kalau emang mereka tentara bayaran siapa yang nyewa?”
“Ya gue gak tahu, lagi gak lu tangkep kek satu.”
“Dih, kok jadi salah gue?”
“Lu lagian udah rusuh, ngelepas tembakan, heran, dah lah gue olah TKP dulu.”
Andre dan Putra hanya saling bertatapan, meskipun Reigha, Andre dan Kian setara dalam masalah jabatan di kepolisian dan intelijen, tapi mereka bertiga memiliki jiwa leadership yang berbeda.
Walau anggota tim yang lain serta Andre menghormati Reigha sebagai pemimpin hanya Kian yang tidak pernah berhasil untuk menghormati Reigha untuk setidaknya satu hari. Dia bisa sangat menghormati Reigha dan membelanya mati-matian di depan orang lain, tapi pada saat yang sama hanya Kian yang berani membantah dan berargumen dengan Reigha. Jadi jika mendengar mereka berdua saling bertengkar di telfon itu bukan hal yang aneh.
Sampai mereka di depan kamar Tama Arkara, Andre pun membuka pintu kamar tersebut dan dilihatnya orang-orang yang familiar itu.
“Reigha?” Franz spontan bereaksi ketika melihat Reigha di depannya.
“Seyna? Lo ngapain disini?” Tama pun sama. Andre dan Tama sebenarnya saling mengenal, walau tidak dekat, karena sebenarnya Tama mengenal salah satu anggota TRP yakni, Ryan.
Anggota TRP yang gugur dalam tugas dan yang mereka kunjungi makamnya sebelum mengerjakan kasus ini.
Lagipula siapa yang tidak heran ketika tahu siapa TRP dan siapa Reigha, infamous elite police officer who turn down President order to be a narcotics investigator.
“Bang Rei bukannya sekarang di BNN?”
“Kenapa lo pikir gue masih BNN? Tahu apa lo tentang institusi sekarang? Masih punya orang dalam?” cecar Reigha, dia baru saja masuk namun sudah mengambil alih pembicaraan dan mengontrol atmosfer di dalam ruangan, tak ada yang berani, tak ada yang membantah.
Franz langsung terdiam, sepertinya dia sadar bahwa dia sedang di interogasi. Reigha memang seintimidatif itu, dan tak banyak orang yang menyadarinya, bagi orang lain mungkin dia hanya om-om yang sedang kesal.
“Kalian kenapa disini? Sey, apa tim kalian udah aktif lagi? Sejak kapan?”
“Bisa kalian berhenti? Kalian tidak tahu apa yang kalian lakukan,” potong Putra.
Tama ingin menjawab tapi dia menatap Franz sambil memiringkan kepalanya, kenapa kata-kata itu terkesan begitu familiar, begitu pula dengan Franz keduanya saling bertatapan untuk beberapa saat.
“Kenapa itu kata-kata familiar ya?” gumam Franz setelah mendengar kata-kata itu.
“Ah iya, Tuhan ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat,” saut Tama sambil kembali memasangkan masker oksigen ke wajahnya.
“Ah iya bener. Pantes berasa familiar.”
“Did you just quote a scripture to me?” ujar Putra kesal sambil menggelengkan kepalanya.
“Well, you said that we don’t know what we’re dealing with, right? That’s not my intention.”
Putra terdiam sebentar, dia tidak percaya mendengar apa yang diucapkan Tama padanya. “Saya sudah bilang kan kalau anda harus tetap di Jakarta dan jangan keluar kota.”
“Hmm, ya, tapi rumah Junaidi juga gak di luar kota. Lagi pula, kalian menyelamatkan kami, itu artinya kalian tahu dimana kami berada, ‘kan?”
“Tam, gue to the point deh sama lo, lo tahu gak lo bisa mati? Kalau aja Reigha gak disana, gue gak tahu lo bisa selamat apa gak. Untung dia ngerti pertolongan pertama dan di mobil kita ada alatnya.”
Mendengar hal itu sebenarnya masuk akal, Franz memberi kode pada Tama untuk berterima kasih pada mereka yang menyelamatkannya, bagaimana pun juga Franz sebenarnya berpendapat yang sama.
Dia sudah meminta Tama untuk diam dulu dan jangan membuat kecurigaan.
“Hmm, iya gue sadar soal itu, terima kasih dan maaf sudah melanggar ketentuan yang berlaku.”
“TKP rumah Junaidi sekarang udah rusak karena kalian, jadi apa yang kalian temuin di rumah Junaidi?” tanya Reigha.