"Ijinkan aku jadi awan yang akan menutupi semua kegelisahanmu. Agar kamu tahu, jika aku selalu berada di sisimu."
***
Gara bangun pagi-pagi. Seperti rencananya semalam, pagi ini dia akan jogging sebentar keliling kompleks. Namun sebelum itu Gara salat subuh terlebih dahulu. Dia berjalan ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu.
Gara sempat bingung apa dia harus mandi atau tidak. Tapi setelah itu, dia memutuskan untuk tidak mandi. Jika dia mandi pasti juga percuma. Sebab, setelah pulang jogging tubuhnya pasti akan dibanjiri keringat lagi. Ya alhasil Gara hanya hanya mengambil air wudhu saja.
Gara kembali ke kamarnya. Dia menyiapkan sajadah juga peci untuknya salat. Karena sudah memakai celana panjang jadi Gara tak perlu susah-susah lagi memakai sarung.
Beberapa saat kemudian Gara sudah selesai melaksanakan kewajibannya. Dia segera membereskan tempat tidur miliknya. Sudah menjadi kebiasaan Gara untuk membereskan tempat tidurnya sebelum pergi. Karena setidaknya dia masih ingin membantu Mamanya walau hanya sedikit saja.
Setelah selesai beres-beres, Gara segera mengganti bajunya dengan baju santai. Kali ini dia memilih mengenakan baju warna hitam yang didepannya terdapat tulisan 'Human Anti Ribet'. Dan jangan tanya lagi darimana Gara mendapatkan benda itu. Karena tanpa Gara kasih tau kalian pasti sudah tahu jawabannya.
Setelah berganti baju, Gara diam sebentar di depan lemarinya. Rambutnya acak adul sekali. Jadi dia memutuskan untuk menyisir rambutnya sebentar, Gara juga tak lupa mengolesi rambutnya dengan pomade yang dibelikan oleh Mamanya bulan lalu. Isinya masih penuh karena Gara jarang menggunakannya.
Gara keluar dari kamarnya setelah rapi. Dia mencari Mamanya di dapur. Wanita paruh baya itu tersenyum saat menyadari kehadirannya.
"Mau jogging sama Dito?" tanya Mamanya yang baru saja selesai mencuci piring.
"Iyah Ma." jawab Gara.
"Yaudah hati-hati, Mama belum masak jadi nanti minta makan sama Bundanya Dito aja." ujar Mama Gara padanya. Gara tertawa, bukan minta, lebih tepatnya setiap pagi saat dia mengajak cowok rese itu jogging pasti berujung dia harus makan minimal sepiring penuh nasi ditambah lauk-pauk yang jumlahnya tak terbatas itu.
Gara mencium tangan Mamanya dan tersenyum lantas berpamitan pada Mamanya, "Gara berangkat dulu Ma. Nanti aku bawain oleh-oleh dari tetangga sebelah."
Sebelum berangkat tak lupa Gara mengenakan sepatu olahraganya yang berada di rak dekat pintu. Sejak kecil Mamanya membiasakan untuk melepas sepatu sebelum masuk rumah. Dan hal itu menjadi kebiasaan baginya hingga sekarang.
Ah iya, tetangga sebelah yang dimaksud Gara dan Mamanya tadi adalah Dito beserta keluarga besarnya yang sableng itu. Astagfirullah, nggak boleh menghina Gara. Ingat, tetangga sebelah itu anggota keluarga Mbah Kyai.
Jarak rumah Gara dan Dito cukup dekat. Hanya terpisah satu rumah, dulunya rumah itu tempat seseorang yang membuat Dito jatuh hati, namun karena suatu alasan dia harus pergi. Padahal ketiganya dulu berjanji ingin masuk di SMA Indora.
Ah Gara menggeleng. Mengingat gadis bar-bar itu membuatnya ingin menjitak kepalanya. Sungguh jika kalian bertemu pasti kalian juga akan merasakan hal yang sama. Tingkahnya terlalu bar-bar untuk ukuran anak gadis.
Namun sesaat Gara tersenyum. Meski tak tahu dimana gadis itu berada sekarang, Gara tetap mengakuinya sahabat walau terdengar sedikit menjijikkan. Ya tapi, tanpa gadis itu Gara dan Dito tak mungkin sedekat sekarang.
Dan karena gadis itu pula masa kecil Gara dan Dito lebih berwarna.
***
Gara mengeluh. Dia sudah berdiri di depan pagar rumah Dito tapi dia ragu untuk memencet bel. Takutnya Bunda Dito lagi masak banyak kayak mau hajatan. Kasian perutnya nanti jika dipaksa makan.
Saat Gara mau memencet bel ternyata si cecunguknya sudah datang dengan cengiran lebarnya. Dia menepuk pelan bahu Gara lalu berkata, "Waw Gara. Kamu jangan terlalu rajin, nanti aku makin suka." Lalu dia terbahak sendiri. Sedangkan Gara yang sudah terbiasa dengan sikap sableng Dito hanya bisa geleng-geleng kepala. Dia merasa kasihan pada dirinya yang mau-mau saja berteman dengan Dito.