"Aku hanya perlu waktu untuk menerima kehadiranmu. Jadi, bisakah kamu menunggu waktu itu datang?"
-Gara Ganteng anaknya Mama Najmia-
***
Hari ini adalah hari yang paling ditunggu-tunggu oleh Keynan dan Reno. Pasalnya, Dito akan menyatakan cinta kepada Rere, Mak Lampir cantik itu.
Dito mendengus kesal. Menatap tajam dua upin-ipin yang ada dihadapannya saat ini.
Teman-temannya ini sudah seharusnya ia masukkan ke rumah sakit jiwa.
Bisa-bisanya sahabatnya yang super gila itu memberi dare seperti ini?
Apa tidak ada gadis lain yang akan ia jadikan pacar, selain mak lampir?
Memang sih, Dito akui Mak Lampir sangat cantik. Tapi kan sikapnya bikin Dito muak dan malas setiap harinya.
Bagi Dito, Rere itu pengecualian dalam hidupnya. Dengan gadis-gadis lain, ia bisa tersenyum ramah, baik dan tidak menyebalkan. Tapi, jika sudah berhadapan dengan Rere, Dito pastikan membuat cewek itu mencak-mencak karena ulahnya.
Tentu saja Dito seperti itu dengan Rere. Bagaimana kalian akan betah jika mempunyai teman sekelas yang memakai parfum berlebihan, mengibaskan rambutnya saat bertemu siswa laki-laki lain dan selalu tebar pesona. Sungguh memuakkan bukan?
Itulah yang dirasakan Dito.
"Re, dicariiin Abang Dito nih." celetuk Reno dengan menyenggol lengan Dito."
Rere yang merasa namanya disebut, hanya menatap singkat Dito dan teman-temannya itu, dan langsung masuk ke kelas.
Dahi Dito berkerut heran mengapa gadis itu tak seheboh biasanya. Biasanya kan Rere selalu menyapa Reno dan Keynan dengan cerianya. Lalu, mengapa hari ini Rere terlihat tak peduli dengan semuanya?
"Gue masuk ke kelas duluan." ujar Dito sebelum melangkah pergi.
Dito memperhatikan raut wajah Rere yang sedang duduk di bangku depan dengan tangan yang menghapus air mata di wajah cantiknya itu. Dito melihat mak lampir sedang menangis saat ini. Dito menggelengkan kepalanya menyaksikan hal langka yang mungkin terjadi selama hidup Rere. Mak lampir seperti Rere menangis? Bukannya hidupnya bisa dikatakan sangat bahagia? Lalu masalah apa yang dialami gadis itu sampai membuatnya menangis?
Dito bukan orang yang tak peka dengan ini semua. Ia menurunkan egonya, dan mendekati Rere yang sedang menangis.
"Nih tisu." ucap Dito sambil memberikan tisu baru yang ia beli di koperasi tadi pagi sebelum ke kelas.
Rere mendongak menatap seseorang yang berbicara dengannya.
"Gue nggak butuh, dan gausah sok baik deh sama gue." ucap Rere ketus.
Dito menatap sinis Rere. Udah dibaikin masih aja ngelunjak pikir Dito seperti itu.
"Cengeng banget sih lo." ucap Dito cukup keras dan terdengar di telinga Rere.
"Mending lo pergi aja deh, gausah ganggu gue." ancam Rere.
"Gue nggak tahu, masalah lo apa, dan sebesar apa sampai lo nangis kayak gini. Tapi menurut gue, lo nggak salah kok kalau nangis. Nangis bukan berarti lemah, tapi adalah cara kita nunjukin perasaan yang kita alami. Jadi, gue nggak bakal ngetawain lo kok." ucap Dito panjang lebar sambil mengacak rambut Rere pelan.
Rere menganga melihat perlakuan Dito saat ini. Cowok rese seperti Dito bisa mengeluarkan kata bijak? Wah, sungguh harus Rere acungi jempol.
Rere mendengus," Makasih. Tapi gue gabutuh kata-kata lo itu."
Dito menatap tajam mata Rere dan mencibirnya.
"Lo tuh ya, udah dibaikin malah ngelunjak."
"Udah deh lo sana, gue nggak mau diganggu!" usir Rere dengan cukup keras.
Seperti barang yang tak lagi dibutuhkan, Dito pun menuruti keinginan Rere untuk menjauh dari bangku Rere.
Dito duduk dibangkunya yang ternyata sudah ada Gara sedari tadi.
"Kenapa lo?" tanya Gara.
"Lagi nggak mood aja gue." balas Dito malas.
"Bahasa lo kayak cewek yang lagi ngambek."
"Itu si mak lampir lagi galau deh kayaknya." ucap Dito kepada Gara.
"Lo jadi nembak Rere?" tanya Gara.
"Hemm, mau gimana lagi."
"Udah nggak jomblo dong lo." ujar Gara miris.
"Ya kalau si mak lampir mau nerima gue."
"Kapan lo nembak Rere?" tanya Gara.
"Pulang sekolah." jawab Dito.
***
Suara gebrakan meja terdengar cukup keras di telinga gadis cantik kucir dua itu. Miris sekali. Ia terkejut bukan main karena gebrakan meja itu.
Satu geng hitz mengganggu Letta kali ini. Tapi batang hidung Rere yang mancung itu entah kenapa tak kelihatan saat ini? Dalam hatinya, Letta bertanya dimana Kakaknya? Apa memang sudah bosan mengganggu dirinya?
Mila mencengkram dagu Letta dengan kasarnya. Letta mengeram kesakitan saat dagunya dicengkram oleh Mila. Sampai kapan ia akan selalu mendatkan perlakuan seperti ini?