"Ada kalanya kamu harus tahu bahwa mencintai butuh sebuah pengorbanan bukan hanya gombalan."
-Dito-
***
"Bang Satria?"
"Ada yang mau gue tanyain Dit. Bisa kita ngobrol bentar sambil ngopi?" Dito yang baru saja pulang mengantarkan Rere itu menggaruk kepalanya yang tak gatal. Dia tadi sudah mengatakan pada kakeknya bahwa sore ini akan ikut hadir dalam acara pengajian.
"Tapi gue udah janji sama kakek Bang." ujar Dito sambil meringis pelan melihat wajah Satria yang nampak tak bersahabat itu. Ya wajar bukan, memangnya kamu akan diam saja saat orang lain menyakiti orang yang kamu sayang dan kamu jaga hatinya agar tak terluka?
"15 menit. Kayaknya udah lebih dari cukup buat ngobrol bentar." Tak punya pilihan lain akhirnya Dito pun mangangguk dan mengikuti mobil Satria dari belakang. Tadi dia memang sudah menebak bahwa orang yang membuntutinya adalah Satria. Tapi dia tak menyangka bahwa Satria juga akan mengahadangnya seperti ini.
Keduanya tiba di sebuah angkringan kecil yang tempatnya lumayan nyaman. Tak banyak pelanggan disana, mungkin karena masih sore. Biasanya angkringan itu ramainya kalau sudah malam. Apalagi kala wifi lancar, sudah pasti setiap malam pegawainya akan kewalahan.
Dito duduk di depan Satria. Berkali-kali dia mengecek ponselnya untuk melihat jam berapa sekarang. "Mau ngomongin apa sih Bang?" tanya Dito langsung ke intinya, dia malas basa-basi. Apalagi jika nanti Satria membahas masalah kemarin. Bisa jadi bukan 15 menit melainkan 15 jam.
"Nggak pesen kopi dulu bro? Sekalian," tawar Satria dengan wajah yang begitu terlihat tenang dan penuh wibawa. Di menggerakkan tangannya memberitahu waiters bahwa dia memesan satu cangkir kopi. Menawari MANTAN ADIK IPAR itu tak ada gunanya.
"Kita bisa langsung ke intinya aja bang?"
"Mau lo gitu ya?"
"Bang please jangan ngulur waktu. Gue beneran harus cepet pulang."
"Nganterin pacar baru pulang aja bisa, masa ngobrol bentar sama MANTAN KAKAK IPAR nggak bisa. Aneh lo," skak mat. Dikalahkan seperti ini membuat Dito hanya mampu membungkam mulutnya agar tak lagi mengucap sepatah kata. Satria itu air tenang yang menghanyutkan.
"Pacar lo yang sekarang namanya siapa?"
"Rere Bang."
"Dia cantik, kayak namanya. Boleh gue ambil aja?"
"Bang!"
"Wow santai bung santai." Satria terkekeh pelan.
"Jangan macem-macem sama dia. Gue nggak bakal diem aja kalau lo berani deketin dia." Dengan nada yang menggebu-nggebu Dito mengucapkan kalimat itu. Tangannya bahkan sudah terkepal bersiap meninju Satria jika itu memang dibutuhkan.
"Bukannya kalian baru jadian? Nggak masalah dong kalau dia buat gue."
Bugh
Tepat mengenai sasaran. Waiters yang baru saja membawakan kopi pesanan Satria pun langsung menjerit. Hanya sekali, Dito hanya memukul Satria sekali lantas dia menyambar tasnya dan pergi.
Satria yang masih terduduk di tanah itu tersenyum samar sambil mengingat obrolannya dengan Tari semalam.
"Jadi lo nggak marah sama Dito?" tanya Satria pada Tari malam itu.
"Kenapa juga harus marah? Jodoh sudah ada yang menentukan dan juga aku yang salah karena nggak pulang tepat waktu."
"Terus kamu sekarang mau ngapain ha!? Balik lagi ke Zurich?"
"Kak Satria lihat tatapan Dito nggak?"
"Tatapan apa?"
"Dia kayaknya masih ragu apa dia udah sayang sama pacarnya atau belum. Gimana kalau kak Satria bantu Dito buat sadarin dia?"
Dan begitulah, adik laknatnya itu selalu peduli pada orang lain meskipun orang itu pernah menyakitinya. Bahkan Satria diminta bolos kuliah hanya untuk aksi gila seperti ini. Sejak tadi sebenarnya Satria sudah berniat menyemburkan tawa karena terlalu mendalami aktingnya. Tapi demi adiknya dia bersikap biasa saja.
Semalam Tari mengatakan padanya tentang rencana untuk membuat Dito sadar. Tari kelihatan bodoh ya? Bukan, dia hanya tak mau sahabat kecilnya terluka. Jadi Dito bukan mantan? Katanya Dito itu hanya sahabat kecilnya dulu.
Satria bangkit lalu duduk di tempatnya tadi. Pukulan Dito memang benar-benar sakit hingga rasanya sudut bibirnya hampir robek.
Jika dia tau bahwa Dito akan benar-benar memukulnya mana mau dia membantu. Semua ini murni rencana Tari, bahkan termasuk bagian membuntuti, menghadang, juga obrolan itupun dia hapalkan semalam.
Mau tau apa yang dikatakan tari semalam? Dia bilang begini, "Nanti Kakak ikutin Dito dari berngkat sekolah sampai pulang. 80% dia bakal anter pacar barunya pulang. Kakak juga ikutin dia. Nah nanti mampir di warung kopi aja, Dito benci kopi soalnya. Kakak nanti tinggal apalin teks yang udah aku kirim ke kakak. Bikin se-alami mungkin yah Kak. Terus puncaknya Dito bakal pukul Kakak, jika iya itu artinya dia emang suka sama Rere. Ah udah ah mulut Tari capek ngoceh mulu." Setelah berbicara panjang kali lebar macam itu Tari meninggalkannya.