Ada senyum yang tertahan
Ada tawa yang tidak di hamburkan
Ada cinta yang tak tertahankan
Semua tawamu mampu menghilangkan tangisan
-To Ditonya Rere-
***
"Sayang?"
"Hm."
"Sayang."
"Apa?"
"Sayangku utututu."
"Gue bunuh juga ya lo lama-lama. Diem bentar aja deh Dit. Ada banyak tugas ini, jangan ganggu please."
"Sayang?"
"Ngomong sekali lagi gue cium ya."
"Sayang sayang sayang sayang." Rere menghela nafas dalam-dalam. Dito itu bukan hanya sialan tapi juga semakin hari semakin menjengkelkan. Dia sedang sibuk saat ini, beberapa hari lalu dia tidak bersekolah karena Dokter Fano memintanya beristirahat. Dan karena itu tugasnya menumpuk hingga kepalanya ingin pecah. Ya walau sebagian tugasnya sudah dikerjakan oleh Letta.
Rere tersenyum saat membayangkan bahwa sekarang dia dan Letta sudah memiliki hubungan yang normal. Ternyata Letta nyaman untuk diajak mengobrol dan berbagi cerita. Harusnya sejak awal Rere tahu bahwa Letta tak menjengkelkan, tapi waktu itu dia hanya 'sedikit' merasa iri karena Letta punya segalanya sedangkan dia tidak.
"Hidung kamu berdarah." suara panik Dito membuat Rere buru-buru menutup hidungnya dengan tissue.
"Tiap gue kecapean juga gini," alibi Rere. Belum saatnya Dito tahu, mereka baru berpacaran kurang lebih seminggu. Jika Dito tahu sekarang, belum tentu laki-laki itu masih mau di sampingnya seperti ini.
"Oh." jawab Dito tanpa minat. Tadi dia ingin bertanya kenapa, tapi sepertinya Rere tak pernah berniat memberitahu, jadi dia akan diam saja untuk sementara. Yang terpenting sekarang adalah dia harus selalu di samping mak lampir itu. Eh salah, maksud Dito di samping pacarnya itu.
"By the way yang. Aku-kamu bukan lo-gue oke?" tanya Dito sambil menaik turunkan alisnya. Ya ampun Dito jangan melakukan hal itu, kamu jadi tambah ganteng soalnya.
Rere yang barus saja membersihkan hidungnya dengan tissue basah itu tertawa melihat ekspresi Dito. Lucu, eh bukan, bukan lucu tapi Dito memang selalu tampak manis seperti itu. Wajahnya mirip seperti anak anjing.
"Suka-suka gue lah," jawab Rere. Dia sejak tadi sedang menahan diri untuk menggunakan sapaan aku-kamu. Takutnya nanti Dito kegeeran lagi, kan nggak baik kalau sampai hal itu benar-benar terjadi.
"Nggak boleh gitu yang dosa,"
"Hilih bicit,"
Dito memanyunkan bibir sambil mengelus dada dan berkata, "Akutuh nggak bisa diginiin." Lagi-lagi Rere tertawa karena ulah konyolnya.
"Dito ya? Tolong jangan bikin gaduh di perpustakaan. Kalau mau pacaran di taman aja." Dua sejoli yang dimabuk cinta itupun menoleh menatap seseorang yang baru saja menegur dengan cara halus itu.
Lah, Dito saja baru ingat bahwa dia di perpus dan ada orang lain selain dia dan Rere disini. Ya begitulah orang yang sedang dimabuk cinta, dunia seolah terasa hanya milik mereka berdua. Dasar Dito budak cinta!