"Ada kalanya hari-harimu yang menyenangkan akan perlahan menghilang lalu lampu jalanan yang semula terang menjadi redup. Sayang, jangan menyerah! Akhir kisah cinta mereka bukan berarti akhir kisah cinta kita juga kan?"
Dari Gara,
Aku mencintaimu Letta.
***
Letta meneguk ludahnya berkali-kali sambil menatap pintu rumah Gara. Dia harus membuang rasa takutnya. Waktu mereka tinggal singkat, mau tak mau Letta harus segera meminta bantuan Gara.
Jari telunjuk Letta terulur untuk memencet bel. Dua kali Letta memencetnya muncullah wanita paruh baya yang tampak begitu cantik. Ini pertama kalinya Letta bertemu dengan ibunya Gara. Ada sesuatu yang senang namun di sisi lain ini bukan waktunya untuk bahagia.
"Pagi Tante." sapa Letta sambil tersenyum manis. Dia tampak canggung sekali.
"Iya pagi juga. Kamu siapa?"
Letta sebenarnya ragu untuk mengatakannya, tapi menutupinya pun tak berguna kan ya?
"Saya Letta Tante, pacarnya Gara," ada raut wajah terkejut yang ditujukan pada Letta. Letta berdoa semoga dia diijinkan masuk karena ini masih pagi buta dan dia sudah main ke rumah orang begini. Tadinya Letta mau menelpon Gara saja, tapi cowok itu tak mengangkat telponnya.
Letta tertegun saat raut wajah terkejut tadi berganti menjadi senyuman manis. "Kamu pacarnya Gara? Oh ayuk masuk Nak, Gara udah bangun tapi tadi main game."
Letta masuk bersamaan dengan ibunya Gara. Rasa gugup menyelimuti hatinya. "Kamu duduk disini dulu ya. Biar Tante panggil Garanya," lagi-lagi yang bisa Letta lakukan hanyalah mengangguk saja.
Letta duduk di sofa ruang tamu sambil menatap ke seluruh ruangan. Dilihat dari luar rumah Gara tampak begitu sederhana. Tapi jika sudah masuk rumah ini terlalu wah jika dikatakan sederhana. Tak lama Letta mendengar suara langkah yang saling bersahutan.
Letta menoleh menatap wajah Gara yang masih muka bantal. Ya wajar saja sih, sekarang baru jam 6 pagi dan Letta sudah bertamu. Semua ini dia lakukan demi Rere. Walau Letta tak habis pikir dengan Mama dan Kakaknya. Mereka berangkat sebelum Letta bangun seolah mengatakan bahwa Letta tak perlu mengantar Rere.
"Gar," panggil Letta.
"Kamu tahu alamat aku dari mana Ta?" Gara heran, seingatnya dia tak pernah mengajak Letta kemari. Lalu darimana Letta tahu alamatnya?
"Nanti aja ya bahas itu. Ada hal penting yang mau aku omongin," Letta memasang wajah memelasnya. Ibu Gara yang seolah paham akan situasi ini pun pamit undur diri.
"Ya udah kalian ngobrol dulu aja. Tante mau masak dulu ya, Gar jangan di apa-apain pacarnya ya." Gara tertawa melihat tingkah jahil Mamanya itu. Namun tak urung dia juga mengangguk.
Gara berjalan menuju Letta lalu dia duduk tepat di samping Letta. "Kenapa pagi-pagi gini kamu kesini? Kan bisa telfon kalau mau main, biar aku jemput."
"Ponsel kamu mati." Gara buru-buru mengecek ponselnya yanga ada di saku celana. Benar saja, dia lupa mencharger mungkin.
"Oh iya hehe. Terus kenapa kamu kesini? Pagi-pagi juga?" tanya Gara lagi sambil tersenyum manis. Walau tak direncanakan tapi dari yang Gara dengar tadi Mamanya mengatakan bahwa yang datang itu pacar Gara bukan teman Gara.
Itu artinya Letta mengaku sebagai pacarnya bukan?
"Gara tahu rumah Dito dimana nggak?" Senyum Gara langsung menghilang entah kemana.
Ya gusti. Pagi-pagi Letta datang kemari hanya untuk bertanya rumah Dito dimana? Tak ada hal yang penting begitu?
Mendadak Gara ingin pergi kerumah Dito saat ini juga dan memukul wajah cowok itu. Sialan Dito memang, enak saja dia pagi-pagi sudah membuat pacar Gara repot begini.
"Kenapa?"
"Hah?"
"Kenapa kamu nyari rumah Dito?"
Mata Letta berkaca-kaca. Dia tak kuasa menahan tangisnya. "Kak Re--Kak Re, Kak Rere sakit Gar." Gara merengkuh Letta membawa gadis itu ke dalam pelukannya.
"Jangan nangis. Kamu bakalan buang banyak waktu kalau kamu nangis. Jangan nangis dan jelasin apa yang terjadi biar aku bisa bantu kamu." usapan Gara di bahu Letta membuat gadis itu berhenti menangis.
Dengan mata yang masih memanas Letta mulai bercerita. Bagaimana syok nya dia saat Rere mengatakan bahwa gadis itu menderita leukimia stadium tiga. Letta bercerita bahwa dia juga terkejut lagi saat mereka sudah memesan tiket penerbangan untuk hari ini.
Lalu Letta juga tak meninggalkan cerita di bagian dia yang bertanya bagaimana hubungan Rere dan Dito. Dengan mata yang berkaca-kaca Rere mengatakan bahwa hubungannya dan Dito tak akan mungkin bisa dilanjutkan lagi.
Rere tak tahu berapa sisa umurnya. Rere bahkan berangkat tanpa membangunkan Letta, membuat Letta merasa seolah dia tak dianggap lagi. Padahal akhir-akhir ini mereka sudah mirip keluarga. Lagi-lagi Letta menangis kencang saat menceritakan tentang Rere. Gara terus berusaha menenangkan gadis itu.
"Jam berapa Rere berangkat?"
Letta menunduk mengecek jam yang melingkar di pergelengan tangan kanannya. "Satu jam setengah lagi Gar." Wajah Letta pucat pasi saat mengatakan itu.
Gara menarik tangan Letta. "Ma Gara ada urusan bentar ! ASSALAMUALAIKUM!" teriak Gara.
Dengan mata yang mengarah ke arah Letta, Gara mengangguk mantap.
"Ayo, nggak ada waktu lagi."
***
Gara dan Letta tak sabaran. Dalam sedetik bel rumah Dito sudah berbunyi 50 kali. Orang kuker macam apa yang melakukan hal gila ini pagi-pagi?
Dengan mata yang masih mengantuk dan jalan yang masih sempoyongan karena habis begadang Dito melangkah menuju pagar rumahnya. Mama dan Papanya sedang di rumah Kakek, ada pengajian akbar jadi Dito hanya di rumah sendiri kali ini.