Mendengar akan kabar keberadaan Dokter Bima telah ditemukan. Angga beserta Komandan Rendra dan segenap kepolisian, segera menuju tempat di mana sinyal terlacak.
Ini adalah pertanda bahwa keajaiban, yang dipercaya hanya datang kepada seseorang yang memang telah ditakdirkan. Semua akan menjadi jelas, jika Mereka semua dapat segera menemukan keberadaan pasti dari Dokter Bima yang menghilang selama 4 bulan.
Angga bersama dengan kelompok orang-orang yang memang telah melewati waktu 4 bulan pencarian, segera pergi dengan mobil masing-masing. Rasa penuh kecemasan, haru, dan sedih dirasakan sekaligus oleh Angga. Sebagai orang yang telah lama mengenal Bima, perasaannya sudah melebihi kata seorang sahabat, sudah menjadi perasaan sebagai saudara yang nyata.
***
Bima yang kini menyalakan mobilnya dan bersiap untuk pergi menunggu Palakka untuk menaiki mobilnya. Tepat saat Dia memindahkan mobilnya ke sebuah jalan menuju keluar Pedesaan, dengan Sabar menunggu Palakka untuk datang. Dia akan pergi ke Jakarta membawa seorang Guru sakti dari Desa, kesan Palakka yang unik layaknya Penari dan berkemampuan Dukun akan membuat banyak kekacauan.
Namun, Bima benar-benar tidak peduli meskipun akan ada lebih banyak masalah, selama proses kasus Ayahnya dan dirinya bisa di tuntaskan. Dia sudah di yakinkan oleh Lastika akan keteguhan dan keterampilan Gurunya Palakka. Jika Palakka mengatakan akan membantu sampai tuntas, tentunya itulah yang terjadi.
Dari kejauhan, terlihat bahwa Palakka datang dengan berjalan kaki santai bersama Lastika. Jarak antara rumah Palakka dengan keberadaan Mobil milik Bima, jelas cukup jauh. Namun, sebagai orang yang tinggal di Pedesaan, tentunya cara jalan kaki, Mereka tentu lebih cepat dari orang-orang yang biasa menggunakan kendaraan.
"Aku sudah siap, mari segera naik," ujar Bima dan mempersilahkan Palakka untuk masuk ke dalam mobilnya.
Tampak di sana, Palakka hanya berdiri dan memandang ke arah Bima. Entah wajah macam apa yang tengah berada di balik topeng penarinya.
Plak.
"Guru, berhentilah untuk berpikir melakukan hal itu. Sekarang Kamu tinggal naik, dan tunjukan jalan keluar Desa ke jalanan Kota," ujar Lastika, dan menepuk punggung Palakka keras.
Tak ada respon. Tentu saja itulah yang terjadi, karena Palakka sudah memiliki pantangan untuk berbicara di depan orang asing. Dia mungkin hanya melirik ke Lastika sesaat dan mengangguk.
"Bagus!, jangan lupakan oleh-oleh dan buah tangan dari kota!," ujar Lastika dengan bersemangat.
"Buah tangan dan oleh-oleh itu sama, atau Kalian menyebutkan hal lainnya?," tanya Bima heran sekaligus penasaran.
"Tidak, itu sama saja. Tapi penyebutannya saja beda. Cukup, segeralah pulang ke keluargamu dan jangan khawatir jika orang-orang mungkin akan berkata kasar tehadap guru Palakka, karena Dia orang yang sangat santai," ujar Lastika kembali. Dia mendorong punggung Palakka, untuk segera menaiki mobil.
Palaka akhirnya menaiki mobil milik Bima dan duduk senyaman mungkin di sebelahnya. Lastika tampak melambaikan tangan saat keduanya akhirnya pergi.
Kabut yang selalu menyelimuti pedesaan perlahan-lahan mulai menipis. Jalan yang tadinya hanya terlihat tanah dan batu kerikil kasar, semakin lebar dengan tanah penuh rumput. Jalanan yang semakin menjauhi desa mulai terlihat di penuhi oleh pohon tinggi menjulang, bahkan langit siang hari tak terlihat karena rimbunnya daun Pohon.