Malam itu cuaca mendung seharian. Hujan tidak berhenti selama sejak pagi hingga malam hari. Bima berada di rumahnya, sedang duduk dengan merenung. Dia telah pergi ke kantor pusatnya untuk bertemu dengan Pamannya Wicaksono.
Sayangnya, ternyata Dia gidak bertemu dengannya di kantor. Meskipun telah menyempatkan diri mengatus segala macam kegiatannya. Ketika beberapa hari lalu Dia juga menelepon kepada sang Paman namun tidak di angkat.
Bima juga telah menemui salah satu Asisten sang Paman dan menanyakan perihal ketidak datangan beliau. Jawabannya cukup sederhana, beliau dikatakan harus menghadapi acara rapat dari pihak pejabat dan beberapa pengusaha yang memiliki urusan bisnis dengan Perusahaan Adidoyo.
Pamannya memberikan salam maaf lewat Astennya yang bernama Hilmi. Salam maaf itu di sampaikan kepada Bima ketika Dia bertemu. Namun, rasanya ada hal janggal terhadap pamannya, seolah-olah memang menghindari Bima.
Pikiran negatifnya tengah muncul di saat Dia dalam keadaan lelah, sehingga membuatnya terus berpikir banyak hal yang dapat memungkinkan memang terjadi. Dari prasangka bisa menjadi kenyataan.
Dia meraih sebuah koran berisikan berita yang akhir-akhir ini menjadi bahan panas untuk dibahas. Pembunuhan dengan mayat dalam bak sampah dengan kondisi terpotong-potong. Hal itu juga telah diceritakan oleh Komandan Rendra ketika bertemu dengan Bima beberapa hari yang lalu.
Bima sedang menikmati teh melati di ruang tamu sendirian. Selama beberapa hari, Bima telah menyelesaikan banyak hal tanpa kendala. Yangvpada dasarnya sampai saat ini wartawan banyak memburunya sekalipun, tidak bisa berkutik. Alasanya jelas, karena Palakka terus bersamannya kemanapun.
Bahkan hingga Nanda yang dititipkan ke Angga tak luput dari perlindungannya. Angga yng merupakan teman dekat Bima sering mengeluh akan keanehan yang Dia rasakan.
"Bim! Aku sama Nanda dari tadi jalan-jalan gak ada satupun wartawan sadar, aneh banget kan?" begitu keluh Angga kepada Bima.
"Santai Bro. Asal lu gak kenapa-kenapa gak usah khawatir," begitu yang dikatakan oleh Angga, dan dia menunjuk ke arah Palakka dengan unjung matanya.
"Ah. Oke kalo gitu," ujar Angga singkat.
Mata Angga yang menatap ke arah wajah Palakka tidak sanggup berlama-lama. Topeng penari yang digunakan olehnya seolah-olah membuatnyabterus merasa gugup.
Palakka yang telah bersama Bima, tidak akan kembali hingga masalahnya selesai. Dektektif yang disewa oleh Bima yaitu Juan terus mengatakan untuk terus berhati-hati.
Bahkan 3 hari sebelumnya, tampak jelas bahwa sang Dektektif bertujuan kepada Palakka. Apalagi jika bukan kewaspadaan terhadapnya, karena Palakka memang terlihat seperti seorang Dukun. Sayangnya Bima tidak yakin bila nyawanya terancam oleh Palakka dibandingkan oleh orang lain.
Bagi Bima, lebih berbahaya orang yang mengincar nyawa keluarganya, daripada berpikir bahwa Palakka adalah sosok yang jahat. Jelas bahwa Palakka telah menyelamatkan nyawanya.
Hujan terus menderu, petir terus bersautan semakin keras. Entah perasaannya tidak nyaman oleh banyak hal yang terjadi.
Bima merasa bahwa telah melihat sesuatu bayangan berada dibalik kaca ruang tamunya. Hujan deras membuat kaca menjadi berembun. Hingga untuk memastikan sesuatu diluar akan sulit dilihat.
Ketika Bima berdiri dari tempat duduknya. Tanpa di duga kedua telinganya telah ditutup oleh kedua tangan palakka. Lalu petir yang begitu besar menimbulkan kilat cahaya yang sangat terang.