Itu adalah siang hari yang biasa seperti hari-hari lainnya. Hanya saja entah mengapa Bima serta Nanda merasakan banyak perubahan.
"Pah, kapan Paman Palakka pulang?" tanya Nanda kepada Bima dengan wajah sedih. Dia berharap Palakka pulang pagi ini, namun sudah siang hai Palakka belum juga kembali.
"Papah tidak tahu sayang, tapi yang jelas Paman Palakka mungkin punya kesibukan," ujar Bima kepada Nanda.
"Iya deh. Nanda ngerti kalau Paman lagi sibuk," begitu yang dikatakan oleh Nanda dengan nada kecewa. Dia lalu memilih untuk pergi ke kamarnya dan melakukan apapun untuk menghibur diri.
Tidak jauh yang sering di lakukan Nanda adalah main rumah-rumahan, dengan perabotan mainan di kamarnya. Bima yang melihat putri semata wayangnya sedih tidak bisa melakukan apapun, karena apa yang akan dilakukan oleh Palakka tidak bisa ia perkirakan.
***
Di lain tempat, di ujung tempat gelap sudah ada gerombolan makhluk yang sepertinya marah dan tampak mendengus terhadap sesuatu di sebrang bagian tempat tersebut.
Kabut tebal menyelimuti tempat itu. Makhluk bergerombolan itu terlihat memiliki lengan dan kaki yang panjang, tubuh berbulu hitam mengkilap, jari-jari panjang hitam legam dan kuku-kuku runcing yang tajam, mata merah menyala terang dengan mulut bergigi taring panjang yang terus mengalir darah hitam dari mulutnya. Menatap dengan tajam ke arah bayangan hitam darii balik kabut.
Cring, cring, cring.
Suara langkah kaki yang di iringi oleh suara lonceng mengiringi bayangan gitam itu terus berjalan mendekat. Dari balik kabut itu, ada sesuatu yang membuat gerombolan makhluk menakutkan layaknya monyet raksaksa yang bengis terus waspada.
Lalu sepasang kaki yang berjalan tanpa alas terlihat, hiasan gengge berlonceng juga terlihat. Bunyi nyaring di tempat sepi dan gelap itu menambah suasana buruk yang dingin mencekik.
"GRAAAAAAAA!" sebuah suara keras terdengar. Makhluk hitam itu meraung layaknya lolongan anjing yang marah, tatapan mata mereka tampak sangat tajam. Mereka seperti siap untuk menyerang.
Cring!
Langkah kaki itu terhenti dan terlihat siapa yang tengah menghadang kelompok makhluk hitam itu. Dia menggunakan topeng penari dengan warna merah cerah. Hal yang membuat makhluk-makhluk itu kini sangat-sangat marah dan juga waspada adalah sebuah kepala dari makhluk itu di tenteng oleh sebelah tangannya dan ia lemparkan.
Kepala makhluk itu menggelinding ke tanah dan mengelurkan darah hitam di bagian lehernya. Yang telah membunuh makhluk tersebut adalah Palakka yang tampak santai melihat ke arah gerombolan. Kini tangan bersih Palakka sudah kotor oleh darah makhluk hitam tersebut.
Seperti yang terlihat, makhluk yang di bunuh oleh Palakka adalah makhluk yang telah lebih dulu mengikuti Bima dan kemudian di ketahui oleh Palakka seketika. Makhluk itu hanyalah bawahan karena ukurannya tidak lebih besar dari seekor Gorila.