Ting.. suara pintu terbuka tanda tamu datang. Sesuai janjinya Zul datang menghampiri Shani di kafe miliknya.
"Shan." Zul melambaikan tangan ke arah Shani.
Mei Nur Shani, gadis 23 tahun itu, seorang pengusaha sekaligus barista di kafe miliknya, ia tidak melanjutkan kuliahnya, dengan alasan kuliah itu membosankan, selagi masih bisa belajar secara otodidak why not? Shan, begitu sapaanya.
"Zul." ia langsung menghampiri sahabatnya itu.
"Duduk dulu, hari ini gue ada menu baru, lo harus cobain, tunggu di sini."
Zul mengangguk tanda setuju.
Dari dapur Zul melihat Shani membawa nampah berisi makanan dan kopi racikannya.
"Wow. Ini serius lo yang masak, Shan?" dengan ekspresi kaget sekaligus kagum.
Shani menyunggikan senyum. "Iya dong gue yang masak, mudah-mudahan lo suka. Kata anak-anak dapur sih enak."
Tanpa menjawab Zul langsung menyantap maknan yang sudah disuguhkan Shani di depannya, mulanya Zul ragu untuk mencoba, karena ia tahu, Shani bukan orang yang pandai memasak.
"Hmmmm." gumamnya.
"Gimana? enak? Jangan ngecewain gue jawabannya."
"Lumayan."
Matanya menyipit. "Cuma lumayan? Jahat banget lo, Zul!"
"Becanda ding, enak ko makananya, ternyata lo jago masak juga, hehehe."
"Lo aja yang terlalu sibuk. Sama pasien-pasien sampe lupa sama gue. Ngomong-ngomong lo engga sibuk hari ini?"
Zul menggeleng.
sSs
Di sudut kafe, mereka hanya diam, dan sesekali melirik tanpa ada niat untuk mencairkan suasana, padahal Shani ingin cerita banyak hal kepadanya. Terutama masalah yang selalu menghantuinya selama sebulan terakhir ini.
"Zul?"
Ia hanya bergumam.
Semoga hari ini, hati Zul baik-baik saja, supaya gue bisa cerita banyak hal. Batin Shani.
"Kenapa kok malah bengong?"
Shani mengerjapkan matanya. "Engga apa-apa Zul."
"Mau cerita?"
"Zul, gue mau jujur sama lo?"
"Tentang perasaan lo ke gue?" jawab Zul antusias.
"Mimpi! Sampe kapanpun gue tetep anggap lo sebagai sahabat gue, titik." Jawab Shani kesal.
"Engga pake koma Shan?"