Fazri hanya memarkirkan mobil, persis di sebrang kafe, ia melihat jelas Shani berpelukan dengan Zul. Pikirannya terus positif, mungkin Shani sedang cerita, atau mungkin hatinya sedang bersedih dan membutuhkan orang untuk bersandar.
Pikirannya dipenuhi berbagai pertanyaan yang mungkin jawabannya akan begitu menyakitkan. Ah, sudahlah apa yang dilihat belum tentu benar.
Fazri langsung melajukan mobil, meninggalkan kafe tanpa bertemu dengan orang yang ia rindukan.
"Shan, apa kamu lupa hari ini hari ulang tahunku dan ulang tahun ibuku. Kamu sendiri yang membuat janji untuk merayakannya" Ucapnya dalam keheningan.
Bunga dan kue yang ia beli hanya akan menjadi momen pahit dalam hidpnya. Baru kali ini Shani inkar dengan janjinya sendiri. Apa gadis itu sedang terluka? Jika jawabannya 'iya' kenapa ia tidak cerita? Sudah. Sudah. Ini tidak akan ada jawabannya jika tidak bertanya langsung kepada oranganya.
Tanpa pikir panjang, Fazri langsung membelokan mobilnya menuju kafe.
sSs
Tidak butuh waktu lama Fazri langsung keluar dari mobil membawa buket dan kotak berisi kue. Ia tidak melihat Zul, mungkin sudah pulang.
"Shan?"
Ia menoleh dan langsung memeluk Fazri, tanpa ia duga gadis itu menangis. Tapi Fazri tidak tahu apa yang sedang ia tangisi.
"Are you okay, Shan?
Shani hanya menggeleng.
"Terus kenapa kamu nangis kaya gini, Shan? Apa Zul penyebabnya?"
Shani hanya menggeleng.
"Ngomong, Shan! Aku engga butuh gelengan kepala kamu, aku engga ngerti kalau kamu engga cerita!" Fazri mulai sedikit kesal dengan Shani.
"Aku bingung harus cerita dari mana, tapi ini juga bukan waktu yang tepat buat aku ceritain."
"Ya udah, kita duduk dulu ya." Sambil menggandeng tangan Shani, yang sudah berkeringat.
Shani hanya menunduk, ia tidak berani menatap Fazri, hatinya begitu kacau. Tapi ia tiak lupa tentang ulang tahunnya.
Repleks Shani menggengam tangan Fazri. "Aku engga lupa sama ulang tahunmu, maaf tadi aku engga nyanperin kamu di luar."
"Tadi lihat aku, Shan?"
Shani mengangguk. "Aku dan Zul tidak ada hubungan apa-apa, Ri. Kita cuma sahabat, kamu tahu itu kan?" Jelasnya, walau suaranya sedikit purau.
"Terima kasih. Aku pikir kamu udah lupa. Maaf aku sempat berpikir buruk tentangmu."
Shani berusaha untuk mengatur nafas, dan menghapus sisa air matanya. "Yuk kita jalan, keburu sore." berdiri dan menggandeng tangan Fazri.
Fazri ikut berdiri.
"Iky gue titip kafe, kalo ada apa-apa telpon gue. Oke?"
"Oke!"