Shana dan Devan baru saja tiba di depan rumah Shana, saat keduanya melihat sebuah mobil yang terparkir di tepi jalan yang tak jauh dari keduanya. Tepatnya di samping rumah Devan, tampak ada banyak barang rumah tangga seperti kursi dan lemari beserta peralatan lainnya memenuhi halaman rumah yang baru saja ditinggal pemiliknya itu, mungkin ini pemilik rumah yang baru. Mata Shana menyipit, begitu pula dengan Devan. “Kayaknya ada tetangga baru, nih,” ujar Shana setelah lama mereka bengong di atas motor.
“Sepertinya sih, begitu,” Devan menyetujui tebakan Shana.
“Kira-kira siapa ya, yang jadi tetangga baru kita?” tanya Shana sambil manggut-manggut, tiba-tiba ia teringat dengan Pak Koncoro yang pernah tinggal di rumah itu. Tapi, rumah itu terpaksa ia jual karena terlilit utang, padahal Shana senang banget sama Pak Koncoro yang begitu ramah dan baik terhadap dirinya. Tiba-tiba ia jadi kangen sosok laki-laki setengah baya itu. Semoga saja di tempat yang baru, Pak Koncoro bisa lebih baik dan tetap bahagia serta semoga orang yang menggantikan posisi Pak Koncoro juga tak kalah baiknya, harap Shana.
“Betah banget sih, duduk di belakang aku,” ujar Devan saat melihat Shana yang tak kunjung turun dari motornya. Mendengar teguran Devan, Shana malah senewen dan dengan kesal ia mencubit pinggang Devan sampai cowok itu berteriak kesakitan. “Ugh! Dasar garok.” Devan mengusap-usap pinggangnya. Kalau saja Shana bukan sahabat serta tetangganya, mungkin ia akan melakukan visum karena jadi korban kekerasan. Hiyyyyy .... Devan mulai lebay.
“Rasain lu,” geram Shana sambil turun dari motor Devan, tapi langkahnya terhenti saat melihat seorang gadis cantik keluar dari rumah itu. Penampilannya feminin, terlihat sangat anggun dengan gaunnya berwarna pink Fanta serta rambut hitam yang tergerai indah, beda sekali dengan penampilan Shana yang amburadul jauh dari kesan cewek cantik. Melihat hal itu serta-merta ia balik lagi menuju Devan yang baru saja menstater motornya.
“Van, lihat, tuh.” Shana mengguncang bahu Devan sambil menunjukkan gadis yang tersenyum ke arah mereka. Devan yang semula fokus melihat ke depan, sontak saja mengalihkan pandangannya.
“Wowwwwww!!!” serunya, kentara banget kalau Devan menyukai pemandangan itu, gadis cantik yang anggun. Matanya memelotot serta mulutnya tak bisa mingkem. Kini giliran Shana yang kesal dengan sikap Devan. Seperti nggak pernah lihat cewek cantik saja. Dengan gemas ia menarik rambut Devan. “Awwwwww!!!” Devan mengusap-usap kepalanya.
“Kamu apaan sih, cing, sakit, tahu.”
“Bodo.” Mata Shana memelotot tajam ke arah Devan.
“Hai ....” Tiba-tiba terdengar suara menyapa keduanya. Gadis cantik itu berjalan anggun mendekati keduanya. Wow, Devan langsung deg-degan.
“Kalian penghuni kompleks ini juga, ya?” tanya gadis itu. Dengan cepat Devan mengangguk. Semangat sekali. Lagi-lagi gadis cantik itu melayangkan senyuman manisnya. Devan sampai tidak bisa bernapas. Uhhhhhh ... sport jantung siang-siang.
“Oh, ya, kenalin, aku Daisy, baru pindah hari ini.” Ia mengulurkan tangannya ke arah Devan.
Daisy??? Namanya mirip pacarnya Donald Duck, ahahaaa. Shana cekikikan dalam hati. Ups! Daisy kan, juga nama bunga, pantes dia cantik, batin Shana lagi.
Beda Shana beda juga dengan Devan yang dengan erat menyambut tangan halus tersebut. Ia bahkan tak berniat untuk melepasnya kalau pinggangnya tidak dicolek Shana. Dasar Shana tidak bisa lihat orang lain bahagia.
“Aku Shana, cewek tercantik sekompleks ini.” Shana memperkenalkan dirinya dengan penuh percaya diri. Devan sampai mau muntah mendengarnya.
Cantik dari mana, coba, penampilannya aja urakan begitu, belum lagi sifatnya yang supergalak. Jauh dari cewek normal, batin Devan.
“Oh, ya ... seneng bisa kenalan dengan kalian. Semoga kita bisa jadi teman.” Daisy tersenyum ramah. Tapi, seperti dari logatnya ia ragu dengan pengakuan Shana yang bilang cewek tercantik sekompleks itu. Setelah dirasa cukup dengan perkenalan awalnya, Daisy pun pamit dan masuk lagi ke rumah barunya. Mau beres-beres, kali.
“Ada yang mulai kegatelan, nih,” sindir Shana.
“Biarin,” balas Devan cuek, lantas berlalu dari hadapan Shana.
Sepertinya bakalan ada yang tersakiti.
YYY
Hari ini adalah Minggu pagi. Entah kenapa hari Minggu terasa hari raya bagi Shana. Mungkin karena hari Minggu itu hari libur, kali, ya. Jadinya, gadis imut itu bisa bangun lebih siang tanpa ada yang mengganggu. Hoammm ... Shana menggeliat, matanya yang belum terbuka habis mencari-cari ponselnya di sekitaran tempat tidur. Yap. Akhirnya, benda mungil itu ketemu juga, ternyata terselip di antara bantal. Sudah jadi kebiasaan Shana yang selalu menjadikan ponselnya sebagai teman tidur. Tidak peduli dengan ocehan Mama yang selalu bilang, “Handphone-nya simpan di tempat yang jauh kalau mau tidur, paparan radiasinya berbahaya.” Shana cuma mengiakan, tapi tidak untuk melakukan, ia hanya cari posisi aman biar tidak kena ceramah panjang dari Mama. Aha ... dasar, anak bandel.