“Heiisssh Ihsan, kau masih sibuk mencari kebenaran tentang kerajaan kuno kah?” tanya Alim.
“Tidak juga, aku baru latihan. Ini lagi istirahat baca buku,” jawab Ihsan.
“Catatan kerajaan kunomu banyak kali. Kan udah jelas-jelas tidak bisa dipublikasi, kenapa masih penasaran?” tanya Alim lagi.
“Hobi cak, gimana lagi,” jawab Ihsan.
“Hhhh, kelihatannya memang sulit menghalangimu melakukan sesuatu,” ucap Alim dengan pasrah.
Ihsan pun kembali fokus dengan kompilasi sejarahnya, sementara Alim melanjutkan kesibukannya mengurus warung ditemani oleh Yusuf. Setelah matahari terbit, mereka melanjutkan latihan.
Saat itu di Keraton, Shafa dan Sekar terlihat sedang bermain bersama Shifa.
“Huumm, kalian sudah tau tentang kabar wahana baru kemarin?” tanya Shifa.
“Ya benar juga. Bukannya Ihsan itu kenalan kita? Eh, dia kan sekelas denganmu kan, Shafa?” imbuh Sekar.
“Oh, si Ihsan ya. Iya, dia anak yang mengagumkan bukan? Rasa-rasanya aku suka deh,” ucap Shafa.
“Eh, apa Shaf? Kau serius, Shaf? Kau jatuh cinta sama Ihsan?” balas Shifa sedikit kaget.
“Pilihan yang unik, Shaf. Tapi kurasa kau perlu menunggu cukup lama agar dia paham. Anaknya agak eeeh… ya begitulah,” tanggap Sekar.
“Padahal baru ngomong kurasa loh… tapi iya juga. Huuuh, emang begitu anaknya. Bisa gak ya?” keluh Shafa.
“Apa emangnya yang membuatmu tertarik kepada Ihsan?” tanya Shifa.
“Kenapa kalian serius banget sih? Tapi iya sih aku suka… tapi nggak tau. Aku bahkan belum memikirkan apa alasannya. Kurasa aku tidak perlu alasan untuk suka padanya, sama seperti dia yang tak terlalu suka berfikir tentang apa yang terjadi dengan dunia dan lebih fokus untuk mengembangkan dirinya sendiri bersama orang-orang yang dia percaya,” kata Shafa dengan muka sedikit memerah.
“Eh, udah merah aja mukamu, Shaf. Mikir apa hei. Yaudah gapapa, kami diam-diam aja kok,” singgung Sekar.
“Uhh, gaada kok. Maaf aku sedikit menggigau,” ucap Shafa.
“Udah menggigau aja. Hhh, kau yakin Shaf, dia bisa melindungimu!? Sampai sekarang dia tidak terlihat seperti pria yang kuat. Lagipula apa kau yakin dia bisa menghiburmu!? Maksudku, sikapnya yang agak semaunya sendiri itu agak berbahaya. Apa kau yakin dia bisa membimbingmu dengan pola pikirnya yang sulit ditebak itu!?” tanya Sekar dengan serius.
“Tidak, aku masih belum yakin dengan itu. Entahlah, biarkan saja takdir mengalir membawaku berlabuh kemana. Aku juga belum meyakinkan diri untuk benar-benar menaruh hatiku pada Ihsan. Baru suka saja,” ucap Shafa sambil terus menatap air, melihat pantulan wajahnya yang putih bersinar dengan rona merah di pipinya dan matanya yang berbinar penuh harap.
“Ei, jangan mimpi di siang bolong, Shaf. Takuuut,” ucap Shifa sambil sedikit menjauhkan mukanya dari Shafa.
“Hmmmhh, kenapa sih? Gak boleh ya?” tanya Shafa.
“Boleh kok, tapi jangan sering-sering. Nah, udah selesai,” ucap Sekar yang sedari tadi sibuk membuat joran untuk memancing.